Tradisi Mudik Lebaran (Foto: CNN Indonesia)

Oleh: Prof. Dr. Murodi al-Batawi, MA*

Tradisi mudik adalah tradisi yang sudah sangat melekat di Indonesia -- terutama menjelang hari raya Idul Fitri. Mudik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perjalanan pulang ke kampung halaman, terutama menjelang hari raya, seperti Idul Fitri dan Natal. Tradisi ini sudah ada sejak lama dan menjadi bagian dari budaya Indonesia. Tujuan utama dari tradisi mudik adalah untuk berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara di kampung halaman. Selain itu, mudik juga menjadi kesempatan untuk melepas rindu dan berbagi kebahagiaan dengan orang-orang tercinta.

Sejarah Tradisi Mudik

Tradisi mudik menjelang Idul Fitri memiliki sejarah yang panjang dan mendalam di Indonesia. Istilah mudik  sendiri berasal dari kata udik  dalam bahasa Melayu, yang berarti hulu atau ujung. Pada zaman dahulu, masyarakat Melayu yang tinggal di hulu sungai sering bepergian ke hilir sungai menggunakan perahu atau biduk, dan kemudian kembali ke hulu pada sore hari.

Tradisi mudik sendiri telah ada sejak zaman kerajaan, di mana para petani Jawa akan pulang ke kampung halaman mereka untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga dan sanak saudara. Namun, istilah mudik mulai dikenal luas di era tahun 1970-an, ketika banyak orang melakukan urbanisasi dan pindah ke kota untuk mencari pekerjaan.

Tradisi mudik di Indonesia memiliki sejarah yang panjang, terutama selama masa kesultanan di Indonesia.  Selama masa kesultanan Mataram (1587-1755), tradisi mudik belum terlalu populer. Namun, ada beberapa catatan yang menunjukkan bahwa masyarakat Jawa telah melakukan perjalanan ke kampung halaman mereka untuk merayakan hari-hari besar seperti Idul Fitri. Kemudian pada masa Kesultanan Yogyakarta, tradisi mudik mulai menjadi lebih populer. Masyarakat Jawa yang tinggal di kota-kota besar seperti Yogyakarta dan Surakarta mulai melakukan perjalanan ke kampung halaman mereka untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga dan sanak saudara.

Selanjutnya, pada masa Kesultanan Surakarta, tradisi mudik juga menjadi lebih populer. Masyarakat Jawa yang tinggal di kota-kota besar seperti Surakarta dan Yogyakarta mulai melakukan perjalanan ke kampung halaman mereka untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga dan sanak saudara. Dan pada saat Belanda datang dan menjajah (1596-1945), di Indonesia, tradisi mudik tetap terjadi, terutama menjelang perayaan Iedul fitri. Para urban yang datang dan bekerja di kota besar atau perkebunan Belanda, mendapat cuti libur untuk berkumpul bersama keluarga untuk merayakan lebaran bersama.

Kemudian, pada kemerdekaan hingga kini, masyarakat Indonesia tetap melestarikan tradisi mudik menjelang hari Lebaran untuk berkumpul bersama keluarga. Meski saat itu, istilah mudik belum sepopuler sekang, dan baru populer sekitar tahun 1970-an, ketika banyak orang Jawa yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, ingin kembali ke kampung halaman untuk kumpul bersama merayakan Iedul fitri. Sejak saat itu hingga kini, istilah mudik dan tradisi mudik menjadi tradisi yang dilakukan dan dipertahankan.

Faktor yang mempengaruhi Tradisi Mudik di Indonesia

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tradisi mudik di Indonesia, antara lain: 1. Pengaruh Agama Islam: Agama Islam memiliki pengaruh yang besar terhadap tradisi mudik di Indonesia. Perintah untuk melakukan ibadah Idul Fitri dan berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara membuat masyarakat Jawa melakukan perjalanan ke kampung halaman mereka. 2. Pengaruh Budaya Jawa: Budaya Jawa juga memiliki pengaruh yang besar terhadap tradisi mudik di Indonesia. Masyarakat Jawa memiliki tradisi untuk berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara pada hari-hari besar seperti Idul Fitri. 3. Pengaruh Ekonomi: Faktor ekonomi juga memengaruhi tradisi mudik di Indonesia. Masyarakat Jawa yang tinggal di kota-kota besar memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik untuk melakukan perjalanan ke kampung halaman mereka.

Saat ini, tradisi mudik telah menjadi bagian integral dari budaya Indonesia, di mana jutaan orang memilih untuk pulang ke kampung halaman mereka menjelang Idul Fitri. Meskipun tradisi ini memiliki makna yang mendalam, namun juga memiliki dampak yang signifikan terhadap ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.

