Tafsir Misogini Sumber foto https://magdalene.co)

 Oleh: Anwar Rosyid  Soediro*

 Manusia sebagai makhluk yang dipilih untuk menjadi wakil Tuhan (khalifah), memiliki potensi ilahi dengan mendapat wahyu atau ilham atau imaginasi kreatif  makrifat (bertemu) dengan Tuhannya untuk mendapatkan pengajaran langsung dari Allah SWT.

Jika kita bandingkan dengan lebah hewan yang juga sama dengan manusia mendapatkan wahyu dari Allah;  “Dan Rabb-mu telah mewahyukan kepada lebah, “Buatlah rumah-rumah di bukit-bukit dan pada pohon-pohon dan pada tempat-tempat yang mereka (manusia) buat.” (QS. An-Nahl : 68).

Kapasitas otak manusia jauh lebih besar dan kompleks yang terdiri dari 86 miliar neuron dibanding  otak lebah yang sangat kecil dengan sekitar 960.000. jadi perbandingan ukuran otak lebah hanya 0,0005 persen dari otak manusia. Namun karena mendapat bimbingan wahyu, dan otak lebah tidak terkotori unsur negative (bisikan kotor dan nafsu rendah). Maka lebah dapat menjadi pelajaran bagi manusia bahwa bimbingan wahyu Allah (spiritual-insight) sangat berperan penting dalam menjalani kehidupan, seperti halnya lebah yang mampu memaksimalkan otaknya telah mampu membuat sarang (rumah) dengan bentuk segi enam dengan sangat presisi, yang tidak mudah dilakukan oleh manusia atau pelukis, dengan melukis/menggambar segi enam dengan sangat presisi.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata, “Pada penciptaan lebah yang kecil ini, Allah memberikan ilham berupa bimbingan yang ajaib. Allah memberi kemudahan bagi lebah untuk menuju padang rumput dan taman kemudian kembali ke rumah mereka yang telah mereka rancang demikian bagusnya dengan petunjuk Allah.”

Lebah dengan bimbingan wahyu Allah hanya memakan hal-hal yang baik saja, Lebah tidak akan mengambil makanan dari bunga yang masih muda (belum mekar), tidak pula dari bunga yang di sana sudah ada lebah lainnya. Lebah selalu memilih untuk hanya mengambil makanan dari bunga yang segar, bersih, dan baik.

Hasil riset Lebah memiliki kemiripan dalam membentuk jejaring sosial lebah madu dengan jejaring sosial manusia, lebah sebagaimana manusia akan lebih memilih berinteraksi dengan teman, kerabat, atau anggota  keluarga yang sudah dikenal sebelumnya, ketimbang orang asing.

Temuan terbaru  menunjukkan bahwa lebah madu (Apis mellifera) secara visual dapat memperoleh kapasitas untuk membedakan antara jumlah ganjil dan genap dari elemen geometri 1-10 serta mengekstrapolasi kategorisasi ke angka baru 11, 12, dan seterusnya. Kategorisasi tersebut dapat dikuasai lebah dengan cara yang relatif sederhana. Temuan tersebut muncul dalam jurnal Frontiers in Ecology and Evolution.

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dalam berbagai ayat al- Qur’an dijelaskan tentang kesempurnaan penciptaan manusia tersebut. Kesempurnaan penciptaan manusia itu kemudian semakin “disempurnakan” oleh Allah dengan mengangkat manusia sebagai khalifah dimuka bumi yang mengatur dan memanfaatkan alam. Manusia mempunyai tanggung jawab yang besar karena memiliki daya kehendak yang bebas. Manusia yang ideal adalah manusia theomorphic dengan sifat-sifat keruhanian dapat mengendalikan sifat-sifat rendah yang lain. Manusia ideal mempunyai tiga aspek yakni kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Dengan kata lain manusia memiliki pengetahuan, etika dan seni. Semua ini dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan,  dan kreativitas.

Gambaran cita ideal yang dicerminkan dalam posisi sebagai khalifah merupakan gabungan antara sifat-sifat yang saling melengkapi. Manusia ideal adanya manusia yang memiliki otak yang berlian sekaligus memiliki kelembutan hati.

Manusia ideal dengan kemampuan otaknya mampu menciptakan peradaban yang tinggi dengan kemajuan ilmu dan teknologi, juga memiliki kadalaman perasaan terhadap segala sesuatu yang meyebabkan penderitaan, kemiskinan, kebodohan dan kelemahan di satu sisi manusia dapat menaklukkan dunia dan bersifat mendunia tetapi di pihak lain ia juga tidak mengesampingkan nilai-nilai spiritual.

Manusia yang ideal adalah manusia yang mampu berpikir mendalam tanpa terjerumus ke dalam perenungan diri sehingga melupakan keadaan sekelilingnya. Manusia yang ideal juga melakukan kegiatan-kegiatan politik tanpa harus lupa diri, gila hormat atau gila kekuasaan. Manusia ideal tidak berbuat sesuatu yang luhur karena paksaan sosial dan lingkungannya, tidak mempunyai etika yang merupakan sekumpulan larangan dan norma yang berlaku di masyarakat semata, tetapi juga digerakkan oleh kesadaran sosialnya yang tinggi, kecintaanya terhadap nasib sesama.

Di sisi lain, pemegang jabatan khalifah ini tidak lepas dari pengawasan Allah. dalam melaksanakan fungsinya. Namun manusia sebagai khalifah Allah Swt. tidak mungkin melaksanakan tugas kekhalifahannya, tanpa dibekali oleh Allah Swt, dengan potensi-potensi yang dibawa sejak lahir yakni fitrah baik, yang memungkinkan dirinya mampu mengembangkan tugas tersebut (habis)

*Pemerhati Keagamaan dan Filsafat

  Editor: Jufri Alkatiri