Potret kebakaran Los Angeles (AP Photo)
Oleh: Helmi Hidayat, M.Si*
Dua hari sebelum Los Angeles meleleh seperti ditelan Chimera, kota di negara bagian California, Amerika Serikat, itu diklaim sebagai Godless town -- kota tanpa Tuhan. Sosok yang menegaskan klaim itu adalah Nikki Glaser, pembawa acara televisi kondang di AS. Dia menegaskan klaim itu di Golden Globe Awards ke-82, sebuah upacara penghargaan untuk film dan televisi AS pada Minggu, 5 Januari 2025, di Beverly Hilton Hotel, California.
Klaim Glaser bermula dari polling bertajuk Globes Leaders yang digelar di acara itu. Salah satu pertanyaannya adalah: ‘’Apakah Tuhan pencipta alam semesta?’’ Uniknya, tidak satu pun para selebritas yang hadir menyatakan ‘’ya’’ alias zero mention.
Saat Glaser membacakan hasil polling lalu sampai pada fakta zero mention tentang Tuhan ini, orang-orang tenar di ruangan itu tertawa riang. Glaser lalu berkomentar: “Ha-ha-haa ... tidak mengejutkan di kota tanpa Tuhan ini ruangan jadi gemuruh (saat Tuhan tidak ada yang memilih).’’
Glaser tertawa, semua selebritas tertawa, lalu dua hari kemudian Tornado api juga tertawa. Makhluk itu melahap permukiman Elite Pacific Palisades, sebuah kawasan elit yang jadi favorit para selebritas Hollywood di Los Angeles, dengan ganas.
Dari lokasi elit itu, bola-bola api terus menggelinding melindas 40.000 hektar lahan di wilayah Greater Los Angeles, menelan mentah-mentah lebih dari 12.300 bangunan besar dan kecil. Ratusan ribu orang diungsikan, 24 orang tewas.
Apakah Tuhan marah dengan canda Nikki Glasser atau murka terhadap kelakuan para selebritas? Kita tidak tahu. Tuhan tidak pernah turun ke Bumi untuk dimintai konfirmasi. Baik mereka yang atheis maupun orang-orang beriman belum pernah bertemu Tuhan.
Hanya saja satu hal kita tahu pasti: Dua hari setelah Glaser menyatakan Los Angeles kota tanpa Tuhan, setengah kota itu meleleh dilumat api, setengahnya lagi menggigil kedinginan dihantam badai salju.
Orang-orang beriman berpendapat, Tuhan yang Maha Perkasa marah lalu mengutus Tornado api menelan Los Angeles. Eksistensi, sifat, dan karakter Tornado api ini pernah diceritakan Allah dalam buku suci umat Islam, QS Al-Baqarah (2) ayat 266. Sedangkan para Atheis berpendapat, kebakaran itu hanya dipicu oleh angin Santa Ana yang kering dan kencang.
Dua paradoks itu persis sama dengan paradoks dalam kasus Musa. Orang-orang beriman berpendapat Tuhan sengaja membelah Laut Merah lewat tongkat Musa agar Bani Israel diselamatkan -- sedangkan para Atheis berpendapat Musa membelah laut berkat sains yang dikuasainya.
Kata para Atheis, tidak ada campur tangan Tuhan dalam musibah di Los Angeles, sebagaimana tidak ada peran Tuhan dalam kasus terbelahnya laut di era Musa. Berkat sains yang dikuasainya, Musa sejak awal sebenarnya tahu laut bakal terbelah akibat angin kuat dari timur yang terus-menerus bertiup di atas laut lalu menyapu air kembali ke pantai barat menciptakan dataran berlumpur untuk dilalui Bani Israel. Tiupan angin yang keras secara konstan membuat permukaan tanah di tengah laut menjadi kering selama empat jam.
Tentu bukan pada tempatnya meyakinkan kaum Atheis yang sangat positivis itu dengan mengatakan Tuhan ada, berperan aktif dalam semua kutukan di Bumi, jika tidak percaya Anda masuk Neraka. Bagaimana mungkin mereka percaya Neraka dan Surga ada jika eksistensi Tuhan saja mereka tidak percaya?
Ledekan Nikki Glaser dan tawa riang para selebritas California di Beverly Hilton Hotel itu hanyalah sepenggal kisah dari sejarah panjang gerakan anak manusia membunuh pikiran anak manusia lainnya tentang Tuhan. Usia gerakan ini sangat mungkin setua peradaban umat manusia itu sendiri. Di situ terekam, ketika sekelompok orang berusaha membunuh eksistensi Tuhan, sekelompok lainnya tampil membela keberadaan Tuhan. Demikian seterusnya.
