Etika mengabarkan orang sakit. (detik.com)

Oleh:  Renville Almatsier*

Makin canggihnya alat komunikasi --  membuat orang cenderung ingin jadi reporter yang paling dulu mengabarkan berita, termasuk berita orang sakit. Sangat memilukan melihat foto para tamu tersenyum lebar  -- sementara si sakit terkulai tidak berdaya dengan berbagai alat dan selang di seluruh tubuhnya.

Kita sering menerima kabar tentang kawan atau saudara yang sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Kabar itu kini cepat menjalar berkat adanya fasilitas media sosial. Seringkali yang bersangkutan justru menghindar untuk mengabari bahwa  dia sakit. Bisa dimaklumi. Dia tidak ingin semua orang tahu mengenai kondisi dirinya. Mungkin juga --dia tidak mau menyusahkan orang lain, untuk datang menengok atau memikirkan kesehatannya. Ada orang sakit yang enggan ditanyai mengenai apa sakitnya. Atau, dia tidak buru-buru berkabar karena berharap akan  sehat kembali dalam waktu dekat.

Mendengar Kabar

Bila kita mendengar selentingan atau berita bahwa  si anu sakit  atau  dirawat di ICU, sebaiknya tunggu  berita  lanjutan  sebelum menyebarkan info itu ke jaringan yang lebih luas. Lebih bijaksana  mengecek pada  keluarga  atau kerabat   terdekatnya karena si sakit sendiri tentu tidak bisa mengirim kabar.  Jangan menyebarkan berita, apalagi foto si sakit tanpa izin keluarganya.Tunggu sampai ada  release  atau informasi dari keluarganya. Biasanya keluarga akan memberi kabar,  boleh atau tidaknya dijenguk, termasuk detil alamat rumah sakit, di bagian apa, kamar nomor berapa. Jangan  menyebar  kabar  berdasarkan  asumsi (apalagi tentang penyakitnya) sebelum  mengkorfirmasi dengan yang lebih berwenang.

Menjenguk

Sebagai teman,  kita tentu berniat  untuk datang menjenguknya. Selain sebagai tanda simpati, siapa tahu  kunjungan kita bisa menghibur si sakit. Bila sudah jelas infonya, barulah kita bisa datang. Kalau membawa  sesuatu, umumnya orang sakit hanya boleh makan buah-buahan. Biasanya, oleh-oleh yang kita bawa lebih dibutuhkan oleh para keluarga yang mungkin harus menjaga si pasien siang dan malam. Kalau si sakit dirawat di ruang khusus (UGD atau ICU), biasanya  kita  tidak diperkenankan masuk beramai-ramai. Mungkin juga hanya bisa  melongok dari balik kaca. Tetapi kita bisa berbincang dengan keluarganya di luar ruangan itu.

Berfoto

Kalau si sakit dirawat di kamar  perawatan, tamu diperkenankan masuk -- tetapi perhatikan kondisi si sakit, apakah dia sudah bisa diajak ngobrol?  Ingat, kalau ada  pasien  lain di ruangan itu jangan berbicara terlalu keras atau tertawa-tawa. Sering kali, karena ingin mengabarkan ke teman-teman lain bahwa kita sudah datang, lalu kita mengajak si sakit  berfoto bersama. Jangan lakukan itu apabila kondisi si sakit sangat lemah misalnya penuh dengan selang  infus  di hidung atau mulutnya.  Dia sendiri mungkin ingin menolak difoto tapi tidak kuasa berkata.

Sangat memilukan melihat foto para tamu tersenyum lebar sementara si sakit terkulai tak berdaya dengan berbagai alat dan selang di seluruh tubuhnya. Dalam kasus seperti ini, sebaiknya jangan lakukan sebelum ada izin dari keluarganya. Lebih-lebih lagi, jangan memposting foto si sakit sedang terkapar di tempat tidurnya. Pikirkan benar-benar apakah ada gunanya Anda mengirim foto itu muncul di media sosial ? Biarlah, keluarganya saja yang melakukan itu.

Ada cara lain untuk mengabarkan bahwa Anda  sudah menjenguk si sakit dan merasa perlu (?) membuktikan dengan foto. Berfotolah dengan saudara atau keluarganya yang ada di situ. Atau, silahkan memotret nomor kamarnya sekaligus memberi tahu kepada mereka yang berniat menjenguk.

Bila keadaan si pasien memang sudah memadai, bisa diajak ngobrol atau tertawa, silahkan berfoto bersamanya. Tapi bereskan dulu pakaian si sakit, tempat tidur atau alat-alat yang ada. Maksudnya agar foto itu nanti cukup pantas dan  proper untuk dilihat orang.

Pokoknya kalau cuma untuk  pamer pemberitaan tidak perlu memotret si sakit. Kecuali dia memang sudah tampak sehat, bisa tersenyum atau tertawa dan tentu saja, bersedia difoto. Ini perlu diingatkan, maklum dengan fasilitas canggih sekarang makin banyak orang mau jadi reporter yang memberi info  real time. Boleh aja  asal tau etika.(*)

*Pengamat Sosial dan Mantan Jurnalis Majalah Berita Tempo

  Editor: Jufri Alkatiri