Makan Gratis, Raja Nimrod dan Revolusi  Babilonia (Foto: Grid.ID)

Oleh: Helmi Hidayat, M.Si*

Makan gratis yang disediakan Pemerintah ternyata bukan kebijakan baru. Raja Nimrod (Namrud), penguasa Babilonia Kuno yang membakar Nabi Ibrahim AS hidup-hidup, ternyata pernah melaksanakan kebijakan ini ribuan tahun lalu.

Dalam buku  Ancient Israel karangan Angelo S. Rappoport disebutkan bahwa Nimrod terobsesi membangun Tower of  Babel setinggi tujuh Mil atau setara hampir 12 kilometer di Lembah Shinnar di Mesopotamia. Dia meyakinkan rakyatnya bahwa hanya dengan membangun pencakar langit setinggi itulah mereka akan selamat dari banjir yang pernah melanda umat Nabi Nuh. Nimrod  hafal betul tragedi itu sebab dia adalah anak Kush bin Ham bin Nuh.

Nimrod  meyakinkan rakyatnya bahwa dengan menara setinggi itu, Babilonia akan dengan mudah menguasai Surga, memenangi pertempuran dengan Malaikat yang saat itu menguasai Surga, dan pastinya bisa memanjakan berhala-berhala sesembahan mereka. Dia lalu mengumpulkan 600.000 rakyatnya, di antara mereka termasuk 1.000 Pangeran, untuk mewujudkan ambisinya itu.

Dalam titahnya, Nimrod menegaskan proyek itu harus dikerjakan siang dan malam tanpa jeda. Batu bata tidak boleh jatuh dan terbuang sia-sia. Kata para tentaranya, batu bata lebih berharga dari nyawa manusia yang tewas akibat proyek ambisius itu.  Tetapi, jika mereka bekerja dari pagi sampai siang sampai malam, bagaimana mereka makan dan minum? Jangan khawatir, pemerintah menyediakan makan gratis!

Rappoport  tidak menceritakan bagaimana Nimrod  bisa sedemikian kaya-raya. Sebagian rakyatnya yang berprofesi petani dan peternak difokuskan mengembangkan pertanian dan peternakan di tanah-tanah subur Mesopotamia, tapi hasil produksi mereka dikuasai pemerintah. Dengan cara itulah Istana mampu memberi makan gratis rakyatnya, sambil menegaskan Nimrod adalah tuhan yang layak disembah.

Di tengah ambisinya itu, Nimrod  dibisiki para ahli nujumnya bahwa bukan cuma proyeknya yang bakal gagal, tetapi kerajaannya pun akan runtuh. Di tahun proyek itu mulai dilaksanakan, kata para ahli nujum, ternyata akan lahir seorang bayi yang membawa kekuatan langit yang akan meluluhlantakkan kerajaannya. Nimrod, yang juga seorang ahli nujum kawakan, kemudian memerintahkan balatentaranya membunuh 70.000 bayi di Babilonia, sampai-sampai ribuan Malaikat di langit gempar.

Jika bayi Musa dihanyutkan ke sungai oleh ibunya ketika Fir’aun memerintahkan pembunuhan bayi-bayi keturunan Israel,  bayi Ibrahim  justru masih bersemayam di rahim Emtelai -- ibunya. Atas perintah suaminya, Emtelai bersembunyi di sebuah gua lalu melahirkan Ibrahim di sana. Agar tidak dicurigai tantara Nimrod, perempuan itu langsung pulang usai melahirkan, lalu mempercayakan nasib anaknya kepada dewa-dewa.

Terah, ayah Ibrahim yang dalam Al-Quran disebut Azar, lalu menyerahkan anak budaknya kepada Nimrod. Dia menegaskan bayi itu adalah bayi mereka yang baru dilahirkan.Jibril kemudian turun ke Bumi atas perintah Allah, lalu mengajarkan Ibrahim mungil agar menghisap jari jemari tangannya. Dari jari jemari itulah keluar susu yang membuat bayi merah itu bertahan hidup. Uniknya, di usia sepuluh hari, Ibrahim sudah tumbuh jadi anak remaja seusia 13 tahun. Dia kaget saat keluar gua melihat cakrawala yang sangat luas, lalu mulai bertanya-tanya siapakah yang menciptakan cakrawala luas itu?

