Allah Tidak Membutuhkan Puasa Manusia Foto: PWMU.Co)

Oleh : Helmi Hidayat, M.SI*

Jika ada yang beranggapan Allah adalah Tuhan yang membutuhkan puasa manusia, mereka salah duga. Tuhan yang membutuhkan puasa manusia pasti tuhan yang miskin, tuhan yang faqir. Allah yang saya sembah siang dan malam adalah adalah Tuhan yang Maha Kaya,  yang tidak membutuhkan apa pun dari para makhluk-Nya, termasuk tak membutuhkan ibadah manusia.

Jauh sebelum manusia diciptakan lalu diwajibkan melaksanakan ibadah salat, zakat, puasa, dan haji, Allah sudah mampu menciptakan galaksi-galaksi yang di dalamnya terdapat secomot bumi, termasuk menciptakan Jin dan Malaikat. Allah adalah Tuhan yang Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Suci dari pertolongan makhluk-Nya sendiri saat menciptakan jagad raya ini.

Kalaupun Allah mewajibkan ibadah kepada para hamba-Nya, semua ritus ibadah itu pasti berpulang untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk kepentingan Allah. Salat ditujukan agar pelakunya tidak berbuat fahsya dan munkar yang mengancam kemanusiaan (QS 29: 45); Puasa diwajibkan agar pelakunya berkeadaban dalam takwa (QS 2: 183);  zakat ditujukan untuk kemanusiaan sebab Allah tak butuh makan dan harta (QS 22: 37); sedangkan haji ditujukan untuk kemanusiaan sebab ibadah haji seseorang baru bisa diterima jika pelakunya penuh dengan kesalehan sosial yang dalam bahasa Arab disebut  mabruur.

Pendek kata -- Allah benar-benar tidak membutuhkan ibadah umat manusia. Untuk menegaskan posisi itu, sampai-sampai Ia menegaskannya lewat lisan Nabi Musa bahwa seandainya semua umat manusia kafir dan tidak menaati semua perintah-Nya, kekafiran itu sama sekali tidak berpengaruh pada Allah, Tuhan yang Kaya, yang tidak membutuhkan apa pun dari makhluk-Nya (QS 14:8).

Sebagai contoh, mari kaji lebih mendalam tentang puasa. -- mengapa umat Islam dan umat-umat terdahulu diwajibkan berpuasa, padahal sejak awal dikatakan Allah sama sekali tidak membutuhkan ibadah manusia? Tidak butuh kok mewajibkan? Untuk menjawabnya kita mulai dari mengkaji 99 nama baik Allah. Dari semua nama baik itu, hanya dua nama yang Dia banggakan: Al-Rahmaan (Samudera Kasih) dan Al-Rahiim (Lautan Cinta). Setiapkali seorang Muslim ingin berkarya, ia dianjurkan membaca Bismillaahir-rahmaanir-rahiim, bukan nama Allah yang lain.

Filosofi  basmalah  yang memuat pesan-pesan cinta dan kasih sayang ini terlalu luas untuk diungkapkan di sini. Tetapi, salah satu penjelasan menarik datang dari Abu Nashr Al-Farabi. Filsuf Muslim yang di Barat dikenal sebagai  Alpharabius ini berpendapat, Allah adalah sumber energi cinta dan kasih (rahmat). Demikian besar energi cinta berkubang dalam Diri Allah, sampai-sampai energi itu melimpah dari Diri-Nya, yang dari limpahan itulah tercipta para Malaikat, jin, galaksi-galaksi, juga bumi dan manusia. Dalam bahasa Arab, kata melimpah disebut  fayd – makanya teori Al-Farabi disebut teori fayd  atau emanasi.

Karena Allah adalah Samudera Kasih dan Lautan Cinta, atau Magma Cinta yang terus menyala, mudah dipahami mengapa Allah lebih membanggakan kata Rahman  dan Rahim di antara 99 nama baik yang disandang-Nya. Namun, konsekuensi membangga-banggakan dua nama ini sangat besar. Jika setelah kiamat nanti ada lebih banyak penghuni neraka ketimbang penghuni surga, Allah akan digugat oleh mayoritas hamba-Nya, terutama oleh penghuni Neraka.

‘’Ya Allah, bukankah selama ini Engkau membangga-banggakan nama Rahman dan Rahim? Tetapi mengapa lebih banyak penghuni Neraka ketimbang penghuni Surga? Mana Rahman dan Rahim yang Engkau bangga-banggakan itu?’’

Maka, agar gugatan itu tidak terjadi, di dunia ini Allah lalu memberikan bonus demi bonus pahala kepada umat manusia, agar tabungan pahala mereka tidak defisit. Lihat saja, jika berniat jahat lalu batal melaksanakan niat itu, seseorang justru dapat pahala. Jika berniat baik lalu batal melaksanakan niat baik itu, seseorang juga tetap dapat pahala. Jika bersedakah satu, seseorang dapat ganjaran 700 pahala. Kalau bukan bonus, apa lagi?

Demi lebih memperkecil peluang gugatan di Akhirat itu, Allah meningkatkan peluang bonus pahala dengan menjadikan Ramadhan bulan penuh ampunan. Di 10 hari pertama Ramadhan Allah membanjiri kasih sayang, di 10 hari kedua Dia membentangkan ampunan, dan di 10 hari ketiga Allah menjanjikan pembebasan dari api Neraka bagi mereka yang konsisten berpuasa.

Masih kurang? Allah kemudian menurunkan laitatul-qadar di 10 hari terakhir Ramadhan. Bonus ini tidak kira-kira, satu malam ibadah setara 1000 bulan atau 83 tahun beribadah. Jika dengan semua bonus itu seseorang masih masuk Neraka, entah dosa apa yang dia lakukan hingga Allah tidak mau menurunkan ampunan!

Sekali lagi, Allah tidak membutuhkan puasa umat manusia, tetapi umat manusialah yang membutuhan bulan puasa. Allah mewajibkan manusia berpuasa bukan untuk membebani mereka, tetapi justru karena limpahan cinta-Nya yang Maha Luas, Dia menginginkan semua manusia masuk Surga, semua manusia bisa melihat Wajah-Nya.

Selamat datang Ramadhan, biarkan kami bersenang-senang menjalankan ibadah selama Engkau menjadi tamu di rumah kami yang penuh dosa dan alpa. (*)

* Dosen Ilmu Komunikasi FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Filsuf,  dan Pengamat        Sosial

  Editor: Jufri Alkatiri