
Lailatul Qadar (Foto: Republika)
Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
Malam Qadar (lailat al-qadar) merupakan pengetahuan yang bersifat spiritual (ghaib), untuk mengetahuinya haruslah ber-mujahadah terlebih dahulu dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt atau makrifah dan ber-mukasyafah sehingga bisa menjangkau hakikat.
Adapun ciri orang yang sudah mendapatkan lailat al-qadar, diantaranya yaitu mendapat ketenangan jiwa, bersungguh-sungguh dalam beribadah, mendapatkan hikmah sehingga sangat hati-hati atau apik dalam kesehariannya (tidak mencampurkan tauhid dengan syirik, yang hak dengan yang batil), ada pancaran sinar kesempurnaan an-Nur adz-Dzatiyyah al-Ilahiyyah yang dipantulkan dalam dirinya.
Intinya bukan hanya mengejar keutamaan dan pahalanya saja -- akan tetapi bagaimana caranya kualitas upaya kita agar bisa ditingkatkan agar dapat melakukan makrifat kepada Allah Swt. dengan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang terdapat dalam lailat al-qadar. Sebagaimana yang tersebut dalam Al-Qur’an, bahwasannya Allah menurunkan Al-Qur’an, pada malam al-qadar, sedang bulan Ramadhan merupakan bulan diturunkannya Al-Qur’an.
Dalam perspektif esoteris (bathin), menggapai malam tersebut bukan dengan mengamati perkiraaan tanggalnya, atau dengan menggunakan pengetahuan biasa tetapi harus dengan kasyf atau mukasyafah menjamah alam hakikat (dimensi tinggi), mengenali tanda-tandanya lewat penekanan rasa, pengolahan bathin, maka Allah akan membukakan hijab terhadap dirinya dari ke-nasut-annya (dimensi alam nyata) kepada sifat lahut (dimensi alam ilahiyahnya) yang ada pada dirinya yakni; hati nurani atau hati yang bercahaya sehingga hakikat malam al-qadar dapat dijangkau.
Kerancuan ketika hanya mengamati perkiraan tanggalnya Nuzulul Qur'an yang umum diperingati setiap tanggal 17 Ramadan mengacu pada Al-Qur'an surat Al-Anfal ayat 41. Dalam ayat tersebut, para ulama mengartikan kata yaumul furqan sebagai bertemunya dua pasukan Muslim dan kafir Quraisy saat perang Badar pada 17 Ramadan.
Jika meneliti hadits dengan sedikit bantuan program komputer mencari hari turunnya wahyu pertama yaitu QS al Alaq/97: 1-5; diperoleh clue (petunjuk): pertama berdasar riwayat “Pada hari itulah aku dilahirkan dan pada hari itu pula turun (wahyu pertama) kepadaku.” (HR. Ahmad, Al Baihaqi dan Al Hakim). Dari petunjuk di atas, Nabi lahir pada hari Senin dan mendapat wahyu pertama juga hari “Senin”, Clue ke dua; wahyu pertama turun pada bulan Ramadhan QS. surat albaqarah/2: 185, dan Clue ke tiga Nabi mendapat Wahyu pertama pada tahun 13 sebelum Hjrah pada umur Nabi 40 tahun, Clue ke empat Laitul qadar turun pada 10 hari terakhir puasa (hadits).
Berdasar ke empat petunjuk dengan bantuan perhitungan komputer akan ditemukan bahwa Nabi mendapat wahyu pertama-kali di Gua Hira pada tanggal 21 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijrah.”Lailat al-qadar bukan sekedar mencari atau memburu pahala seribu bulannya saja -- akan tetapi menemukan hikmah yang tersirat di dalamnya, seribu bulan itu merupakan isyarat betapa agungnya malam tersebut, dengan malam itu -- kita layaknya mampu mengenali (ber-makrifat) siapa pemilik dari semua keutamaan semesta, Yakni Allah ‘Azza wa Jalla, hakikat paling utama yang fadhilah-nya tidak terbatas. Maka tidaklah berarti apa-apa jika malam al-qadar dibanding ke-Maha Kuasaan-Nya meski sudah bernilai khairun min alfi syahrin (lebih baik dari seribu bulan). Maka yang menjadi tujuannya bukanlah pahala malam al-qadar, akan tetapi mengenal (makrifat) pemilik segala fadhilah dan pahala yang menciptakan malam tersebut, Allah Swt.
Perkembangan Fisika Kuantum memiliki beberapa konsep yang terkait dengan spiritualitas (ilahiyah), seperti keterkaitan “non-lokal”, “super posisi”, entanglement dan medan energi. Diisyaratkan dalam al-qur’an surat an-Nur ayat 35, bagaimana cara kuantum cahaya ilahi masuk ke dalam hati yang bersifat cahaya (fuad): Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti Mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon Zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nur/24; 35).
Entanglement (belitan) adalah fenomena di mana dua atau lebih partikel sub-atomik saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain, sehingga keadaan partikel yang satu tidak dapat dijelaskan secara terpisah dari keadaan partikel yang lain. “Pada malam itu turun Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.” (QS. al-Qadar/97: 4)
Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah,(yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami (Tuhan). Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus Rasul-Rasul, sebagai rahmat dari Tuhan-mu (QS. Dhukhon/44: 4,5,6).
