Tradisi Perayaan Iedul Fitri (Foto: jawapos.com)

Oleh: Prof. Dr. Murodi al-Batawi, MA*

Berdasarkan kesepakatan bersama umat  Islam Indonesia lewat sidang Isbat Kementerian Agama bahwa -- Iedul Fitri 1446 H/2025 M, jatuh pada Senin 31 Maret 2025/1 Syawal 1446  H. tinggal menghitung jam. Tetapi tidak salah jika disajikan terlebih dahulu artikel terkait Iedul Fitri, agar masyarakat bisa memahami sejarah awal dan perkembangan Hari Raya Umat Islam sedunia, Iedul Fitri, sejak masa awal Islam hingga kini.

Secara harfiyah, Iedul Fitri atau Hari Raya Lebaran, merupakan Hari Raya yang selalu dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia untuk memperingati berakhirnya bulan Ramadan, bulan puasa bagi umat Islam. Selain itu, Iedul Fitri juga dikenal sebagai hari kemenangan, karena umat Islam yang telah berhasil menyelesaikan puasa Ramadhan. Di Indonesia, Iedul Fitri sering juga disebut Hari Lebaran.

Lebaran berasal dari kata lebar yang berarti  selesai atau  berakhir  atau terbebas dari kesalahan. Dalam konteks Hari Raya Iedul Fitri -- Lebaran merujuk pada hari di mana umat Islam telah menyelesaikan puasa Ramadhan dan merayakan kemenangan atas kesabaran dan ketabahan mereka selama berpuasa, serta diampuni dari kesalahan dan dosa, sehingga umat Islam yang selesai melaksanakan puasa sebulan penuh dengan keikhlasan dan penuh keimanan, terbebas dari dosa dan kekhilafannya.

Dalam KBBI, diksi  Lebaran juga sering digunakan sebagai sinonim untuk Iedul Fitri, yang menandai akhir dari bulan Ramadhan dan awal dari bulan Syawal. Jadi, Lebaran pada Iedul Fitri adalah hari di mana umat Islam merayakan kemenangan atas kesabaran dan ketabahan mereka selama berpuasa, dan menandai awal dari bulan Syawal.

Sejarah Perayaan Iedul Fitri

Perayaan Iedul Fitri telah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad Saw dan para Sahabatnya merayakan Iedul Fitri dengan melakukan shalat Iedul Fitri, berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara, serta membagikan zakat fitrah kepada orang-orang miskin, sebelum waktu Shalat Iedul Fitri dimulai.

Kemudian, setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, para Sahabatnya terus merayakan Iedul Fitri dengan cara yang sama. Mereka melakukan shalat Iedul Fitri, berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara, serta saling memafkan satu sama lain dalam keluarga besar.

Selanjutnya, pada zaman Tabi'in, perayaan Idul Fitri terus berkembang. Tabi'in melakukan hal serupa seperti yang pernah dilakukan Rasulullah,  shalat Iedul Fitri, berkumpul dengan keluarga besar dan saling memafkan satu sama lain, juga dengan masyarakat muslim lainnya.

Berikutnya perayaan  Lebaran pada masa Kesultanan (abad ke-13-16), Iedul Fitri menjadi lebih meriah. Para Sultan melakukan shalat Iedul Fitri, berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara, dan para pejabat Istana serta masyarakat umum kemudian membagikan hadiah makanan dan kuliner lainnya bagi rakyatnya.

Pada masa Kesultanan Demak (1478-1568). Pada masa Kesultanan Demak, dilakukan dengan sangat meriah. Sultan Demak dan rakyatnya melakukan Shalat Iedul Fitri di Masjid Agung Demak, yang merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia.

Setelah shalat Idul Fitri, Sultan Demak dan rakyatnya melakukan silaturahmi dengan berkumpul dengan keluarga Istana dan masyarakat umum. Kemudian perayaan Iedul Fitri pada masa Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten, hampir sama yang terjadi pada masa pemerintahan Kesultanan Demak dan Mataram Islam.

