Perjalanan Teater Keliling (Foto: Dok Renville Almatsier)

Oleh: Renville Almatsier*

Malam Minggu dua pekan lalu -- saya menonton pertunjukan drama musikal Mirah  produksi Teater Keliling (TeKel) di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki. Pementasan ini berkaitan dengan ulang tahun TeKel yang ke 51. Pertunjukan itu juga menabalkan TeKel sebagai grup teater terkemuka di negeri ini yang tidak pernah putus berproduksi.

Cerita Mirah diadaptasi dari kisah pendekar Jawara wanita  Tanah Betawi, bernama Mirah. Selain ketangguhan dan kehebatannya sebagai Jawara Silat, Mirah juga dikenal sebagai tokoh emansiasi wanita pada masa penjajahan Belanda. Dia berani melawan penguasa  dan membebaskan wanita-wanita dari perbudakan penguasa.

Pertunjukan kolosal ini melibatkan ratusan pendukung, mulai dari pemain, tim musik, tim penyutradaraan, pelatih bela diri, pelatih tari, tim artistik, tata busana, kru relawan. Mereka berkolaborasi dengan Bina Musik Jakarta, studio produksi musik  Ruang Bunyi Productions.  Sekitar tiga jam penonton dicekam oleh tata panggung yang menarik. Di atas panggung itu -- para pemain berdialog, bernyanyi, menari di bawah sorot lampu warna warni.

Bicara Tekel tentulah tidak lepas dari dua nama pasangan Rudolf Puspa dan Dery Syrna.  Rudolf Puspa atau Rudi adalah seniman teater yang merintis kariernya sejak muda di Solo. Mereka bertemu di Teater Ketjil, ketika sama berlatih di bawah bimbingan dramawan Arifin C. Noer. Bertemu Dery yang kemudian menjadi istrinya, bersama beberapa kawan  antara lain, Buyung Zasdar, Paul Pangemanan, dan kemudian juga Jajang Pamontjak --  mereka mendirikan Teater Keliling sejak 13  Februari 1974.

Mereka merealisasikan impian yang selalu mengganggu jiwa dan pikiran Rudi. Terinspirasi oleh grup sandiwara keliling Dardanella yang lahir di tahun 1926, TeKel juga memilih pentas keliling. TeKel ingin bergerak dan menggerakkan seni teater di segenap pelosok tanah air. Dalam perjalanannya selama 51 tahun, TeKel telah lebih 1.700 kali mementaskan drama, mulai dari pelosok di daerah dalam negeri hingga di berbagai kota di manca negara. Selain pementasan umum -- grup ini juga mengikuti berbagai festival teater internasional. Berbagai penghargaan dan piagam mereka raih.

Pertunjukan Mirah  merupakan kerja besar Sutradara Rudi dengan co-sutradara putrinya Dolfri Indasuri. Pementasan ini juga merupakan pengesahan lahirnya Te Kel Generasi Kedua yang dipimpin oleh Dolfri. Meneruskan visi dan misi awal yang bergerak dengan basis kesadaran akan nilai-nilai sejarah, TeKel generasi baru ini memilih visi memajukan seni peran di  Indonesia melalui karya-karya orisinal dengan bantuan media-media baru. Beberapa cerita paling akhir yang pernah mereka tampilkan antara lain Takdir Cinta Pangeran Diponegoro (2018), The Great Rahwana (2019), Putri Mandalika dan Calon Arang (2020), Sang Saka ( 2022), Mega-Mega, Kabar dari Laut , dan Aku Chairil (2024).

Tidak pelak lagi --  kini Rudi boleh berbangga bahwa impiannya dilanjutkan oleh sang putri. Teater Keliling adalah sumbangan para pecinta teater bagi nusa dan bangsa Indonesia yang wajib didukung dan diwariskan kepada generasi penerus.

*Pengamat Sosial dan Mantan Jurnalis Majalah Berita Tempo

  Editor: Jufri Alkatiri