Renungan Malem Jemuwah (Foto: Merdeka.com)

Oleh: Anwar Rosyid  Soediro*

Kosa Kata Cinta

Sebagai penutup tulisan Renungan Malem Jemuwah : Proposal Cinta  -- beberapa kosa kata  Cinta dalam  istilah Arab, terutama dalam Al-Quran, untuk mengekspresikannya, seperti yang akan kita lihat, tetapi sering kali diwakili oleh akar kata h-b-b seperti halnya dalam hadits yang baru saja kita kutip (Aku mencintai – ahbabtu). Akar kata ini menyiratkan dua makna leksikal utama yang pada akhirnya hanya membentuk satu: Cinta (hubb) dan biji-bijian atau benih (habba). Namun, sesungguhnya bahwa Cinta tidak dapat didefinisikan.

Meskipun definisi Cinta telah banyak diajukan, akan  tetapi tidak ada seorang pun yang mampu mendefinisikan apa itu Cinta itu sendiri. Seseorang bahkan tidak dapat membayangkan bahwa Cinta itu layak diberikan kepada mereka. Siapa pun yang mencoba mendefinisikannya hanya dapat melakukannya melalui buah-buah yang dihasilkannya, jejak-jejak yang ditinggalkannya, dan konsekuensi-konsekuensi yang melekat di dalamnya karena Cinta tetap merupakan kualitas dari kekuatan yang sempurna dan tidak dapat diakses yang hakekatnya adalah Tuhan sendiri.

Cinta dapat dianggap sebagai gerakan internal, daya tarik batin yang memungkinkan realitas – Wujud Ilahi atau entitas lainnya untuk mengeksternalisasikan kemungkinan-kemungkinannya, untuk membuka benih yang terkandung di dalamnya dan menjadi pohon yang berkembang sepenuhnya yang mampu bereproduksi dan menghasilkan buah dalam citra Kehidupan ilahi yang dengannya dia terikat erat.

Dari perspektif leksikal dan Al-Quran, al-Hubb adalah Benih Cinta atau perkembangan yang bersifat sperma dan generatif yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan ilahi dan gerakan sukarela yang disiratkannya. Al-Mahabba, menurut pola yang menjadi dasar istilah ini dibangun, adalah lokus, dukungan tempat cinta ini diaktualisasikan.

Maqam Cinta memiliki empat nama:

1. Hubb -- cinta yang bermula, yang seminal atau asli, yang kemurniannya menembus hati dan yang kejernihannya tidak tunduk pada perubahan yang tidak disengaja.

2.  Wadd, kasih sayang atau keterikatan cinta yang setia, sebuah kata yang berhubungan dengan Nama Ilahi Wadud, yang senantiasa dicintai dan penuh kasih. Keterikatan cinta yang setia adalah salah satu karakteristik ilahi. (Menurut kamus), itu adalah untuk tetap berada dalam sesuatu secara konstan. Kata benda Wadd, post, ikatan permanen, telah diberikan kepada apa pun yang tetap di bumi.

3. 'ishq, spiral cinta atau cinta yang putus asa, cinta yang ekstrem atau cinta yang luar biasa. Istilah ini berasal dari akar yang sama dengan 'ashaqa, convolvulus atau bindweed  (yang melilitkan dirinya dalam spiral di sekitar penyangga yang berhasil dipadamkannya atau menyebabkannya menghilang; tidak seperti tiga lainnya, istilah ini tidak berasal dari Al-Qur'an).

4. Hawa, kecenderungan cinta yang tiba-tiba atau gairah cinta yang tak terduga. Berdasarkan kutipan ini, seseorang dapat dengan mudah memperoleh pemahaman yang mendalam tentang makna yang berkaitan dengan etimologi, baik dengan mempertimbangkan hubungan makna antara dua kata yang berasal dari akar kata yang sama:

1. Hubb = cinta; Habba = biji atau benih (benih cinta), kedua makna ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain: cinta menghasilkan benih dan benih berkembang karena pengaruh benih cinta yang dikandungnya.

2.  'Ashaqa = convolvulus (yang tumbuh secara spiral di sekitar penyangga); ‘ishq = cinta yang tumbuh, berbentuk spiral seperti bindweed. Kedua pengertian tersebut masih tidak dapat dipisahkan: ’ishq melambangkan Cinta dalam bentuk spiral yang menanjak seperti salah satu aspek gerakan yang termasuk dalam Roh (ruh) dan seperti convolvulus.

Atau dengan mempertimbangkan polisemi akar kata tunggal:

1.Wadd = pasak, paku, patok; Wadd = cinta. Cinta yang dimaksud dengan istilah Wadd adalah cinta yang kokoh, berakar, dan setia.

2 Hawa = gairah; Hawa = cinta. Cinta yang dimaksud dengan kata hawa adalah luapan cinta, gairah untuk mencintai.

Di sini kita mempunyai empat nama dan empat konotasi berbeda tentang Cinta, meskipun dalam terjemahannya orang sering hanya menemukan satu kata yang sama, yaitu “cinta” untuk keempat aspeknya. Lebih jauh, kita dapat menunjukkan bahwa aspek ketiga Cinta yang dijelaskan oleh Ibn 'Arabi dengan  'ishq menyiratkan gerakan naik sementara yang keempat, hawa (nafsu) juga berarti, dalam kamus, "jatuh dari atas ke bawah" dan memunculkan ungkapan: udara, atmosfer. Dengan demikian, Tiupan Nafas Ilahi dalam gerakan gandanya yang mengembang dan menyempit, beredar atau berkembang dalam rahmat (rizki/ekonomi) Ilahi  atau dalam makhluk sesuai dengan gerakan naik dan turun seperti udara yang dipanaskan oleh matahari atau didinginkan oleh malam.

Cinta manusia itu dikenal melalui kesalehan ibadah kepada Allah Yang Maha Esa. Semakin besar cinta itu, semakin besar pula tingkat partisipasinya dalam citra Allah, dan semakin besar kesempurnaan manusia.  Karena itu‚ cinta sering dipandang sebagai sinonim kata ihsan. Meskipun ketidakmabukan spiritual menggambarkan maqam tertinggi di jalan sufi, ini tidak berarti bahwa yang tidak mabuk tidak mengalami kemabukan. Maksudnya, adalah bahwa seorang pecinta sejati, setelah merealisasikan sepenuhnya pola dan teladan yang ditetapkan Nabi Muhammad Saw -- secara batiniah sudah mabuk dengan Allah dan secara lahiriah tidak mengalami kemabukan.

Maksudnya, adalah bahwa seorang salik (penempuh jalan cinta sejati), setelah merealisasikan sepenuhnya pola dan teladan yang ditetapkan Nabi Muhammad Saw -- secara batiniah sudah mabuk dengan Allah dan secara lahiriah tetap tidak mabuk dengan dunia. Tentu saja kebahagiaan mabuk spiritual kadang terlihat secara lahiriah, tetapi ketidakmabukan spiritual dalam pemahaman tetap harus sejalan dengan keimanan. WaAllahu’alam. (selesai)

*Pemerhati Keagamaan, Filsafat, dan Alumni UGM  Yogyakarta

 Editor: Jufri Alkatiri