Tim Nasional Indonesia (Foto: https: superball.bolasport.com)

Oleh: Renville Almatsier*

Mungkin Anda sama berdebarnya dengan saya. Ya, dag..dig..dug, rasanya menunggu penampilan tim nasional sepakbola kita adu kekuatan melawan Timnas Australia di Stadion Sydney, Kamis tanggal 20 Maret 2025. Agaknya seluruh rakyat perlu memberi perhatian dan doa pada tim ini. Ini pertarungan penting.

Peluang Indonesia  masih terbuka untuk lolos langsung ke putaran final Piala Dunia 2026. Kita  sementara berada di peringkat ketiga Klasemen Grup C dengan enam poin, hanya tertinggal satu poin dari Australian di peringkat kedua. Paling atas adalah Jepang dan di bawah kita dengan poin sama, ada Saudi Arabia, Bahrain dan China.

Kilas balik, jauh di tahun 1950-an  kita sudah lebih dulu mengembangkan sepakbola di Indonesia. Mula-mula diasuh pelatih Choo Seng Que, di awal 1950-an -- kita sudah punya tim solid yang mampu melawan kesebelasan-kesebelasan top Asia seperti Aryan Ghimkana dari India atau SAFA dari Singapore. Waktu itu, bahkan juga Jepang yang kini tampil sebagai Samurai Asia,  Saudi, Bahrain belum ada apa-apanya. Paling-paling yang ada, baru  Burma (kini Myanmar) dan Korea Selatan. Malaysia, dan Thailand belum ada muncul.  Apalagi Cina dan  Filipina, mungkin baru belajar menendang bola.

Indonesia segera menjadi bintang Asia di Era Kepelatihan Toni Pogacnick. Prestasi fenomenal kita yang selalu jadi catatan sejarah adalah ketika di Olympiade Melbourne 1956, bisa menahan Uni Sovyet 0-0 di babak penyisihan..  Negeri Kanguru Australia sendiri baru bangkit belakangan ini setelah makin banyak kedatangan  Imigran asal Balkan. Tetapi kini, perkembangan kemajuan di negara-negara pesaing itu, sudah sama kita ketahui.

Doeloe dikenal sistem permainan sepakbola berasal dari Inggris yang dinamakan “WM” (sesuai bentuk formasi pemain di lapangan), dengan formasi 3-4-3 (tiga bek, empat pemain tengah dan tiga penyerang).  Sistem WM membutuhkan penyerang yang cepat dan memiliki kemampuan mencetak gol. Itu yang kita lihat dalam tim-tim masa lalu.

Kita  pernah punya trio Sian Liong-Ramang-Djamiat; Henky  Timisela-Parhim-Omo atau Suwardi-Ramang-Noor Salam, lalu ada  Yakob Sihasale-Sutjipto-Risdianto. Pemain sayap, di era yang berbeda kita pernah punya Aang Witarsa, Ade Dana, Saari, Wimpie, Iswadi, Waskito dan Abdul Kadir. Begitu juga dalam bertahan. Bek kita kuat sekali Chaeruddin dan Thio Him Tjiang didukung oleh Kiat Sek dan Liong Houw saat bertahan. Rukma, Fattah Hidayat, dan Ronny Patti adalah beberapa nama gelandang lainnya.

Perubahan memang mengikuti jalannya sejarah. Timnas kita yang akan bertempur di Sydney, berbeda. Kita  diramaikan dengan pemain-pemain Diaspora keturunan Belanda. Kini, pelatih kepala yang baru, Patrick Kluivert dan tim pelatih akan didampingi oleh penasihat teknis Jodi Cruyff, putra Johan Cruyff, legenda dari Ajax dan Barcelona. Sama-sama berasal dari Belanda, Patrick dan Jordi pernah bermain untuk Ajax dan Barcelona, dua klub dengan filosofi bermain yang konsisten sampai hari ini.

Kita ingat Cruyff-senior adalah penyempurna filosofi Total Football yang ditemukan Rinus Michels. Total Football sangat menekankan kelancaran serta fleksibilitas memainkan bola-bola pendek. Menciptakan pola permainan dinamis dan tidak terduga, dengan memungkin para pemain saling bertukar posisi. Kluivert tentu sudah memikirkan taktik yang bakal diturunkannya hari Kamis dan lima hari kemudian melawan Bahrain di GBK. Hampir pasti dia akan menurunkan pengalamannya.

Dengan makin populernya sistem 4-2-3-1 serta beberapa variannya, tim  dituntut menjaga keseimbangan antara pertahanan dan serangan. Dalam Timnas warisan Shin Tae Yong, saat ini kita belum melihat penyerang seperti trio-trio yang doeloe itu. Tukang gedor  a la Ramang, Sutjipto, atau Yakob, belum kelihatan. Rafael Struick dan Ragnar Oratmangoen yang diharapkan untuk tugas itu, kelihatan kurang daya gedornya.

Kini digadang-gadang Ole Romeny yang konon sudah punya nama di Eredivisie, kompetisi Belanda dan baru merumput di Inggris -- tetapi  kehebatannya itu baru saya dengar ceritanya saja. Dia akan dipasangkan dengan Ragnar dan Rafael.

Di lini serang pendukung ada Calvin Verdonk, Marselino  Ferdinan, Thom Haye dan Sandy Walsh. Untuk pertahanan kita punya Kevin Diks, Jay Idzes, Mees Hilgers dan  Rizky Ridho. Cukup mantap. Masih ada nama-nama lain yang menyusul sesuai selesainya proses naturalisasi.

Mereka pemain-pemain yang memiliki standar kualitas dan skill bagus dalam klub masing-masing, terutama yang bermain dalam kompetisi di Eropa -- tetapi mereka perlu harmoni dengan rekan setimnya. Dalam waktu yang singkat Kluivert dan tim pelatih harus mampu memadukan agar mereka langsung bisa tampil dengan kemampuan terbaiknya. Bukan pesimis, cuma dag-dig-dug…Kita harus yakin meski mereka baru berlatih bersama selama empat hari di Sydney setelah melalui perjalanan panjang dari tempat masing-masing. Diharapkan pada saat turun gelanggang mereka sudah padu.

Bagaimanapun  performa tim di level internasional ada perpaduan kemampuan pelatih dan para pemain untuk menerapkan rencana taktik pelatih. Nah, karena itu diminta dukungan doa Anda, semoga tim Indonesia membawa pulang hasil gemilang dari Sydney dan Senayan.

*Mantan Jurnalis Senior Majalah Tempo dan Pengamat Olahraga

 Editor: Jufri Alkatiri