Tradisi dan Kegiatan Mudik

Beberapa tradisi dan kegiatan yang biasanya dilakukan selama mudik: 1. Pulang ke Kampung Halaman: Masyarakat akan kembali ke kampung halaman mereka untuk berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara. 2. Makan Bersama: Keluarga dan sanak saudara akan berkumpul untuk makan bersama dan berbagi kebahagiaan. 3. Ziarah ke Makam: Masyarakat juga akan melakukan ziarah ke makam leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal. 4. Berbagi Hadiah: Masyarakat juga akan berbagi hadiah dan barang-barang lainnya sebagai tanda kasih sayang dan kebahagiaan.

Dampak Tradisi Mudik

Tradisi mudik di Indonesia yang sudah berlangsung ratusan tahun, selain berdampak positif, ada juga dampak negatifnya. Dampak positif dari tradisi mudik, antara lain; Meningkatkan Keharmonisan Keluarga. Meningkatkan Aktivitas Ekonomi daerah asal kampung mereka. Meningkatkan Kebanggaan terhadap Budaya dan tradisi di Indonesia. Kemudian, meski banyak dampak positif dari tradisi mudik, juga ada pengatuh negatifnya.

Dampak Negatif Mudik

Tradisi mudik juga memiliki beberapa dampak negatif, antara lain: Kemacetan lalu lintas dan risiko rawan kecelakaan dan penyebaran penyakit menular. Dan itulah risiko yang dihadapi para pemudik.

Makna Tradisi Mudik

Tradisi mudik lebaran memiliki makna yang sangat mendalam dan beragam, antara lain: Makna Spiritual : 1. Pulang ke Asal: Mudik lebaran dapat diartikan sebagai pulang ke asal, yaitu kembali ke kampung halaman dan berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara. 2. Mencari Berkah: Tradisi mudik lebaran juga memiliki makna spiritual, yaitu mencari berkah dan ridha Allah Swt. 3. Meningkatkan Ketaqwaan: Mudik lebaran juga dapat meningkatkan ketaqwaan dan kesadaran akan pentingnya beribadah dan menjalankan ajaran agama.

Makna Sosial : 1. Meningkatkan Keharmonisan Keluarga: Mudik lebaran dapat meningkatkan keharmonisan keluarga dan memperkuat ikatan antara anggota keluarga. 2. Meningkatkan Kebanggaan terhadap Budaya: Tradisi mudik lebaran juga dapat meningkatkan kebanggaan terhadap budaya dan tradisi Indonesia. 3. Meningkatkan Kesadaran Sosial: Mudik lebaran juga dapat meningkatkan kesadaran sosial dan kepedulian terhadap sesama.

Makna Ekonomi : 1. Meningkatkan Aktivitas Ekonomi: Mudik lebaran dapat meningkatkan aktivitas ekonomi di daerah-daerah yang dikunjungi. 2. Meningkatkan Pendapatan: Tradisi mudik lebaran juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai kegiatan ekonomi. 3. Meningkatkan Kesejahteraan: Mudik lebaran juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial dan ekonomi.

Makna Filosofis : 1. Pulang ke diri sendiri: Mudik lebaran dapat diartikan sebagai pulang ke diri sendiri, yaitu kembali ke akar dan identitas diri. 2. Mencari Makna Hidup: Tradisi mudik lebaran juga dapat diartikan sebagai mencari makna hidup dan tujuan hidup. 3. Meningkatkan Kesadaran Diri: Mudik lebaran juga dapat meningkatkan kesadaran diri dan kepedulian terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Menjelang perayaan Iedul Fitri dan hari besar di Indonesia, ada satu aktifitas masyarakat di Indonesia, yaitu mudik atau pulang kampung yang sudah menjadi tradisi dan menjadi bagian integral dari budaya Indonesia. Tradisi tersebut terus dilaksanakan dan dipertahankan hingga kini. Tradisi tersebut membawa dampak positif secara ekonomi bagi daerah tujuan para pemudik, roda perekonomian berputar dengan baik, karena biasanya para pemudik ketika mudik membaws uang hasil kerja mereka selama beberapa bulan atau tahun. Selamat mudik bagi pemudik setia. InsyaAllah  selamat dalam perjalanan menuju kampung halaman dan berkumpul bersama keluarga besar di kampung -- dan selamat berlebaran. (*)

*Dosen Tetap Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengamat Sosial dan     Keagamaan

Editor: Juftri Alkatiri