
Renungan Malem Jemuwah (Foto: Kapanlagi.com)
Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
Cawan Cinta
Cawan cinta adalah hati yang merupakan wadah cinta dan kasih, tempat impian, harapan, dan rasa. Dalam diam -- hati berbicara, mengungkap kan apa yang tak terucapkan. Hati atau kalbu adalah tempat bersemayam cinta kepada Allah SWT. Untuk menghidupkan cinta kepada Allah Swt -- setiap manusia harus selalu menghidupkan hati atau kalbunya dengan berbagai macam metode; dzikir, laku salik, sedangkan, para sufi-penyair menggunakan syair atau puisi dalam mengekspresikan rasa cinta dan rindunya kepada Allah Swt, sehingga penglihatan (ru’yah) dan pendengarannya (sama’) hanya tertuju kepada kehadirat Allah Swt.
Hati sang pencinta sesungguhnya, bukan akal budinya maupun indranya (otak). Pusat Penelitian Neurokardiologi UCLA. menemukan kumpulan neuron canggih yang ada pada jantung (qolbu/hati) yang mengandung sekitar 40.000 neuron yang disebut neurit sensorik yang berkomunikasi dengan otak. Dr. Andrew menjuluki penemuan ini sebagai “otak kecil di dalam jantung” atau the second brain yang menyimpan memori dan dapat didistribusikan ke seluruh sistem saraf.
Komunikasi hati (qolbu) dengan otak, menggambarkan pikiran sebagai proses pengorganisasian diri yang muncul, baik dalam tubuh maupun relasional, yang mengatur aliran energi dan informasi di dalam dan di antara kita. Artinya, pengorganisasian diri dalam berpikir dan tindakan yang baik dan buruk tergantung pada hati. Definisi ini mendukung klaim bahwa pikiran melampaui otak kita, dan pikiran itu ada di dalam fungsi hati.
Karena hati senantiasa berpindah dari satu keadaan ke keadaan lain, sebagaimana firman Tuhan “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan”. (QS. Ar-Rahman [55]: 29). Jadi sang pencinta senantiasa berubah dalam hubungan cintanya, sesuai dengan perubahan kekasihnya dalam tindakannya seperti halnya gelas kaca bening dan murni yang berubah seiring dengan perubahan cairan yang ada di dalamnya. Jadi “warna” (keadaan) sang pencinta adalah warna kekasihnya dan hanya hati yang seperti ini!
Karena akal budi (manusia yang terbatas) berasal dari dunia keterbatasan, itulah sebabnya dia disebut (dalam bahasa Arab) ?aql, dari ?iq?l (tertatih-tatih). Dan sensasi, sebagaimana kita semua ketahui secara langsung, juga berasal dari dunia keterbatasan, tidak seperti hati. Itu karena cinta memiliki banyak sekali kualitas dan pengaruh (ahk?m) yang berbeda dan saling bertentangan, sehingga semuanya hanya dapat diterima oleh siapa pun yang memiliki kekuatan untuk diubah bersama Cinta, melalui kualitas-kualitas yang berbeda itu. Dan hanya hati yang memiliki kekuatan itu.
Jadi jika Anda menghubungkan transformasi hati yang konstan melalui “isinya” dengan Tuhan, maka itu (jelas) dalam firman-Nya: “Aku menanggapi panggilan orang yang memanggil setiap kali dia memanggil-Ku” (QS. Al-Baqarah [2]:186); dan merujuk dalam firman ilahi yang terkenal, bahwa Tuhan tidak akan datang berlari sampai Anda melakukannya (berjalan ke arah-Nya); dan dalam firman ilahi terkenal lainnya “Barangsiapa mengingat-Ku dalam dirinya/jiwanya, Aku mengingatnya dalam Diri-Ku”.
Jadi minuman (kekasih/ilahi) adalah motif cinta yang sebenarnya ada di dalam cawan cinta (hati). Cawan merupakan tempat manifestasi (ayn al-mazhar?ayn al-mazhar), sedangkan minuman itu justru merupakan Siapa yang terwujud (?ayn al-z?hir) di dalamnya. Dan minuman adalah apa yang sebenarnya terjadi (warna) dari Yang Mewujudkan Diri, kedalam hati manusia sebagai wadah atau cawan dimana Dia terwujud. Dan inilah Keagungan dan Keindahan sesuai dengan apa yang diwujudkan oleh realitas.
Cawan Cinta, yakni hati yang hanif tegak lurus pada titik pusat Esensi Ilahi yang mewujud dalam Nama-Nama Yang Indah, berdasarkan sifat keilahiannya (uluhiyyah), mencakup semua nama. Jantung hati berdetak diarahkan kepada Allah, ke titik pusat yang ditandai dengan nama Allah yang hadir (bermanifestasi), seseorang melihat Allah di luar persepsi indrawi, melihat di luar penglihatan, dan mengetahui di luar pengetahuan. Dalam konteks ini, hati berfungsi sebagai pusat kendali utama. “Waspadalah! Ada segumpal daging di dalam tubuh yang jika dia sehat, maka seluruh tubuh akan sehat; dan jika dia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Waspadalah, itu adalah hati!” (Hadits). (bersambung)
*Pemerhati Keagamaan, Filsafat, dan Alumni UGM Yogyakarta
Editor: Jufri Alkatiri