Ketika malam tiba, dia melihat bintang besar lalu menduga bintang itulah tuhan pencipta langit dan bumi. Saat bintang itu tenggelam, Ibrahim mengoreksi dugaannya lalu beralih mengagumi bulan. Saat bulan tenggelam, dia kembali frustrasi. Di siang hari, dia gembira melihat Matahari dan menduga planet besar inilah tuhannya. Saat Matahari tenggelam, intuisi Ibrahim mulai menembus aspek spiritual yang lebih tinggi untuk mengetahui Sang Kebenaran Mutlak.

Pendek kata, Allah tidak memperkenalkan Diri-Nya kepada anak manusia yang nanti bakal menjadi Nabi sekalipun secara tiba-tiba abraakadabra. Zat Maha Suci ini ingin dikenal manusia lewat rasionalitas, lewat logika, lewat akal sehat. Doktrinasi tentang ketuhanan hanya membuat manusia bodoh, setolol rakyat Babilonia yang percaya tuhan-tuhan mereka adalah berhala-berhala bisu, buta, dan tuli.

Saat mendatangi gua tempat dia melahirkan, Emtelai kaget menemukan seorang remaja. Ibrahim meyakinkan perempuan itu bahwa dialah bayi yang sepuluh  hari lalu dia lahirkan. Bagaimana mungkin? Kata Ibrahim, buat Allah Tuhan yang Maha Esa, menjadikan bayi berusia sepuluh hari tidak ubahnya remaja adalah perkara mudah. Emtelai terkejut, Tuhan Maha Esa tidak dikenal di Babilonia.

Di Babilonia, pemuda Ibrahim menjajakan berhala-berhala buatan ayahnya sambil berteriak: ‘’Berhala-berhala, siapa mau beli patung budek, congek, gagu -- yang beli sama gobloknya dengan berhala-berhala ini.’’ 

Ketika seorang laki-laki membeli patungnya, Ibrahim bertanya berapa umur lelaki itu. Dia jawab 70 tahun. ‘’Kamu ini bukan cuma tua tetapi goblok. Masa kamu mau menyembah batu yang baru dipahat kemarin, padahal kamu sudah lahir 70 tahun lebih dulu ketimbang patung ini.’’

Demikianlah, di tengah pembangunan Tower of Babel yang  ambisius oleh Nimrod, Ibrahim pelan-pelan mencerdaskan bangsanya di jalanan, dimulai dari mencerahkan kedua orangtuanya, kerabatnya, lalu lingkungannya. Terah tidak tahan menghadapi logika-logika Ibrahim lalu menyerahkan anak kandungnya sendiri ke istana untuk dibunuh.

Satu tahun Nimrod memenjara Ibrahim tanpa makan dan minum, tetapi Ibrahim tetap hidup. Jibril menyuplai Nabi Allah ini dengan makanan dan minuman. Mereka yang beriman pada Ibrahim bertambah banyak ketika musuh Nimrod ini tidak mati-mati kendati dipenjara satu tahun tanpa makan dan minum.

Ibrahim ingin memberi pesan, tidak benar cara Nimrod memperbudak 600.000 rakyatnya sendiri. Para petani dan peternak harus mendapatkan upah sesuai kerja mereka, orang-orang yang dipaksa membangun Menara Babilonia juga harus diberi kebebasan berkarya sesuai bakat masing-masing. Jika ada rakyat yang kekurangan gizi, menjadi kewajiban pemerintah membuka lapangan kerja, bukan memberi makan gratis.

Memberi makan gratis tampaknya sebuah kebaikan. Padahal, diam-diam kebijakan itu adalah kejahatan sebab dengan program yang seolah-olah berisi  kebaikan itu, Nimrod sesungguhnya diam-diam tengah membangun popularitas ingin diakui rakyatnya sebagai tuhan yang maha baik. Nimrod memandang logika Ibrahim ini berbahaya, bisa membangunkan kesadaran rakyatnya dari tidur panjang.  Dia memutuskan membakar Ibrahim hidup-hidup. Tetapi dia lupa, justru dengan kebijakannya itulah rakyat lalu terbangun ketika melihat Ibrahim tetap hidup di tengah kobaran api.

Dari api yang menjilat-jilat itu mereka menangkap inspirasi, membangun keberanian, untuk kemudian menyalakan obor revolusi yang meruntuhkan Babilonia.

*Dosen Ilmu Komunikasi FDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Filsuf, dan Pengamat Sosial Keagamaan

Editor : Jufri Alkatiri