
Rahasia Penciptaan Manusia (Foto: Liputan6.com)
Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
Hijab dalam Diri
Esensinya terletak pada keseimbangan mengamati Ketuhanan (Haq) dalam ciptaan dan ciptaan dalam Ketuhanan. Mereka yang mencapai keseimbangan ini memahami kesatuan dalam keragaman dan keragaman dalam kesatuan. Betapa pentingnya nilai-nilai tawhid harus dijadikan landasan perilaku umat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian fungsi manusia sebagai khalifatullah di muka bumi berjalan sesuai dengan pesan-pesan tawhid, berada di antara orang-orang yang bersatu (bertawhid), membutuhkan kesadaran kesatuan dalam keragaman dan keragaman dalam kesatuan.
Orang jawa menyebut tapa ngrame proses krasadaran kesatuan dalam keragaman dan keragaman dalam kesatuan, segala sesuatu dimulai dengan pikiran dan hati. Namun, selama proses kesadaran diri, banyak suara-suara yang mengganggu, bisikan, atau pikiran yang tampaknya seperti suara dari diri kita mungkin muncul.
Segala sesuatu menjadi hidup melalui suara, maka perhatikan suara-suara ini dari mana asalnya? Pada tingkat manakah yang mereka memanggilmu? Apakah pikiran yang dihasilkan oleh suara-suara ini mengaktifkan Nama-nama Ilahi tertentu atau kelompok nama-nama di dalam diri sendiri, yang mengarah pada tindakan dan hasil yang tidak terelakkan. Jika hasilnya tidak memuaskan, keluhan dan celaan pun akan segera menyusul --namun, sebaliknya, renungkan: suara siapa yang Anda dengarkan yang menyebabkan hal ini?
Allah mengabarkan bahwa apa pun musibah yang menimpa hamba-hamba-Nya, pada jasad mereka, pada harta atau pun pada anak-anak mereka dan pada apa saja yang mereka cintai lagi sangat mereka sayangi, adalah akibat dosa-dosa yang mereka lakukan sendiri, dan sesungguhnya yang dimaafkan oleh Allah lebih banyak dari itu. Sebab, sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim terhadap hamba-hambaNYa, akan tetapi diri mereka sendiri yang nmenzhalimi diri mereka sendiri. (QS. asy-Syura-ayat-30).
Pikiran adalah wujud dari do’a yang menuju langit, do’a akan membentuk takdir seseorang -- karena itu, perhatikan pikiran yang maujud do’a dan selaraskan dengan niat yang tulus. Struktur biologis otak manusia dapat menjadi tuan rumah bagi proses kuantum. Reduksi super posisi kuantum memungkinkan pengalaman sadar muncul secara instan, maka diri sendiri bertanggung jawab atas pikiran anda. Meskipun kita tidak secara langsung dimintai pertanggungjawaban atas pikiran kita, tindakan yang dihasilkan darinya akan menjadi tanggung jawab kita.
Seiring waktu, pikiran menjadi pola yang membentuk kehidupan para salik -- seperti yang dikatakan Rumi: "Anda adalah apa yang Anda pikirkan." Jalur saraf yang kita aktifkan di otak kita menentukan tindakan yang muncul. Pepatah, "Apa yang kau tanam, itulah yang kau tuai," menunjukkan kenyataan ini. Menurut hukum Allah (Sunnatullah), Nama Ilahi Al-Hasib (Maha Penghitung) menemui setiap individu setelah setiap perbuatan, dan akibatnya terungkap sesuai dengan perilaku. Apa pun yang terbesit dalam pikiran dan niat batin setiap inividu pada akhirnya terwujud secara lahiriah.
Membaca, belajar, bertanya, dan berusaha memahami Allah dan sistem-Nya sangat penting. Sebagaimana Rasulullah saw memperingatkan: "Orang yang dua hari (pada tingkat) yang sama adalah orang yang merugi." Seseorang akan menafsirkan dan memberi makna kepada orang lain menurut Nama-nama Ilahi yang ter-install dalam dirinya. Demikian pula, setiap makhluk mengevaluasi orang lain sejauh Nama-nama Ilahi yang mereka miliki. Siapa pun yang anda fokuskan, anda selaras dengan frekuensi mereka. Maka energi negatif atau individu dengan getaran rendah menurunkan frekuensi seseorang, sementara menyelaraskan diri anda dengan orang-orang suci (awliya) berfrekuensi tinggi akan mengangkat diri-nya.
