Temu Kangen Para Jurnalis Majalah Tempo (Foto: Renville Almatsier)

Oleh: Renville Almatsier*

Di Era Trump yang sedang rame ini, kita menerima kenyataan banyak media massa terutama media elektronika, rontok-- namun, atas prakarsa teman-teman, Minggu, 4 Mei 2025 di Auditorium Kampus LSPR,  Kawasan Karet, Jakarta Selatan --  berlangsung reuni perayaan ulang tahun sekaligus halal bihalal Keluarga Besar  Majalah TEMPO. Jauh-jauh hari, acara dipersiapkan dengan cermat. Dipimpin Ketua Panitian Dewi Savitri, rapat demi rapat diselenggarakan, dana diupayakan, dan imbauan digencarkan.

Dan, tiba pada hari-H, tamu berdatangan sejak pagi-- yang namanya reuni TEMPO, selalu menarik dan meriah. Apalagi berkumpulnya  eks teman sebiduk mengayuh perahu, tempo doeloe. Semua sudah menyebar ke seantero jagad. Diasporanya ada dimana-mana. Kini setelah berpisah, terbawa oleh angin nasib, rejeki, aliran,  dan juga pilihan politik. Kami berkumpul lagi dalam suasana kekeluargaan -- karena itu pertemuan temu­-kangen ini sangat ditunggu-tunggu.

Bukan kumpulan orang TEMPO, kalau tidak heboh. Dari awal, duo-MC Eni dan Hani  memandu acara dengan tangkas. Ada beberapa kata sambutan. Dari sesepuh Pak Haryoko , tuan rumah Bung Kemal Gani, hingga Direksi saat ini Bung Arif Zulkifli. Di antara mantan Pemimpin Redaksi hadir Bambang Harymurti, Wahyu, Muryadi, dan Azul Arief Zulkifli yang kini menjadi CEO Group TEMPO. Sayang sekali Mas Goenawan Mohamad berhalangan.

Angkatan paling senior yang hadir adalah  Angkatan Senen Raya 83 (atau SR83) . Di antara generasi ini selain Haryoko, hadir rekan Putu Wijaya, Martin Aleida, Eddy Herwanto, Etti Sunarti, Ratna, Emmy, Surasono, Wondal, dan Renville Almatsier, serta beberapa lagi yang saya ingat wajahnya tetapi lupa namanya.

Suasana semakin meriah ketika di atas panggung tampil flash mob  anggota panitia dan beberapa orang alumnus bergoyang diiring musik. Walau cemilan, kopi, the, dan sekoteng tidak pernah putus selama acara berlangsung, tiba waktunya hadirin dipersilakan antre memilih hidangan. Ada soto mie, nasi jeruk, gudeg, lontong sayur yang semuanya uenak. Sesudah itu masih ada pula risol mayo dan es Doger.

Puncak acara tiba ketika Wahyu Muryadi, yang populer dipanggil Oom Why, didaulat tampil ke atas pentas Mantan jubir Wapres yang kemudian jadi pejabat ini, memang komunikator yang handal. Sehabis menguras tawa para hadirin dengan tingkah dan ceritanya, dia memandu para alumni untuk berbagi pengalaman masing-masing selama berada di lingkungan TEMPO. Tidak disangka Wahyu memanggil saya ke pentas.

Saya pun bercerita apa kenangan yang langsung teringat. Masa-masa itu tidak bisa dilupakan. Setiap sore sehabis mencari berita, kami berkumpul berjejer di ruang reporter di lantai dua untuk menuliskan laporan masing-masing.  Ruang itu hanyalah ruang kerja sederhana separuh terbuka tanpa AC. Hening ketika semua serius menekuni mesin tik -- yang riuh  hanya suara tik-tak-tik-tak. Sesekali kesunyian itu pecah bila ada tamu melintas tamu untuk masuk ke ruang redaksi atau sekretariat.

Ruangan kami itu  menghadap ke tangga. Saya kebetulan duduk di meja paling ujung menghadap ke tangga yang terbuat dari kayu, yang selalu berbunyi bila dipijak. Harap diingat masa itu tidak ada lift, escalator apalagi laptop. Setiap kali tangga  berderak, biasanya sayalah yang paling dulu berteriak menyapa dan memberi tahu  teman-teman  yang tunduk asyik mengetik. Maklum, siapa saja bisa jadi tamu, pejabat, tokoh masyarakat, pengusaha yang kakap maupun yang kere, artis yang kurus maupun yang bahenol. Setelah mereka berlalu, sejenak kami, di antaranya Martin, Eddy, Harun Musawa,  serta para almarhum Yusril Djalinus, Sjahrir Wahab, Ed Zoelverdi, Yunus Kasim dan lain-lain bergunjing memberi komentar, nyerempet dengan imaji masing-masing sebelum setiap orang kembali menyelesaikan reportasenya.

Majalah TEMPO lahir 1971 -- mula-mula dibangun oleh beberapa wartawan idealis sebagai sebuah majalah berita mingguan bergambar. Nomor perdana terbit 6 Maret 1971. Sejak itu majalah dengan semboyan enak dibaca dan perlu itu muncul sebagai media massa yang sangat diperhitungkan pembaca dan penguasa karena keberanian dan kedalaman liputannya.

Sejak dari Angkatan SR-83, sesuai berpindahnya lokasi markas TEMPO, dikenal ada Angkatan Proyek Senen, Kuningan, Proklamasi dan kini, Pal Merah. Melalui berbagai pengalaman, termasuk beberapa kali dibredel, majalah ini Insha Allah tetap survive hingga kini.

Dalam perjalanannya,  TEMPO dianggap sekolah oleh mereka yang bekerja di dalamnya,  selain juga sebagai pusat latihan manajemen, organisasi, kepemimpinan, dan ketrampilan, serta moralitas kewartawanan. CEO saat ini Azul adalah generasi yang bergabung di tahun 90-an, dua puluh tahun sesudah TEMPO didirikan. Sebuah bukti kesinambungan alih generasi TEMPO. Semoga panjanglah usianya.

Hari semakin siang, diseling baca puisi dan poco-poco -- acara resmi usai sudah, namun rekan-rekan yang tinggal tetap asyik bercengkerama seolah enggan berpisah. Pulang dengan sukacita, mudah-mudahan kita akan bertemu lagi di lain kesempatan. Terimakasih kepada semua, panitia, hadirin serta para penaja yang memungkinkan acara ini terlaksana. (*)

*Mantan Jurnalis Majalah Berita Tempo

  Editor: Jufri Alkatiri