
Tunjangan Hari Raya, Tradisi Berbagi (Foto: cakrawalanews.co)
Oleh: Prof. Dr. Murodi al-Batawi, MA*
Baru-baru ini ada Joke yang cukup viral di Medsos. Katanya, Lebaran ditunda. Orang yang mendengar berita tersebut pasti kaget. Kok bisa lebaran ditunda? Padahal Iedul Fitri sudah berlangsung lama, sekira 1.500 tahun. Tidak mungkin bisa menunda Lebaran. Joke itu berlanjut. Bisa saja terjadi, katanya. Banyak orang yang tidak berpuasa -- ikut lebaran dan minta Tunjangan Hari Raya (THR) lagi. Banyak orang yang tidak bekerja pada minta THR. Padahal mereka pengangguran semua. Joke ini kemudian menjadi viral, seviral THR. Apa itu THR, dan bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan THR di Indonesia. Ini narasinya.
Pengertian dan Sejarah THR
Tradisi THR di Indonesia merupakan salah satu tradisi yang sangat penting dan memiliki makna yang mendalam. THR adalah suatu bentuk tunjangan yang diberikan kepada karyawan atau pegawai sebagai bentuk penghargaan atas kinerja mereka selama satu tahun, yang biasanya diberikan menjelang Idul Fitri.
Tradisi THR di Indonesia dipercaya berasal dari budaya Timur Tengah yang diadopsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Djoko Adi Prasetyo, pakar antropologi, tradisi THR kemungkinan berasal dari pengejawantahan bentuk sedekah sesuai ajaran Islam -- karena orang Indonesia mayoritas Muslim, mereka suka bersedakah dan berbagi dengan sesama menjelang lebaran atau di luar waktu itu. Lama-kelamaan, menjadi sebuah tradisi baik yang berkembang di Indonsia -- karena pemberian THR merupakan tradisi berbagi dari mereka yang berlebihan, maka tentu saja memiliki banyak makna, antara lain makna simbolik; yaitu sebagai bentuk kasih sayang dan rasa persaudaraan di antara keluarga dan kerabat. Selain itu, THR juga merupakan bentuk penghargaan atas kinerja seseorang selama satu tahun.
Sejarah Tradisi THR di Indonesia
Tradisi THR Pada Masa Kesultanan di Indonesia. Pada zaman Kerajaan Islam di Indonesia, tradisi Tunjangan Hari Raya sudah ada dan berkembang dalam bentuk yang berbeda-beda. Misalnya pada zaman Kerajaan Islam Demak (1478-1568), pemberian THR sudah dilakukan, hanya bentuknya berbeda. THR dalam bentuk zakat fitrah yang diberikan pada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan zakat fitrah.
Selain zakat fitrah yang diberikan kepada masyarakat miskin dan yang membutuhkan, pada masa Kerajaan Mataram (1587-1755), tradisi THR berkembang dalam bentuk hadiah hari raya yang diberikan oleh raja kepada para pejabat dan pegawai kerajaan. Hadiah ini diberikan sebagai bentuk penghargaan atas jasa dan pengabdian mereka kerja. Kemudian pada zaman Kerajaan Yogyakarta (1755-1945), tradisi THR berkembang dalam bentuk THR untuk abdi dalem yang diberikan oleh Sultan kepada para abdi dalem (pegawai kerajaan) sebagai bentuk penghargaan atas jasa dan pengabdian mereka kepada kerajaan.
Masa Orde Lama (1945-1966) -- tradisi THR mulai berkembang lebih luas di Indonesia. Pemerintah pada saat itu mulai mengatur THR -- melalui peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Sudah lebih baik karena distur dalam peraturan pemerintah. Masa Orde Baru (1966-1998) -- tradisi THR terus berkembang dan menjadi lebih formal. Pemerintah pada saat itu mengeluarkan peraturan-peraturan yang lebih ketat mengenai tradisi THR, termasuk besaran tunjangan yang harus diberikan oleh perusahaan.
Masa Reformasi (1998-sekarang) -- tradisi THR terus berkembang dan menjadi lebih fleksibel. Pemerintah pada saat ini memberikan kebebasan lebih besar kepada perusahaan untuk menentukan besaran tunjangan yang akan diberikan kepada karyawannya.
Makna Tunjangan Hari Raya: THR memiliki makna yang mendalam dalam perspektif sosial keagamaan di Indonesia.
