Sumber foto: http://sonityodjava.blogspot.com/

Oleh: Anwar Rosyid  Soediro*

Ayat 31 dan  32, menunjukan penjelasan tentang kemampuan manusia secara potensial untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dalam alam materi ini, serta kemampuannya untuk mengolah dan mengambil manfaatnya. Kemampuan otak manusia dalam menjalani hidupnya mengandalkan konstruksi-konstruksi ilmu dan teknologi yang dibangunnya karena potensinya mengenal dan mengidentifisir sifat-sifat dasar dari segala sesuatu yang ada dalam kehidupan di dunia ini.

Ruh  manusia yang satu dimensi dengan al-aql al-awwal (akal utama), al-qalam al-a’la (pena tertinggi) dan kitab grand design semesta di lawhul mahfudz, dalam dimensi alam jabarut tentunya akan lebih mudah mengakses pengetahuan di lawhul mahfudz  jika dibanding dengan para Malaikat dan Jin yang berada di dimensi alam malakut.

Ayat 33 s.d. 36, merupakan proses devolusi turunya manusia dari alam jabarut ke alam malakut, ruh manusia berlelasi atau disifati dengan malaikat yang terbuat cahaya dan Iblis yang diciptakan dari api (khalaqtani min nar) (QS. Al-A'raf: 12), yakni diciptakan dari bagian-bagian dari ruh hewan yang paling halus dan merupakan paling panas dalam tubuh, maka Allah menyebutnya dengan api, panasnya menuntut peninggian diri atau sombong.

Allah menunjukkan bahwa hanya manusialah yang diberi potensi oleh Allah sebagai aktor-aktif-kosmis di muka bumi ini. Sujudnya para Malaikat kepada manusia (ayat 34) adalah ‘ibarah kepada manusia supaya dia dapat memanfaatkan mereka demi mengembangkan kehidupan melalui pengetahuan tentang sunnah Allah. Ruh yang merefleksikan relasi insan kamil (nur Muhammad) dengan Tuhannya, menegaskan bahwa manusia bisa bergerak maju dengan adanya dialektika internal dalam dirinya. Kemampuan jiwa untuk berdiri pada posisi balance antara kutub positif dan negatif menunjukkan kemampuan manusia yang sejati.

Keengganan Iblis tidak bersujud mengimplikasikan kelemahan dan ketidakmampuan manusia untuk menundukkan ruh asy-syarr atau menghilangkan bisikan-bisikan kotor yang mengantar kepada  potensi Iblis (bisikan-bisikan kotor untuk berbuat jahat, atau menyalahi aturan-aturan kehidupan) sedangkan sujudnya Malaikat merupakan potensi malaikah (bisikan-bisikan baik yang berarti sepadan dengan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan atau tidak menyalahi sunnah Allah).

Pada alam Malakut ruh dengan wadag/pakaian ruh ar-Rawaniy yang dikenal dengan manusia sebagai  nafs (jiwa)  adalah pribadi-diri yang secara moral memiliki potensi untuk berbuat baik dan berbuat buruk, karena dia berkemampuan mengetahui masalah kehidupan dan memecahkannya melalui formulasi ilmu. Artinya manusia adalah diri yang otonom, yang menggunakan ikhtiyar-nya dalam berbuat. Dengan kata lain Adam dapat menangkap pesan Tuhan yang hakiki mengenai karakter terdalam/fundamental dari manusia.

Ayat 37-38, kesiapan manusia sebagai kholifah dimuka bumi setelah melalui prof of concept dengan adanya potensi baik atau bisikan-bisikan ilahi sesuai sunatullah dan potensi Iblis bisikan-bisikan kotor  atau nafsu duniawi daya tarik dunia (akhlada ilaa al-ardhi) sebagai penyeimbang dalam membangun peradapan dunia.

Maka proses devolusi selanjutnya adalah turunnya manusia di dunia syahadah ini. Jadi Agama memang merupakan hasil dari devolusi yakni kejatuhan”, kelupaan, hilangnya keadaan kesempurnaan primordial manusia ketika dalam dimensi alam Jabarut. Di alam Jabarut (Surga) Adam (Manusia) tidak mengetahui apapun tentang pengalaman keagamaan maupun teologi, yaitu doktrin tentang Tuhan karena belum berelasi dengan aksiden atau sifat-sifat inherennya.

Istilah Adam digunakan dalam kisah drama kosmis ini karena  jauh lebih selektif. Istilah Adam ini merujuk khusus kepada keutamaan manusia, hanya sebagai representasi dari kemanusiaan yang sadar diri, berpengetahuan, dan otonom secara moral. Berbeda ketika alqur’an membahas asal-usul manusia sebagai makhluk hidup, al-Qur’an menggunakan kata basyar atau “insan” bukan menggunakan  kata Adam yang dikhusukan sebagai khalifah di bumi.

Proses devolus  turunya manusia dari alam ilahiah, ke alam Jabarut, kemudian alam Malakut dan kemudian menuju  alam Mulki (dunia), sejalan dengan “logika proses turunya wahyu”, Allah menciptakan _al-aql al-awwal (akal utama), al-qalam al-a’la (pena tertinggi) yang mencatat dalam _kitabun mubin_ di lawhul mahfudz di dalam alam Jabarut, kemudian mengalami devolusi turun dalam alam malakut melalui para Malaikat (Jibril, Ruhul Qudus) dan disampaikan kepada para Nabi di alam Mulki/Nasut atau dunia ini. (bersambung)

*Pemerhati Keagamaan dan Filsafat

  Editor: Jufri Alkatiri