Selanjutnya, pada masa penjajahan Belanda (16-20), perayaan Iedul Fitri terus berlanjut, meskipun dengan beberapa pembatasan. Umat Islam melakukan Shalat Iedul Fitri, berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara, serta saling memaafkan atas segala kesalahan yang dibuat, sengaja atau tidak disengaja. Kemudian mereka melakukan makan bersama dengan kuliner khas lebaran yang sudah disediakan.

Perayaan  Iedul Fitri di Indonesia Modern

Pada masa kemerdekaan, perayaan Iedul Fitri menjadi lebih meriah dan semarak. Umat Islam melakukan shalat Iedul Fitri, berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara, serta membagikan zakat fitrah kepada orang-orang miskin.

Tradisi Perayaan Iedul Fitri di Indonesia

Perayaan Iedul Fitri di Indonesia memiliki beberapa tradisi unik, seperti: 1. Mudik: Umat Islam di Indonesia melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga dan sanak saudara. 2. Shalat Iedul Fitri: Umat Islam di Indonesia melakukan Shalat Iedul Fitri di masjid-masjid dan lapangan-lapangan terbuka. 3. Silaturahmi: Umat Islam di Indonesia melakukan silaturahmi dengan keluarga dan sanak saudara untuk memperkuat ikatan keluarga. 4. Makanan Khas: Umat Islam di Indonesia menikmati makanan khas seperti ketupat, opor ayam, dan rendang. 5. Zakat Fitrah: Umat Islam di Indonesia membagikan zakat fitrah kepada orang-orang miskin untuk membantu mereka merayakan Idul Fitri. Dalam keseluruhan, perayaan Iedul Fitri di Indonesia memiliki beberapa tradisi unik yang mencerminkan kebudayaan dan keagamaan umat Islam di Indonesia.

Perayaan Hari Raya Iedul Fitri Pada Masa Indonesia Moderen

Perayaan Iedul Fitri atau Lebaran pada Masa Infonesia Moderen dan Kontemporer memiliki beberapa karakteristik yang unik dan berbeda dengan perayaan Lebaran pada masa lalu. Berikut adalah beberapa contoh karakteristik tersebut:

Perayaan Lebaran yang Lebih Moderen

Pada masa kini, perayaan Lebaran di Indonesia menjadi lebih moderen dan beragam. Contohnya: 1. Perayaan Lebaran secara online: Dengan adanya teknologi informasi dan komunikasi, perayaan Lebaran dapat dilakukan secara online. Orang-orang dapat melakukan shalat Idul Fitri secara online, serta berbagi ucapan selamat Lebaran melalui media sosial.

2. Penggunaan teknologi untuk meningkatkan semangat Lebaran: Teknologi dapat digunakan untuk meningkatkan semangat Lebaran. Contohnya, penggunaan aplikasi mobile untuk membantu orang-orang melakukan shalat Idul Fitri secara tepat waktu, serta penggunaan media sosial untuk berbagi informasi tentang Lebaran.

Perayaan Lebaran yang Lebih Inklusif

Pada masa kini, perayaan Lebaran di Indonesia menjadi lebih inklusif. Contohnya: 1. Perayaan Lebaran yang melibatkan masyarakat luas: Perayaan Lebaran dapat melibatkan masyarakat luas, tidak hanya umat Islam saja. Contohnya, perayaan Lebaran dapat dihadiri oleh orang-orang dari berbagai agama dan latar belakang.

2. Perayaan Lebaran yang memperhatikan keberagaman: Perayaan Lebaran dapat memperhatikan keberagaman masyarakat Indonesia. Contohnya, perayaan Lebaran dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa dan budaya lokal.

Perayaan Lebaran yang Lebih Ramah Lingkungan

Pada masa kini, perayaan Lebaran di Indonesia menjadi lebih ramah lingkungan. Contohnya: 1. Penggunaan bahan-bahan yang dapat didaur ulang: Penggunaan bahan-bahan yang dapat didaur ulang dapat mengurangi dampak lingkungan dari perayaan Lebaran. Contohnya, penggunaan kertas dan plastik yang dapat didaur ulang.

