
Rahasia Penciptaan Manusia (Foto: Grid.ID)
Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
Kuatum Tawhid Asma Allah
Pada Era Digital sekarang ini -- umat manusia dihadapkan pada hamparan obyek ilmu (ontology) dan sedang berenang dalam lautan makna, yakni, mengarungi lautan ontology nama-nama ilahi (asma-alhusna). Kemana-pun wajah memandang, akan berhadapan langsung dengan wajah-Nya. Setiap entitas diciptakan sesuai dengan tujuan keberadaannya dan manusia diciptakan berdasarkan bentuk-bentuk terbaik (ahsani taqwim). Setiap entitas berenang di lautan maknanya sendiri. Nama-nama ilahi diberikan sebagai anugerah dari dimensi Ketuhanan (Rububiyyah), wujud dari rahmat dan karunia-Nya.
Lautan frekuensi individu bani adam yang tersusun dari nama-nama ilahi, manusia, dengan penyalaan neuron otaknya, memunculkan kelompok-kelompok nama ilahi baru dari waktu ke waktu. Dengan kata lain, mereka terus-menerus menciptakan wajah mereka sendiri di dalam lautan makna pribadi mereka.
Karena Allah menghendaki untuk dikenal melalui nama-nama Ketuhanan-Nya yang spesifik (Rabbi Khash), manusia memulai perjalanan menuju Allah dengan menemukan jalan melalui nama-nama yang indah. Dalam perjalanan ini, manusia mengarungi lautan makna, kadang-kadang melawan ombak, di waktu lain menyelam untuk menemukan mutiara dan karang, dengan menjelajahi waktu, dan menyelami kedalaman lautan abadi.
Betapa indahnya perjalanan ini, pencarian menuju hakikat diri yang bersifat ilahi “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun kamu menghadap, di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 115). “Dia membiarkan dua lautan mengalir, yang kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas, yang tidak dilampaui oleh keduanya. Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang akan kamu dustakan? Dari keduanya muncul mutiara dan karang. Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang akan kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman, 19–23).
Pusat energi yang dikenal sebagai mata ketiga, yang terletak di belakang dahi (cakra dahi), mengatur komposisi nama-nama ilahi di dalam otak. Seorang manusia yang bercita-cita menjadi manusia sejati harus terlebih dahulu mengarahkan dirinya kepada Tuhannya dengan tawakkal melalui nama ilahinya yang khusus (Rabbi Khash).
Menjadi orang yang jujur ??juga memerlukan hal ini. “Sesungguhnya aku telah bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu makhluk hidup pun melainkan Dia memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya, Tuhanku berada di atas jalan yang lurus.”_ (QS. Hud, 56).
Allah telah menciptakan manusia dengan perlengkapan dan susunan nama yang paling tepat sesuai dengan tujuannya. “Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya. Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang berada di atas jalan yang benar.” (QS. Al-Isra, 84).
Dengan demikian, setiap manusia pasti akan menghadap kepada Tuhannya melalui susunan nama yang melekat pada dirinya. Kesadaran, pengabdian yang disengaja, mengingat (dzikir), beribadah, dan praktik-praktik lainnya dapat meningkatkan kapasitas ini yang sepadan dengan kemampuan dan bakat seseorang. Hal ini terutama dicapai dengan mengendalikan pikiran seseorang. (Fokus dan perspektif, atau "tatapan," juga dapat dibahas dalam konteks ini.)
Inti dari masalah ini adalah bahwa semua makhluk hidup, semua struktur yang memuliakan Allah itu hidup, meskipun bagi kita tampak mati, keberadaanya di bawah kendali Allah dan tidak akan terabaikan. "Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan terabaikan?" (Surat Al-Qiyamah, 36).
Otak memiliki jendela (indera, mata, telinga dan perasaan) tempat di mana menangkap komposisi nama-nama ilahi terwujud dari melihat/menangkap alam semesta (dunia luar dari mikrokosmos/manusia). Melalui pemicu neuron yakni, sistem saraf pusat manusia, otak dikenal sebagai pengendali umpan balik automatis yang sempurna, melalui neuron ini nama-nama baru terus-menerus diaktifkan dan diubah menjadi tindakan.
Cara kerja neuron dalam otak, yang saling terhubung melalui jaringan yang kompleks dan membentuk jalur-jalur komunikasi yang sangat terstruktur. Jalur-jalur komunikasi ini memungkinkan otak untuk mengirim dan menerima sinyal listrik dan kimia, yang kemudian diinterpretasikan sebagai informasi oleh otak. Energi kuantum ini terjadi melalui kekuatan (Malaikat) yang dikenal sebagai "al-malak." Hubungan otak yang tercerahkan al-malak dengan Tuhan ini mencerminkan Ketuhanan (Rububiyyah). (bersambung)
Note; al-malak secara bahasa berarti energi atau kekuatan.
*Pemerhati Keagamaan, Filsafat, dan Alumni UGM Yogyakarta
Editor: Jufri Alkatiri