Belitan cahaya Ilahi (Allahu nurus samawati), turunnya Malaikat yang berarti energi positif dan hati manusia yang juga bersifat cahaya, dan turunnya Al-Qur’an sebagai hudan (petunjuk), artinya yang menuntun manusia beriman kepada Tauhid Allah dan selalu ber-tawajuh ke arah-Nya terjadi belitan (entanglement) sehingga Allah memberi petunjuk pada mereka menuju derajat yaqiin. Kemudian sebagai bayyinatin (penjelesan-penjelasan) yang mengarahkan manusia ke martabat ‘ain al-yaqiin dan furqon (pembeda) yang membukakan manusia ke martabat haq al-yaqiin.
Di sisi lain, non-lokalitas adalah konsep dalam fisika kuantum yang menyatakan bahwa ada keterkaitan antara partikel-partikel subatomik bahkan ketika mereka terpisah dalam jarak yang jauh sekalipun. Jadi tidak masalah dengan jarak kuantum atau dimensi spiritual, langit terbuka dan cahaya ilahi dan Malaikat menjalin keterkaitan, dengan melatih ketajaman hati dan pikiran serta bersungguh-sungguh dalam ber-mukasyafah dengan Tuhan dan ayat-ayat-Nya.
Qalbun atau hati yang sejatinya bersifat cahaya dapat dimaknai menjadi tiga jenis -- yakni qalbun salim atau hati yang sehat yang mengakui kebenaran, menerimanya dan terikat dengan sempurna dan tunduk kepada-Nya. Kemudian qalbun marid atau hati yang sakit, yaitu hati yang masih mempunyai kehidupan namun berpenyakit. Dan yang terakhir qalbun mayyit, jenis hati yang paling parah rusaknya, dia tidak mengenal Tuhannya, tidak menerima kebenaran dan tidak tunduk kepada-Nya. Hati yang bisa menjangkau isyarat-isyarat lailat al-qadar adalah jenis hati yang pertama, yaitu hati yang selamat menerima kebenaran dan mengakui serta patuh terhadap Tuhannya.
Konsep superposisi dalam fisika kuantum. Dalam konsep ini, puasa pada bulan Ramadhan dapat diartikan sebagai keadaan di mana manusia berusaha mencapai kesatuan dengan Sang Pencipta dan berada dalam keadaan super posisi dengan-Nya. Partikel Tuhan, atau lebih dikenal sebagai boson Higgs, adalah salah satu aspek yang paling misterius (ghaib mutlak) akan dan penting dan menentukan dalam fisika moderen. Maka firman Allah dalam hadits qudsi disebutkan “Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia (puasa) untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya”. (HR. Bukhari wa Muslim)
Keberadaan medan energi dasar yang meresap ke seluruh alam semesta. Setiap partikel muncul sebagai fluktuasi dalam medan kuantum ini, sebagaimana semua eksistensi berasal dari Allah. Secara ilmiah, semua entitas di alam semesta saling terhubung dan ada dalam pertukaran energi yang konstan.
Allah berkehendak melihat manifestasi nama-nama-Nya yang indah; maka, Dia menciptakan alam semesta sebagai cermin. Akan tetapi, tidak ada satu bagian pun dari alam semesta ciptaan ini yang mampu sepenuhnya mencerminkan wujud Ilahi, dan tidak pula mampu melakukannya. Oleh karena itu, Allah menciptakan Manusia dengan kedua tangan-Nya, sebagai ciptaan (makhluk) yang paling sempurna (Insan al-Kamil) - karena manusia diciptakan dengan kedua tangan, maka dia memperoleh hak untuk memiliki wujud. Dengan diciptakan sesuai dengan Wujud Ilahi, dia juga dianugerahi status Khalifah.
Esensi lailat al Qadar, memgacu pada wahyu pertama QS. Al-Alaq 1-5, membangun pribadi manusia beriman berdasarkan pengetahuan (science), terbentuknya keyakinan melalui pengetahuan tentang adanya otoritas dan kehendak Tuhan, dalam ayat tersebut mengandung pesan ontologis sumber ilmu. Pada saat Nabi diperintahkan untuk membaca dan yang menjadi obyeknya bermacam-macam, baik ayat qauliyah (yang diwahyukan, tertulis) dan qauniyah (membaca alam semesta)
Belitan keterkaitan antara Tuhan dengan manusia, dan semesta melalui malam qadar, pertama memberikan potensi dan fundamental yang mampu membuat manusia berkembang dengan potensi mampu menangkap semua ilmu pengetahuan.
Kedua dengan landasan melihat, mengamati dan membaca hasilnya bermuara pada kesadaran keyakinan akan kejadiannya (penciptaan) bahwa Allah Sang Maha Pencipta. Wajib bagi manusia untuk bersyukur karena tercipta sebagai makhluk paling sempurna Insan Kamil)
Ketiga pesan ilahi yang selalu tertanam; sadar akan eksistensi ketuhanan dan andil Tuhan dalam mengurus makhluk karena hal ini sesuai dengan akal sehat. Apakah manusia mengira bahwa dia akan dibiarkan begitu saja (QS. al-Qiyamah ayat 36). (*)
*Pemerhati Keagamaan, Filsafat, dan Alumni Fateta UGM Yogyakarta
Editor: Jufri Alkatiri