
Rahasia Penciptaan Manusia (Foto: Kompasiana)
Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
Di sisi lain, jika manusia, berpaling kedalam diri yakni hati nurani (fuad) yang secara fitrah menghadap pada ilahi, berserah diri kepadanya, dan berserah diri, dapat mencapai kesempurnaan mereka di jalan pemurnian spiritual (laku suluk), dengan izin Allah.
Dr. Andrew Armor dari Pusat Penelitian Neurokardiologi UCLA. menemukan kumpulan neuron canggih yang ada pada jantung (qolbu/hati) yang mengandung sekitar 40.000 neuron yang disebut neurit sensorik yang berkomunikasi dengan otak. Dr. Andrew menjuluki penemuan ini sebagai “otak kecil di dalam jantung” atau the second brain yang menyimpan memori dan dapat didistribusikan ke seluruh sistem saraf
Profesor Dan Siegel dari UCLA School of Medicine secara lebih dalam menggambarkan pikiran sebagai “proses pengorganisasian diri yang muncul. Baik dalam tubuh maupun relasional, yang mengatur aliran energi dan informasi di dalam dan di antara kita.“ Artinya pengorganisasian diri dalam berpikir dan tindakan yang baik dan buruk tergantung pada jantung. Definisi ini mendukung klaim bahwa pikiran melampaui otak kita, dan pikiran itu ada di dalam fungsi jantung/hati (Siegel, 2016).
Hati yang hanif tegak lurus pada titik pusat Esensi Ilahi yang disebut Hu (Huwa) -- adalah nama Allah, berdasarkan sifat keilahiannya (uluhiyyah), mencakup semua nama-nama-Nya. Jantung berdetak diarahkan kepada Allah.
Ketika titik pusat yang ditandai dengan nama Allah terbuka, seseorang melihat Allah di luar persepsi indrawi, melihat di luar penglihatan, dan mengetahui di luar pengetahuan. Dalam konteks ini, jantung berfungsi sebagai pusat kendali utama. “Waspadalah! Ada segumpal daging di dalam tubuh yang jika dia sehat, maka seluruh tubuh akan sehat; dan jika dia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Waspadalah, itu adalah hati!” (Hadits).
Jika hati mengarahkan dirinya ke otak dengan jendela untuk melihat dunila luar (kosmos,) melalui proyeksi logika nubuwat dan kesadaran Muhammadan, nama-nama ilahi akan terwujud dalam esensinya sejauh orientasi logika wahyu.
Dengan demikian, hati mengamati alam semesta melalui proyeksi dan perspektif sunnah (tradisi) nabi. Matahari adalah jantung; Planet-Planet berada di bawahnya. Mereka melanjutkan orbitnya di sekitarnya. Anas bin Malik (semoga Allah meridhoinya) meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Iman seseorang tidak akan tegak hingga hatinya tegak. Hatinya tidak akan tegak hingga lidahnya tegak.” Multiplisitas (katsrat) dzikir dirasakan melalui data nama-nama ilahi didalam otak.
Otak itu sendiri merupakan susunan nama-nama ilahi dan bertindak sebagai penganalisa frekuensi yang memunculkan nama-nama tersebut. Melalui struktur holografiknya, otak memungkinkan perwujudan Ketuhanan pada manusia. Nama-nama ilahi diungkapkan melalui pemicu neuron. Ekspresi lahiriah mereka difasilitasi oleh kekuatan yang dikenal sebagai Malaikat melalui pengetahuan dan kekuasaan Allah. “Dan Dia mengajarkan Adam semua nama-nama itu”. Kemudian Dia menunjukkannya kepada para Malaikat dan berkata, “Beritahukanlah kepadaku nama-nama ini, jika kamu memang orang yang benar.”
Mereka berkata, “Maha Suci Engkau; kami tidak memiliki pengetahuan kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya, Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Dia berkata, “Hai Adam, beri tahukanlah kepada mereka nama-nama mereka.” Dan setelah dia memberi tahu mereka nama-nama mereka, Dia berkata, “Bukankah Aku telah mengatakan kepadamu bahwa Aku mengetahui hal-hal yang ghaib di langit dan di bumi? Dan Aku mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.” (QS. Al-Baqarah, 31–33).
Melalui kerja otak dzikir juga menghasilkan berbagai zat kimia seperti neurotransmiter, hormon, dan protein, yang membantu mengatur fungsi-fungsi otak dan mempengaruhi perilaku dan emosi manusia. Contohnya, neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin membantu mengatur suasana hati dan emosi, sedangkan hormon seperti kortisol dan adrenalin membantu mengatur respons stres dan kecemasan.
Fungsi otak sebagai penganalisis frekuensi memungkinkannya untuk memproses data yang masuk, frekuensi (nama-nama ilahi dalam pengetahuan Allah), dan interaksinya dengan strukturnya yang telah ditetapkan. Nama-nama ini mengatur hormon dan kimia tubuh, yang mengarah pada tindakan yang sesuai. Dengan cara ini, nama-nama Allah -- nan indah ada terus-menerus menyajikan aspek-aspek baru. (bersambung)
*Pemerhati Keagamaan, Filsafat, dan Alumni Fateta UGM Yogyakarta
Editor: Jufri Alkatiri