Prinsip refleksi universal ini bekerja pada seluruh ciptaan. Naluri alami adalah menanggapi kejahatan dengan kejahatan -- namun jika seseorang mampu mengubah refleksi ini menjadi kebaikan, maka orang itu memulai riak positif yang tidak terbatas. Transformator terbesar dalam pengertian ini adalah manusia yang sempurna (Insan al-Kamil).
Pesan moral tersebut adalah adanya kebolehan dan anjuran untuk mengambil berkah dari orang-orang yang shaleh. Sebab, dalam diri orang shaleh tersebut, tersimpan “cahaya” kebaikan yang selalu dibawanya dan akan menyinari batin orang-orang yang menginginkannya. Hingga pada akhirnya, “cahaya” kebaikan itulah yang dapat menghidupkan batin untuk menjadi hamba Allah yang beriman.
Setiap nama Ilahi memancarkan gelombang getaran potensialnya, dan sang salik mewujudkan getaran energi sebanyak nama ilahi yang mereka kenali. Medan kuantum tersusun dari gelombang getaran tidak terbatas. Nama-nama Ilahi yang esoteris menunggu untuk diamati, dan setiap manifestasi ilahi terjadi dalam kerangka ini. Struktur holografik, yang selaras dengan frekuensi yang sama, memahami, menarik, dan membentuk realitasnya. Segala sesuatu yang kita temui yakni; orang-orang dan situasi dalam lingkungan hidup kita, dirancang untuk memunculkan Nama-nama Ilahi di dalam diri kita sendiri. Bersamaan dengan itu, kita menjadi instrumen takdir bagi orang lain dalam proses yang sama.
Seperti yang dikatakan Syekh Muhammad al-Khani (semoga Allah menyucikan rahasianya): "Mengingat menghilangkan rasa keterasingan antara hamba dan Allah." Bacalah dzikir dan do’a dengan giat, tetapi selalu carilah bimbingan dari mentor spiritual yang berkualifikasi khusus mengenal ahwal kita. Nama-nama Ilahi seperti obat bagi masing-masing akan memengaruhi setiap jiwa secara berbeda. Kontemplasi Rahmani (refleksi ilahi) membuka penyumbatan mental dan koneksi saraf, sementara refleksi dzulmani (setan) menghalanginya.
Seiring berjalannya waktu, hal ini mengarah pada kebutaan spiritual di dunia ini dan akhirat. Setiap kata dzikir atau menyebut Nama Ilahi membawa frekuensi getaran yang unik. Penelitian otak dan ilmu saraf modern memvalidasi fenomena ini, yang dapat dialami secara langsung oleh para praktisi dzikir yang aktif. Jadi, tidak peduli seberapa sering seseorang mengucapkan "Tuhan," resonansi getaran "Allah" tidak dapat tercapai. Mereka yang mencari kebenaran yang lebih dalam harus terlebih dahulu memahami perbedaan antara "Allah" dan "Tuhan."
Dalam sistem penciptaan yang agung, semua interaksi saling berhubungan. Ya Khabir (Yang Maha Mengetahui) memastikan bahwa segala sesuatu menyadari dan menanggapi satu sama lain. Tidak ada yang ada secara independen.
Hati berfungsi sebagai komunikator utama. Mereka yang beresonansi pada frekuensi tunggal di dalam hati akan saling memahami dengan jelas, tanpa bentuk. Ini adalah bahasa hati, tempat mata melihat, telinga mendengar, dan hati memahami. Semoga kita tetap waspada terhadap pikiran kita, dan semoga hati kita menjadi wadah kesatuan Ilahi. WaAllhu a'lam
*Pemerhati Keagamaan, Filsafat, dan Alumni UGM Yogyakarta
Editor: Jufri Alkatiri