Ilustrasi: https://mtsn10tanahdatar.sch.id

Oleh: Renville Almatsier*

Sudah banyak dibicarakan di berbagai media dan forum, wacana tentang Indonesia yang pada tahun 2045 diproyeksikan menjadi salah satu kekuatan ekonomi di dunia. Yang dimaksud sebagai negara dengan kekuatan ekonomi itu adalah negara yang pertumbuhan ekonominya positif  dan tingkat inflasinya menurun -- namun, apakah masyarakat dan kehidupannya juga maju atau beradab, samasekali tidak pernah disinggung.

Padahal kita tahu, bagi kebanyakan rakyat kita, apalah artinya ekonomi yang maju bila moral masyarakatnya centang perenang dan bobrok. Karena itu, Alhamdulillah banget, ketika mengawali tahun baru 2025 ini, media publik berturut-turut memuat berita menggembirakan.

Mula-mula muncul gebrakan program Makan Bergizi Gratis bagi para pelajar yang sudah didengungkan sejak masa kampanye pilpres yang lalu. Tujuannya mengantrol tingkat daya fikir anak-anak dengan  asupan makanan bernilai tinggi yang diberikan sedini mungkin.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan pedoman  Isi Piringku dalam mengkampanyekan konsumsi makanan yang sesuai dengan pedoman gizi seimbang yang dibutuhkan anak-anak, ibu hamil, dan ibu yang menyusui. Prinsipnya adalah beragam, aman dan sesuai kebutuhan gizi  secara seimbang yakni karbohidrat, protein, lemak, serta terpenuhinya kebutuhan vitamin, mineral, serat dan air. Semua orang tahu kaitan makanan bergizi dengan pendidikan. Makanan bergizi memasok energi dan nutrisi yang dibutuhkan otak untuk berfungsi optimal. Nah, setelah kebutuhan gizi terpenuhi mari kita lihat apa berita menarik berikutnya.

Serangkaian program pendidikan dilancarkan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen). Sebagai awal dari pendidikan karakter demi mencetak sumber daya unggul, Pemerintah akan mewajibkan para siswa dan warga sekolah untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum memulai pembelajaran. Selain itu para pelajar juga dibiasakan bersenam dan berdoa.

Kebijakan itu termasuk dalam upaya menanamkan tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat yang dicanangkan Kemendikdasmen sejak akhir tahun lalu. Tujuh kebiasaan itu adalah bangun pagi, beribadah, berolahraga,  mengkonsumsi makanan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat. Semua kebiasaan saling terkait untuk membentuk karakter anak-anak Indonesia agar menjadi generasi sehat, cerdas dan berkarakter unggul (Kompas, 8 Januari 2025). Dalam bahasa kerennya, softskill juga harus diperkuat sesuai dengan kecakapan yang dibutuhkan di abad-21, yaitu berfikir kritis, kreatif, kolaboratif dan komunikatif. Singkatnya,  pendidikan tidak hanya berfokus pada kecerdasan akademik, tetapi juga pembentukan budi pekerti sejak dini.

Pendidikan diarahkan untuk menanamkan delapan karakter utama: relijius, bermoral, sehat, cerdas dan kreatif, kerja keras, disiplin mandiri dan bermanfaat. Intinya, kita sudah sama sadar bahwa potensi yang harus diaktifkan untuk menjadi manusia seutuhnya adalah “budi pekerti”. Topik ini beberapa tahun lalu pernah dikabarkan dihapus dari kurikulum anak-anak kita.

Dalam pengetahuan saya yang sederhana, semua -  mulai dari disiplin, mental, moral, karakter atau apapun sebutannya  - masuk dalam satu paket yang  berhulu pada pendidikan. Karena itu, sejalan dengan perlunya perbaikan gizi, pendidikan moral atau budi pekerti juga harus mendapat perhatian khusus sejak anak-anak.

Tayangan dan informasi yang bisa kita ikuti di berbagai media sering membuat kita ciut. Ketika bangsa lain sudah memperkenalkan berbagai kemajuan inovasi teknologi,  kita masih sibuk dengan soal disiplin, main serobot, adu kuat, berantem, intoleran, mau benar sendiri, tidak peduli lingkungan, bekerja asal-asalan, berpikir jangka pendek dan banyak hal lagi. Semua itu mencerminkan rendahnya peradaban bangsa kita.

Tingginya peradaban terkait pendidikan bisa kita lihat dari sejarah Mesir Kuno, Yunani Kuno hingga zaman modern,  revolusi industri di Eropa. Kita lihat,  pendidikan berkualitas ikut mendorong kemajuan ekonomi di Singapura. Dan tentu saja, Jepang yang memang terkenal menekankan disiplin, kerja keras dan inovasi. Konon, bagaimana membentuk kesadaran dan disiplin memungut sampah, seperti yang ditunjukkan penonton Jepang di Stadion Qatar dan Senayan, begitu juga kebiasaan antre, menyeberang jalan pada tempatnya dan tidak membuang sampah seenaknya,  diajarkan sejak mereka balita. 

Mungkin terlalu jauh kalau kita melirik ke negara-negara Finlandia, Norwegia atau Selandia Baru yang dikenal sebagai negara-negara termakmur dan penduduk paling bahagia dengan pendidikan terbaik di dunia. Namun dengan persiapan jauh-jauh hari,  insha Allah pada tahun 2045 yang tinggal 20 tahun lagi dari sekarang, kita akan siap menjadi salah satu negara maju, makmur dengan rakyatnya yang beradab.

*Pengamat Sosial dan Mantan Jurnalis Majalah Berita Tempo

  Editor: Jufri Alkatiri