2. Penggunaan energi yang lebih efisien: Penggunaan energi yang lebih efisien dapat mengurangi dampak lingkungan dari perayaan Lebaran. Contohnya, penggunaan lampu LED dan peralatan elektronik yang lebih efisien.

Tradisi Iedul Fitri/Lebaran di Indonesia

Berikut adalah beberapa tradisi Lebaran di Indonesia: 1. Mudik: Tradisi mudik atau pulang kampung merupakan salah satu tradisi yang paling populer di Indonesia. Tradisi ini dilakukan beberapa hari sebelum Lebaran untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan sanak saudara.

2. Ketupat dan Lauk Pauk: Ketupat dan lauk pauk seperti opor ayam, rendang, dan gulai merupakan makanan khas Lebaran di Indonesia. Makanan ini biasanya disajikan bersama keluarga dan sanak saudara.

3. Takbiran: Takbiran atau malam takbiran merupakan tradisi yang dilakukan pada malam hari menjelang Lebaran. Orang-orang akan berkeliling mengumandangkan takbir sambil menabuh bedug dengan meriah.

4. Ziarah ke Makam: Ziarah ke makam keluarga dan leluhur merupakan tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini. Orang-orang akan berziarah ke makam untuk mendoakan arwah keluarga dan leluhur.

5. Parcel atau Hampers Lebaran: Parcel atau hampers Lebaran merupakan tradisi yang populer di Indonesia. Orang-orang akan saling mengirimkan parcel atau hampers sebagai tanda kasih sayang dan silaturahmi.

6. THR (Tunjangan Hari Raya): THR merupakan tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini. Orang-orang akan membagikan THR kepada sanak saudara dan anak-anak sebagai tanda kasih sayang dan silaturahmi.

7. Halal bi Halal: Halal bi halal merupakan tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini. Orang-orang akan saling memaafkan dan berjabat tangan sebagai tanda silaturahmi dan Makna Tradisi Perayaan Hari Raya Iedul Fitri di Infonesia

Berikut adalah makna sosiologis dan filosofis tradisi perayaan Iedul FitriMakna Sosiologis : 1. Penguatan Ikatan Sosial: Tradisi perayaan Iedul Fitri memperkuat ikatan sosial antara individu dan masyarakat. Orang-orang berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara, memperkuat hubungan sosial dan membangun kebersamaan. 2. Peningkatan Kualitas Hidup: Tradisi perayaan Iedul Fitri dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Orang-orang mempersiapkan diri untuk merayakan Iedul Fitri dengan membersihkan rumah, membeli pakaian baru, dan mempersiapkan makanan khas. 3. Pembangunan Masyarakat: Tradisi perayaan Iedul Fitri dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis dan sejahtera. Orang-orang berbagi kebahagiaan dan kebersamaan, memperkuat ikatan sosial dan membangun kepercayaan.

Makna Filosofis: 1. Kemenangan atas Diri Sendiri: Tradisi perayaan Iedul Fitri memiliki makna filosofis sebagai kemenangan atas diri sendiri. Orang-orang telah berhasil menyelesaikan puasa Ramadan, membuktikan kesabaran dan ketabahan mereka. 2. Pengampunan dan Pemulihan: Tradisi perayaan Iedul Fitri memiliki makna filosofis sebagai pengampunan dan pemulihan. Orang-orang meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang lain, memulihkan hubungan sosial dan membangun kebersamaan. 3. Keharmonisan dan Keseimbangan: Tradisi perayaan Iedul Fitri memiliki makna filosofis sebagai keharmonisan dan keseimbangan. Orang-orang merayakan Iedul Fitri dengan kebahagiaan dan kebersamaan, memperkuat ikatan sosial dan membangun kepercayaan.

Dalam keseluruhan, tradisi perayaan Iedul Fitri memiliki makna sosiologis dan filosofis yang sangat penting. Tradisi ini memperkuat ikatan sosial, meningkatkan kualitas hidup, dan membangun masyarakat yang lebih harmonis dan sejahtera. (*)

*Dosen Tetap Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pengamat Sosial

Editor: Jufri Alkatiri