
Empati di Dalam Mobil (Foto: Renville Almatsier)
Oleh: Renville Almatsier*
Hampir semua dari kita tiap hari naik mobil -- entah mobil pribadi, kendaraan umum, atau bisa nebeng di mobil teman. Di era maraknya medsos sekarang ini, kita juga hampir setiap waktu memegang telepon-genggam atau smartphone. Nah, ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan terkait kedua hal itu, terutama bila kita naik kendaraan pribadi, baik sebagai pengemudi maupun penumpang.
Sebagai Pengemudi
Bila Anda yang menyetir, jelas-jelas dilarang memainkan alat komunikasi itu. Meskipun mulanya cuma melirik, mengecek apakah ada pesan yang masuk, sebaiknya jangan lakukan itu. Karena apa? Pesan atau apa pun yang tampil dilayar hape akan mengalihkan konsentrasi Anda. Kalau itu menarik, Anda bisa terlibat lebih dalam, akibatnya bila ada sesuatu di jalan, akan sangat berbahaya. Dalam sepersekian detik, bisa terjadi hal-hal yang mungkin tidak terbayangkan, atau fatal.
Sebagai Penumpang
Kalau Anda tidak menyetir, duduk di samping driver atau di bangku belakang -- ini lebih penting lagi karena menyangkut etika. Banyak yang harus patuhi. Aturan pertama, duduklah mendampingi teman, anak atau suami/istri yang menyetir. Anda juga mustinya tahu, dalam situasi lalu lintas macet, siang -- apalagi malam hari, konsentrasi pengemudi sangat diperlukan. Pada jalan yang semrawut, siapa pun yang menyetir bisa tegang dibuatnya. Dan konsentrasi dalam waktu yang lama, cukup melelahkan. Begitu juga di jalan tol dimana kecepatan tinggi diperbolehkan. Berkonsentrasi di jalan tol sangat melelahkan.
Kembali ke Anda -- karena itu bila Anda duduk sebagai penumpang, temanilah pengemudi. Sekali-sekali boleh diajak bicara agar dia tidak mengantuk. Tetapi jangan melakukan phone snubbing alias phubbing. Jangan malah asyik berhape-ria. Baik membaca pesan, ngobrol, maupun main games. Tegakah Anda, asyik ngobrol atau tertawa cekikikan sementara suami atau kawan yang menyetir tengah tegang akibat kemacetan yang membutuhkan konsentrasi tinggi ?
Satu hal lagi, bila Anda sebagai penumpang, Kalau mobil melaju agak cepat, dan Anda was-was atau kaget dibuatnya, jangan menjerit mengekspresikan ketakutan Anda mendahului kejadian yang belum yang terjadi. Kekagetan Anda justru bisa mengagetkan pengemudi dan ini lebih berbahaya. Hal yang lain, jangan pula mengajari pengemudi. Jangan ikut mengatur, misalnya memberi instruksi: ambil kiri , susul saja, kasi sein, rem, rem, stop, stop, stop - atau instruksi lain seolah Anda yang pegang setir. Lebih baik diam, kontrol rasa takut Anda karena instruksi Anda akan terdengar berisik, atau mengganggu. Biarkan dia, kalau memang sudah punya SIM, untuk mengambil keputusan berdasarkan pertimbangannya sendiri. Pada situasi tertentu, boleh Anda bantu mengingatkan. Misalnya bila jauh di depan ada truk mogok atau ada polisi-tidur yang mungkin tidak tampak atau tidak disadari oleh pengemudi.
Di era komputer sekarang ini -- kita banyak dibantu oleh fitur waze atau google -- terutama dengan makin banyaknya jalan tol baru yang malang melintang. Bantuan alat canggih lewat satelit itu sangat menolong kita memilihkan jalan pintas tersingkat, atau jalan yang kurang padat untuk sampai di tujuan. Bagaimanapun canggihnya alat bantu itu, jangan terlalu tergantung padanya -- tetaplah gunakan logika atau naluri dan akal kita sebagai manusia.
Sebagai Pengemudi atau Penumpang
Point terakhir, sebetulnya ini yang terpenting bagi pengemudi atau penumpang - bersiaplah lebih dahulu sebelum menaiki kendaraan. Sebelum menghidupkan mesin dan memasang sabuk pengaman, pikirkan kemana tujuan Anda - buka waze atau Google. Cari tau dan tentukan rute mana yang akan Anda ikuti. Jangan pula sesudah kendaraan bergerak, baru mencari informasi. Misalnya saat berhenti di lampu merah. Itu sangat berbahaya. Makanya, jangan berangkat terburu-buru. Bila ada rapat atau janji bertemu pukul 10.00 wib -- perhitungkan waktu tempuh, pertimbangkan kemacetan, apakah jalan ke tujuan melalui kawasan ga-ge (ganjil-genap)?
Semua petunjuk di atas, boleh Anda abaikan bila yang mengemudi adalah supir Anda, artinya orang gajian Anda. Sebagai bos, silahkan Anda berbuat sesukanya -- mau main hape, membaca atau ngorok sekalipun. Lain ceritanya kalau yang menyetir adalah bos yang lain, istri Anda -- bisa-bisa Anda malah yang disuruhnya memantau waze sepanjang perjalanan -- namun pada hakekatnya, siapapun yang menyetir, patut Anda beri kepercayaan dan hargai. Itu yang namanya: empati. (*)
*Pengamat Sosial dan Mantan Jurnalis Majalah Berita Tempo
Editor: Jufri Alkatiri