Makna Sosial Keagamaan THR : 1. Pengamalan Ajaran Islam: THR dapat dipahami sebagai pengamalan ajaran Islam tentang pentingnya berbagi dan memberi kepada orang lain, terutama kepada mereka yang membutuhkan. 2. Pengembangan Keadilan Sosial: THR dapat dipahami sebagai upaya pengembangan keadilan sosial dalam masyarakat, karena dapat membantu meningkatkan kesejahteraan karyawan dan masyarakat. 3. Pengukuhan Silaturahmi: THR dapat dipahami sebagai pengukuhan silaturahmi antara karyawan dan perusahaan, serta antara karyawan dan masyarakat. 4. Pengembangan Budaya Religius: THR dapat dipahami sebagai pengembangan budaya religius dalam masyarakat, karena dapat membantu meningkatkan kesadaran dan penghayatan agama dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-Nilai Sosial Keagamaan THR : 1. Keadilan: THR dapat dipahami sebagai pengamalan nilai keadilan dalam masyarakat, karena dapat membantu meningkatkan kesejahteraan karyawan dan masyarakat. 2. Kesetiakawanan: THR dapat dipahami sebagai pengamalan nilai kesetiakawanan dalam masyarakat, karena dapat membantu meningkatkan silaturahmi antara karyawan dan perusahaan, serta antara karyawan dan masyarakat. 3. Kemanusiaan: THR dapat dipahami sebagai pengamalan nilai kemanusiaan dalam masyarakat, karena dapat membantu meningkatkan kesejahteraan karyawan dan masyarakat. 4. Ketaqwaan: THR dapat dipahami sebagai pengamalan nilai ketaqwaan dalam masyarakat, karena dapat membantu meningkatkan kesadaran dan penghayatan agama dalam kehidupan sehari-hari.
Implikasi Sosial Keagamaan THR : 1. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat: THR dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama karyawan dan keluarganya. 2. Meningkatkan Kesadaran Agama: THR dapat membantu meningkatkan kesadaran dan penghayatan agama dalam kehidupan sehari-hari. 3. Meningkatkan Silaturahmi: THR dapat membantu meningkatkan silaturahmi antara karyawan dan perusahaan, serta antara karyawan dan masyarakat. 4. Meningkatkan Keadilan Sosial: THR dapat membantu meningkatkan keadilan sosial dalam masyarakat, karena dapat membantu meningkatkan kesejahteraan karyawan dan masyarakat.
Respons Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah dan masyarakat di Indonesia memiliki respons yang positif terhadap tradisi Tunjangan Hari Raya (THR). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk memberikan THR kepada karyawannya, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016.
Masyarakat juga sangat menghargai tradisi THR ini, karena dianggap sebagai bentuk penghargaan dan kasih sayang dari pemberi kerja kepada karyawannya. Selain itu, THR juga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan karyawan dan masyarakat, terutama dalam mempersiapkan diri untuk merayakan hari raya. Namun, perlu diingat bahwa respons pemerintah dan masyarakat terhadap tradisi THR dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi ekonomi dan sosial yang ada. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap kebijakan dan tradisi THR ini agar dapat lebih efektif dan bermanfaat bagi semua pihak.
THR dan Dunia Usaha
Tunjangan Hari Raya memiliki peran yang signifikan dalam dunia usaha di Indonesia. Terdapat aspek positif dan negatif dari tradisi THR bagi dunia usaha.
Aspek Positif THR dalam Dunia Usaha: 1. Meningkatkan Motivasi Karyawan: THR dapat meningkatkan motivasi dan produktivitas karyawan, karena mereka merasa dihargai dan dihormati oleh perusahaan. 2. Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan: THR dapat membantu meningkatkan kesejahteraan karyawan dan keluarganya, terutama dalam mempersiapkan diri untuk merayakan hari raya. 3. Meningkatkan Citra Perusahaan: THR dapat meningkatkan citra perusahaan sebagai perusahaan yang peduli terhadap karyawan dan masyarakat. 4. Meningkatkan Kinerja Perusahaan: THR dapat meningkatkan kinerja perusahaan, karena karyawan yang merasa dihargai dan dihormati cenderung memiliki motivasi dan produktivitas yang lebih tinggi.
Aspek Negatif THR dalam Dunia Usaha: 1. Meningkatkan Biaya Operasional: THR dapat meningkatkan biaya operasional perusahaan, terutama jika perusahaan memiliki banyak karyawan. 2. Meningkatkan Beban Keuangan: THR dapat meningkatkan beban keuangan perusahaan, terutama jika perusahaan memiliki keterbatasan keuangan. 3. Meningkatkan Ketergantungan Karyawan: THR dapat meningkatkan ketergantungan karyawan terhadap perusahaan, karena mereka merasa bahwa perusahaan memiliki kewajiban untuk memberikan THR. 4. Meningkatkan Konflik Karyawan: THR dapat meningkatkan konflik karyawan, terutama jika ada perbedaan pendapat tentang besaran atau cara pembayaran THR.
Strategi Mengelola THR dalam Dunia Usaha: 1. Mengatur Anggaran: Perusahaan harus mengatur anggaran untuk THR dengan baik, agar tidak membebani keuangan perusahaan. 2. Mengkomunikasikan Kebijakan: Perusahaan harus mengkomunikasikan kebijakan THR dengan jelas kepada karyawan, agar tidak ada kesalahpahaman. 3. Mengatur Cara Pembayaran: Perusahaan harus mengatur cara pembayaran THR dengan baik, agar tidak membebani karyawan. 4. Mengevaluasi Kinerja: Perusahaan harus mengevaluasi kinerja karyawan sebelum memberikan THR, agar dapat menentukan besaran THR yang tepat.
Narasi tentang tradisi THR di Indonesia ini – telah berlangsung sangat lama dan tradisi tersebut berdampak positif bagi masyarakst dan dunia bisnis – serta dampak negatifnya, terutama bagi para pebisnis.
*Dosen Tetap Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pengamat Sosial Keagamaan
Editor: Jufri Alkatiri