Mazhab Ciputat merupakan salah satu pusat pemikiran Islam progresif di Indonesia yang berakar di lingkungan akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berbagai tokoh besar dari Mazhab Ciputat telah memberikan kontribusi signifikan dalam mengembangkan pemikiran Islam yang kontekstual dengan realitas Indonesia, dengan memadukan tradisi keilmuan Islam klasik dan wawasan modern.

Di antara tokoh utama Mazhab Ciputat, Harun Nasution memperkenalkan pendekatan rasional dalam memahami Islam, memadukan filsafat dan sejarah dalam kajian teologi. Nurcholish Madjid (Cak Nur) melanjutkan jejak Harun dengan gagasan pembaruan Islam dan pluralisme, mendorong pemisahan agama dari politik praktis serta membuka ruang dialog antaragama. Azyumardi Azra, sejalan dengan dua pendahulunya, menekankan pentingnya sejarah Islam Nusantara sebagai jembatan antara Islam global dan budaya lokal, serta mempromosikan Islam moderat.

Mansur Faqih menambahkan dimensi sosial yang kuat dengan mengembangkan “teologi pembebasan Islam”, berfokus pada pemberdayaan masyarakat tertindas, gender, dan keadilan sosial. Ia percaya bahwa Islam memiliki potensi besar sebagai kekuatan pembebasan, terutama dalam melawan ketidakadilan struktural yang disebabkan oleh kapitalisme global dan patriarki. Mansur mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan teori kritis dalam mendorong perubahan sosial yang lebih luas dan berkeadilan. Fachry Ali, Komaruddin Hidayat, dan Bahtiar Effendy turut melengkapi spektrum pemikiran Mazhab Ciputat dengan pendekatan pluralisme, demokrasi, dan peran Islam dalam tata kelola sosial-politik modern.

Tulisan ini akan mengeksplorasi secara singkat pemikiran dan konstribusi para tokoh Mazhab Ciputat serta dampaknya pada pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia.

1. Harun Nasution

Harun Nasution merupakan tokoh yang membawa pemikiran rasional dalam studi Islam di Indonesia. Sebagai dosen dan rektor di IAIN Jakarta (sekarang UIN Jakarta), Dia memperkenalkan pendekatan filsafat dan teologi rasional dalam memahami ajaran Islam. Harun menekankan pentingnya mempelajari Islam secara kritis dan objektif, dengan menyoroti sejarah pemikiran Islam yang kaya akan dinamika teologi dan filsafat.

Pemikirannya membuka ruang bagi rasionalitas dalam diskursus Islam, yang sebelumnya didominasi oleh pendekatan normatif. Salah satu pokok pemikirannya adalah pentingnya rasionalisme dalam teologi, di mana dia banyak merujuk kepada aliran Mu'tazilah yang menekankan akal dalam memahami wahyu.

Pokok Pemikiran Harun Nasution:

? Pentingnya pendekatan rasional dalam studi teologi Islam.

? Sejarah Islam dilihat melalui lensa perkembangan pemikiran, bukan sekadar normatif.

? Pemahaman Islam sebagai agama yang adaptif terhadap konteks zaman dan perubahan sosial.

2. Nurcholish Madjid (Cak Nur)

Nurcholish Madjid, yang akrab disapa Cak Nur, adalah salah satu tokoh pembaru Islam yang paling berpengaruh di Indonesia. Cak Nur dikenal dengan gagasannya tentang pembaruan Islam dan pluralisme. Ia mendorong masyarakat Muslim Indonesia untuk menerima modernisasi tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip dasar Islam. Salah satu konsep terkenalnya adalah "Islam Yes, Partai Islam No", yang menyarankan agar Islam tidak dijadikan sebagai alat politik praktis. Ia juga mengembangkan ide tentang pentingnya keterbukaan dan dialog antaragama, serta menekankan bahwa Islam harus kontekstual dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Pokok Pemikiran Nurcholish Madjid:

? Sekularisasi dalam pengertian pemisahan agama dari politik praktis.

? Pluralisme dan dialog antaragama sebagai bagian dari modernitas Islam.

? Islam harus dipahami sebagai nilai-nilai universal yang mencakup kemajuan, kemanusiaan, dan keadilan sosial.

3. Azyumardi Azra

Azyumardi Azra adalah sejarawan dan cendekiawan Muslim yang terkenal dengan kajiannya tentang sejarah Islam Nusantara. Ia menyoroti bagaimana Islam di Indonesia berkembang sebagai bagian dari dinamika global Islam, sekaligus dipengaruhi oleh lokalitas budaya. Azra juga berperan dalam mempromosikan Islam moderat di Indonesia, serta menekankan pentingnya pendidikan sebagai kunci bagi kemajuan umat Islam. Sebagai seorang akademisi, ia turut berkontribusi pada pembaruan studi Islam dengan memperkenalkan pendekatan sejarah kritis yang mengaitkan perkembangan Islam di Indonesia dengan sejarah global.

Pokok Pemikiran Azyumardi Azra:

? Islam Nusantara sebagai jembatan antara tradisi Islam global dan lokalitas budaya Indonesia.

? Pentingnya Islam moderat dalam menghadapi tantangan global dan ekstremisme.

? Pendidikan Islam harus modern dan kontekstual, tanpa meninggalkan akar tradisionalnya.

