Renungan Dino Jemuwah: Tafsir Misogini (Sumber Foto: majalahnabawi.com)
Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
Pemikiran tasawuf (tradisi intelektual) merujuk Alquran yang mengisyaratkan unsur kejadian manusia ada tiga, yaitu unsur badan atau jasad (jasad), unsur nyawa (nafs), dan unsur roh (ruh). Pertama kali ruh diciptakan dari alam Lahut, melalui proses devolusi diturunkan ke alam Jabarut, kemudian ke alam Malakut, lalu ke alam al-Mulki, dan kemudian Allah menciptakan jasad dan memerintahkan para arwah untuk masuk ke jasad mereka masing-masing. Awal mula Allah menurunkan segenap arwah dari alam Lahut menuju alam Jabarut. Arwah tersebut kemudian diberi kiswah (pakaian) berupa nur Jabarut. Kiswah tersebut bernama ruh Sultani.
Para arwah dengan pakaian nur Jabrut, mereka kemudian diturunkan lagi ke alam Malakut, dan mereka diberi pakaian dari nur Malakut. Kiswahnur pada alam ini disebut dengan ruh ar-Rawaniy. Setelah itu para arwah diturunkan lagi ke alam al-Mulki, dan mereka diberi pakaian dari nur al-Mulki. Kiswah nur pada alam ini disebut dengan ruh al-Jismani yakni tubuh manusia sekarang ini.
Proses Devolusi melalui drama kosmis turunnya manusia dinarasikan dalam QS. Albaqarah ayat 30-38, dimulai dengan manifestasi pertama aku tiupkan ruh-Ku (wa nafakhtu fihi min-ruhiy) yang secara subtansi (aktor aktif kosmisnya) adalah manusia (Adam) dengan aksidensial atau sifat yang inheren padanya disebut dengan banyak nama, seperti al-aql al-awwal (akal utama), al-qalam al-a’la (pena tertinggi), amr Allah (urusan Allah), air dan arsy (sebagai media kontrol semesta), al-ruh, al-malak, al-ruh al-Ilahi, dan al-ruh al-quddus dan ruh/nur Muhammad yang merupakan repretesantasi insan kamil.
Sumber rujukan, Allah Ta’ala mengisyaratkan tentang mahluk pertama yang diciptakan sebagai sifat penjelas proses devolusi manusia, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an, Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa dan adalah arsy-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya” (QS. Hud : 7). “Dialah Allah yang tidak ada sesuatupun selain Dia, sedangkan ‘arsy-Nya di atas air, lalu Dia menulis di dalam adz-Dzikir segala sesuatu (yang akan terjadi,) lalu Dia menciptakan langit dan bumi.” (HR. Bukhari). “Sesungguhnya air diciptakan sebelum arsy (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi).
Dari Ubadah bin as-Shamit, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda, ‘Mahluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Dia berkata kepada pena tersebut, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata, ‘Tulislah apa yang akan terjadi dan apa yang telah terjadi hingga hari Kiamat.” (HR. Ahmad).
Wacana utuh mangenai diskursus eksistensi manusia melalui pesan fundamental universal dari drama kosmis manusia dengan pasangannya (Adam dan Hawa), yaitu bahwa melalui kisah tersebut al-Qur’an berbicara masalah potensi dasar internal dari manusia. Semua manusia baik laki-laki maupun perempuan merupakan pakaian baginya masing-masing (hunna libasul lakum wantum libasul lahunna QS. al-Baqarah ayat 187) keduanya mempunyai potensi dasar internal yang sama yakni saling menyifati dan melengkapi. Jadi kisah diturunkannya manusia di muka bumi sebagai khalifah lebih berbicara masalah human essence.
Dalam penelitian dari segi bahasa, juga menunjukkan bahwa kata Zauj itu adalah maskulin. Persamaan kata Inggrisnya yang paling akurat adalah mate. Pada akhirnya ahli bahasa menyimpulkan bahwa Adam tidak secara pasti man dan Zauj tidak secara pasti woman. Tetapi Adam and Zauj must have been a pair, artinya manusia itu seperti layaknya ciptaan-ciptaan lainnya yang berpasangan harus dimengerti sebagai makhluk hidup selalu berpasangan, laki-laki dan perempuan.
Ayat 30, merupakan informasi Allah kepada malaikat akan dijadikannya manusia sebagai khalifah yang akan menata kelola alam semesta yakni samawati wal ardhi (spaces dan planets), berupa blue print atau mock up tentang manusia mikrokosmos dan alam semesta (makrokosmos).
Keterbatasan dimensi malaikat sebagai makhluk turunan (terbuat dari cahaya Ilahi) yang berada pada dimensi alam Malakut, tidak dapat melihat secara utuh siapa manusia (Adam) yang merupakan makhluk dengan dzat pertama (awal) yang berada pada dimensi alam jabarut alam di atas alam malakut dibawah alam lahut (alam Ilahi). Maka timbullah pertanyan dari Malaikat dengan melihat mock up tersebut apakah manusia tidak akan merusak alam semesta karena potensi kemampuan manusia yang mampu merusak alam semesta. (Bersambung)
*Pemerhati Keagamaan dan Filsafat
Editor: Jufri Alkatiri