Jejak pertama gerakan membunuh eksistensi Tuhan dapat dilacak dari pikiran Leucippus dan Demokritus, dua pemikir Yunani kuno yang hidup sekitar 500 tahun sebelum Yesus lahir. Mereka berpendapat segala yang ada di jagad raya ini, termasuk manusia, terbentuk akibat bersatunya atom-atom. Jika atom-atom bersatu, jadilah dia makhluk tertentu, misalnya jadi api, air, udara, juga jadi manusia. Jika atom-atom dalam api berpisah, api itu padam. Jika atom-atom dalam diri seseorang berpisah, orang itu mati. Begitu seterusnya.
Leucippus dan Demokritus mungkin tidak bermaksud sengaja menafikan peran Zat Adi Kodrati di jagad raya ini lewat pikiran mereka, tetapi pikiran mereka tentang keabadian gerak atom-atom jelas memicu lahirnya Atheisme. Plato kemudian membendung pikiran semacam itu dengan filsafatnya tentang Alam Idea yang hakiki dan alam dunia yang palsu.
Kata Plato, untuk mengenal dunia akhirat yang hakiki, lihatlah orang-orang yang berjalan di dalam gua sambil membawa obor. Orang-orang itu berpendapat, bayang-bayang mereka di dinding gua akibat pantulan obor adalah hakiki. Ketika salah satu di antara mereka jatuh lalu terperosok ke luar gua, dia kaget melihat ada dunia lain di luar gua yang lebih terang benderang dan membuatnya terpana. Dunia di luar gua itu tidak ubahnya alam akhirat yang lebih hakiki ketimbang alam dunia ini. Tetapi, pandangan Plato ini dinilai spekulatif, jauh dari kata ilmiah. Aristoteles lalu datang dengan pikiran yang lebih rasional tentang hylomorphism – kata Yunani yang terdiri atas hyle (materi) dan morph? (bentuk). Jadi, kata dia, segala sesuatu terbentuk dari materi dan bentuk, yang terwujud akibat aktus (gerak aktualita).
Misalnya, papan jadi meja akibat (causa) gerak yang ditimbulkan tukang mebel. Sebelum jadi papan, dia kayu gelondongan yang digergaji tukang kebun. Sebelum jadi kayu gelondongan, dia pohon. Sebelum jadi pohon, dia tunas. Sebelum jadi tunas, dia biji.
Sampai di sini, timbul pertanyaan, siapa yang menggerakkan biji jadi tunas? Kata Aristoteles, itulah yang disebut Prima Causa alias Sang Penggerak Awal. Dalam bahasa agama, Prima Causa itulah Allah, Tuhan yang Maha Cerdik dan Maha Jenaka sekaligus Maha Pendendam tidk terkira.
Pandangan para pembela eksistensi Tuhan ini dulu pernah berjaya di Eropa abad pertengahan. Demikian berjayanya Gereja saat itu, sampai-sampai seorang raja tidak diakui rakyatnya sendiri jika tidak beroleh pengakuan Gereja.
Peran dominan Gereja pelan-pelan tersingkir ketika Gereja tidak mampu mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan Barat. Akibatnya lahirlah Humanisme menggantikan peran Gereja, yang puncaknya adalah perkataan William Friedrich Nietzsche yang terkenal: ‘’Jika Tuhan masih hidup, aku tidak sanggup untuk tidak menjadi Tuhan.’’
Pandangan Nietzsche menular dan menjalar ke mana-mana di Barat, termasuk ke Los Angeles di California. Ketika Glaser tertawa mendapati kenyataan tidak ada satu pun selebritas di Los Angeles memilih Tuhan dalam polling mereka, lalu dua hari kemudian kota mereka ludes dilahap Tornado api, mereka tetap mengatakan kebakaran itu hanyalah akibat angin Santa Ana yang kering dan kencang. Mereka lupa pertanyaan Aristoteles, siapakah yang menggerakkan bola-bola api dari satu gedung ke gedung lain, dari satu pohon ke pohon lain, lalu kemegahan Los Angeles tiba-tiba hanya tinggal sejarah?
*Pemikir, dosen Filsafat Komunikasi UIN Jakarta, dan Alumni Pesantren Gontor
Editor : Jufri Alkatiri