4. Fachry Ali 

Fachry Ali adalah seorang intelektual yang banyak berkecimpung dalam studi politik Islam. Pemikirannya berkisar pada hubungan antara Islam dan negara serta peran Islam dalam demokrasi di Indonesia. Dia meyakini bahwa Islam dapat berperan konstruktif dalam tatanan politik modern, selama tetap berada dalam kerangka demokrasi dan pluralisme. Fachry juga menyoroti tantangan yang dihadapi umat Islam dalam transisi politik Indonesia, terutama dalam hal bagaimana Islam harus terlibat dalam demokrasi tanpa menjadi eksklusif.

Pokok Pemikiran Fachry Ali:

? Integrasi Islam dalam kerangka demokrasi modern.

? Peran Islam sebagai kekuatan moral dan etis dalam politik, bukan sebagai kekuatan politis praktis.

?Tantangan Islam dalam menjaga keseimbangan antara identitas keagamaan dan nilai-nilai pluralisme.

5. Komaruddin Hidayat

Komaruddin Hidayat adalah Filsuf Muslim yang banyak membahas soal hubungan antara agama dan filsafat, serta spiritualitas modern. Dia menekankan pentingnya pendidikan agama yang humanis dan inklusif. Komaruddin juga aktif mempromosikan konsep Islam yang ramah terhadap sains dan teknologi, dengan mengajak umat Islam untuk lebih terbuka terhadap perkembangan modern tanpa kehilangan spiritualitas. Dalam pandangannya, Islam harus dilihat sebagai agama yang dapat memberikan solusi bagi problematika modern melalui pemahaman yang mendalam dan rasional.

Pokok Pemikiran Komaruddin Hidayat:

? Agama harus humanis dan inklusif, menghargai perbedaan.

? Keterbukaan terhadap sains dan teknologi sebagai bagian dari pengembangan umat Islam.

? Pentingnya pendidikan agama yang membentuk moralitas dan spiritualitas, bukan sekadar dogmatis.

6. Bahtiar Effendy

Bahtiar Effendy adalah seorang pakar politik Islam yang mendalami peran Islam dalam konteks politik demokrasi. Ia meneliti bagaimana Islam dapat berperan positif dalam dinamika politik Indonesia yang plural dan demokratis. Bahtiar percaya bahwa Islam tidak harus menjadi kekuatan politik formal, tetapi dapat memberikan kontribusi moral dan etis dalam pembangunan demokrasi. Dia juga mengkritisi penggunaan agama sebagai alat politik yang justru dapat memecah belah masyarakat. Selain itu, Bahtiar berpendapat bahwa peran Islam dalam demokrasi lebih tepat melalui pendekatan sipil ketimbang kekuatan negara.

Pokok Pemikiran Bahtiar Effendy:

? Islam sebaiknya berperan sebagai kekuatan moral dalam politik, bukan kekuatan formal.

? Demokrasi sebagai sistem politik terbaik bagi umat Islam di Indonesia yang plural.

? Pentingnya menjaga Islam tetap dalam ruang publik tanpa harus terjebak dalam politik praktis.

7. Mansur Faqih

Mansur Faqih adalah salah satu tokoh intelektual yang memiliki peran signifikan dalam Mazhab Ciputat, terutama dalam bidang pengembangan masyarakat dan teori kritis Islam. Dia dikenal karena gagasan-gagasannya yang progresif dan kritis terhadap ketidakadilan sosial, dengan memadukan wacana Islam dan teori kritis dalam analisis sosial. Mansur Faqih memiliki perhatian besar pada isu-isu keadilan sosial, gender, dan pemberdayaan masyarakat yang termarjinalkan, serta menekankan pentingnya keterlibatan Islam dalam menentang penindasan dan ketidakadilan.

Pokok Pemikiran Mansur Faqih:

? Teologi pembebasan yang berpihak pada kaum tertindas.

? Pemberdayaan masyarakat sebagai upaya Islam untuk menegakkan keadilan sosial.

? Kritik terhadap ketidakadilan struktural dalam ekonomi dan politik.

? Kesetaraan gender dalam perspektif Islam yang menolak diskriminasi berbasis jenis kelamin.

? Islam sebagai basis bagi gerakan sosial progresif yang melawan penindasan.

Catatan Penutup

Dengan kontribusi para tokoh ini, Mazhab Ciputat berhasil mempengaruhi arah pemikiran Islam di Indonesia, terutama dalam konteks hubungan antara agama, modernitas, dan demokrasi. Mereka mengajukan bahwa Islam harus berperan dalam pembangunan sosial dan politik dengan pendekatan rasional, plural, dan moderat.

Setelah memasukkan sosok Mansur Faqih dan pemikirannya, maka Mazhab Ciputat dapat diperkaya dengan memperluas perspektif mengenai bagaimana pemikiran Islam progresif di Indonesia berkembang tidak hanya pada aspek intelektual dan rasionalitas, tetapi juga pada aspek sosial dan pembebasan. Mansur Faqih menambahkan dimensi praksis yang lebih kuat, di mana Islam bukan hanya dipahami secara filosofis atau politik, tetapi juga sebagai kekuatan untuk melawan ketidakadilan dan memberdayakan kelompok tertindas.

Study Rizal LK/Dosen Tetap FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor : Jufri Alkatiri