Nabi Isa pun Seorang Muslim. (Foto: NU online
Oleh: Helmi Hidayat, SF, M.Si*
Kepada kawan-kawan beragama Kristen dan Katolik, tulisan ini tidak dimaksudkan apa pun kecuali menjelaskan siapa Yesus dan para pengikutnya menurut Al-Quran, karena berbahasa Arab, Al-Quran menyebut Yesus dengan sebutan Isa.
Kepada kawan-kawan beragama Islam, tulisan ini hanya sekadar mengingatkan siapa Nabi Isa AS dan apa agama yang dianut para pengikut putra tunggal Bunda Maria itu dalam catatan Al-Quran. Mari kita renungi bersama.
Menurut Al-Quran, agama para pengikut Yesus adalah Islam dan umatnya disebut kaum Muslim. Ini jelas termaktub dalam Al-Quran surat Ali Imran (3) ayat 52: "Maka ketika 'Isa merasakan keingkaran mereka (Bani Israil), dia berkata, "Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyun (sahabat setianya) menjawab. ‘Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang Muslim."
Muslim adalah sebutan untuk orang beragama Islam. Dalam Al-Quran, Islam diperkenalkan sebagai nilai-nilai langit yang diturunkan untuk seluruh umat manusia di bumi mana pun, agar dengan nilai-nilai luhur itu mereka jadi terarah, tertuntun, berserah diri, dan karena itu hidup rukun dan damai di bumi. Kementerian Agama Republik Indonesia menerjemahkan kata Islam itu sebagai ‘’berserah diri.’’
Karena Islam diturunkan untuk semua umat manusia, bahkan untuk jagad raya, wajar jika di mata Allah agama atau tuntunan paling benar dan diterima oleh Allah hanyalah Islam, agama berserah diri. Penegasan ini disampaikan Allah SWT dalam QS Ali 'Imran (3) Ayat 85: "Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi."
Namun harap dicatat, pertama, ayat 85 ini didahului oleh ayat 84 yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW diminta beriman pada Allah dan beriman pada semua yang diturunkan kepada Ibrhim, Ismail, Ishaq, Yaqub, Musa, dan Isa. Dengan kata lain, apa yang diimani Nabi Muhammad juga diimani oleh para nabi sebelumnya, bahkan Rasulullah dan semua pengikutnya diminta mengimani kitab-kitab para nabi itu.
Umat Islam menerima perintah itu tanpa penolakan sebab para nabi itu semuanya beragama Islam dan kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka juga diyakini datang dari langit. Catatan kedua, Allah menggunakan diksi al-diin saat menyebut kata ‘’Islam’’, baik pada surat Ali Imran ayat 85 tadi maupun pada QS Ali Imran ayat 19 yang sering dikutip para ustaz dan penceramah bahwa ‘’sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam.’’
Timbul pertanyaan, jika semua nabi bahkan dari Adam, Nuh, dan seterusnya sampai Isa menganut agama Islam, mengapa kita dapati ada agama Yahudi, Majusi, Sabiin, Nashrani disebut dalam Al-Quran?
Ini mudah dijelaskan: al-diin diturunkan dalam bentuk nilai-nilai positif mulai dari perintah beribadah sampai larangan melakukan dekadensi moral. Saat turun, nilai-nilai itu tidak langsung dicatat dalam bentuk kitab. Setelah para nabi itu wafat, barulah ajaran mereka dicatat. Catatan inilah yang kemudian berkelindan dengan pendapat, tafsir, bahkan primordialisme para pengikut yang datang kemudian.
Semua catatan itu disebut millat dan setiap pengikut millat berbangga-bangga dengan millat mereka. Umat Nabi Musa, misalnya, lebih bangga menyebut agama mereka Yahudi yang menurut sebagian teori diambil dari nama Yahuda, anak kedua Nabi Yakub'; sedangkan umat Nabi Isa lebih bangga menyebut agama mereka Nashrani, yang menurut sebagian teori diambil dari kata anshar dalam QS Ali Imran (3) ayat 52 yang dikutip di awal.
Makanya, dalam konteks berbangga-bangga dengan agama sebagai organisasi alias millat, QS Al-Baqarah (2) ayat 113 mencatat, kaum Yahudi memandang remeh kaum Nashrani, sementara kaum Nashrani memandang sebelah mata kaum Yahudi. Baik kaum Yahudi maupun kaum Nashrani sama mengklaim Nabi Ibrahim menganut millat mereka, tetapi Allah membantah mereka dalam QS Ali Imran ayat 67 bahwa Ibrahim adalah seorang Muslim dan haniif.
Dalam konteks berbangga-bangga pada millat atau agama sebagai organisasi itu pulalah Al-Quran mengabadikan sikap Yahudi dan Nashrani terhadap Islam dalam QS Al-Baqarah ayat 120: ‘’Kaum Yahudi dan kaum Nashrani tidak akan pernah rela sampai Engkau (ya Muhammad) mengikuti millat mereka.’’ (Ingat, dalam ayat ini Allah tidak menggunakan diksi al-diin, melainkan millat')
Sangat disayangkan, Al-Quran terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia menerjemahkan al-diin dan al-millat dengan diksi yang sama, yakni agama. Makanya sebagian penceramah dan ustaz kerap didapati membacakan QS Al-Baqarah ayat 120 itu dengan semangat berkobar-kobar dan dengan sedikit aroma mengusung perbedaan ketimbang persamaan.
Padahal, kita semua umat manusia adalah satu agama Islam dalam konteks al-diin, sama-sama diminta berserah diri, sama-sama didengar Allah ketika nama Allah mereka sebut baik di biara-biara Nashrani, gereja-gereja, sinagog-sinagog Yahudi, juga masjid-masjid sesuai bunyi QS Al-Hajj (22) ayat 40: ‘’Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah ’’
Ya Allah, betapa indah nama Engkau yang Agung disebut di banyak tempat ibadah, betapa indah kedamaian dan persaudaraan yang timbul di tengah perbedaan millat-millat. Kini, saudara-saudara penganut millat Nashrani tengah merayakan Natal, yang artinya Hari Kelahiran. Tentu yang dimaksud adalah Hari Kelahiran Yesus, yang dalam Al-Quran disebut Isa. Sebagai Muslim, saya diperintahkan untuk mengimani kenabian Isa dan ajarannya.
Untuk itu saya ucapkan selamat merayakan Natal, semoga ajaran Nabi Isa terus menerangi dunia, bersama ajaran Nabi Ibrahim yang dilanjutkan oleh para Nabi Daud, Musa, juga Muhammad yang kepada mereka Allah SWT berkirim salawat dan salam.
*Dosen Ilmu Komunikasi dan Filsafat UIN Syarif Hdyatullah Jakarta
Editor: Jufri Alkatiri