Para santri dari pondok Pesantren (Foto: Times Indonesia)
Penetapan 22 Oktober 2015 di Istiqlal, sebagai Hari Santri Nasional merupakan bentuk pengakuan pamerintah atas peran dan perjuangan umat Islam dalam perjuangan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dari penjajah Belanda kafir hingga kedatangan tentara Inggris beserta tentara KNIL di Indonesia. Sesuatu yang tidak pernah diakui secara resmi, baik oleh pemerintah Orde Lama dan Orde Baru hingga pascareformasi sampai ketika presiden Jokowi melakukannya. Pengakuan itu dilakukan oleh presiden Jokowi pada saat ia mengunjungi pondok pesantren Babussalam, Magelang, bertepatan dengan peringatan tanggal 1 Muharram.
Perjuangan Para Santri Indonesia
Sejak kedatangan Belanda pada 1596 M, kemudian Belanda membentuk Sarikat Dagang, VOC( Vereenidge Oast Indiche Compagne), hingga VOC bubar pada 1778 M dan Belanda mulai melakukan penjajahan sampai Infonesia memerdekakan diri pada 1945, umat Islam, baik dimotori oleh para Sultan, para ulama dan umat Islam secara keseluruhan, mereka telah melakukan perlawanan fisik. Perlawanan umat Islam mulai dari Perang Sabi di Aceh hingga Perang Diponegoro 1925-1930, menimbulkan banyak kerugian pada pihak kompeni. Perang dikenal juga sebagai perang Jawa.
Selain itu juga ada pemberontakan fi Banten pada 1888, yang dilakukan oleh para petani yang menjadi anggota Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dan lain-lain. Perlawanan itu senua dilakukan oleh umat Islam yang tidak setuju negerinya dijajah oleh pemerintah Belanda yang kafir itu. Mereka terus berjuang dan bergerak sampai mereka mendirikan SDI(Sarekat Dagang Islam) oleh H. Samanhudi di Laweyan, Solo, pada 1905. Awalnya sarekat tersebut diperuntukkan sebagai bentuk perlawanan atas kesewenangan para pedagang batik Cina yang mendominasi perdagangan dan mendapatkan konsesi dari pemerintah Bekanda.
SDI kemudian mengalami perubahan menjadi SI (Sarekat Islam). Dan pads 1918, SI terbelah menjadi SI merah dibawah pimpinan Alimin dan Semaun, dan SI putih dibawah pimpinan HOS Cokroaminoto. SI merah berhakuan kiri, komunisme dan SI putih berhakuan kanan, Islam.
Lama kelamaan, SI Putih menfirikan partai menjadi PSI (Partai Sarikat Islam) dengan ideologi Islam, dan SI merah mendirikan partai PKI (Partai Komunis Indonesia), yang pernah melakuan pemberontkan di Lebak, Banten pada 1927. Pemberontak ini, meski mereka berpatai derideooogi Komunisme, mereka masih muslim. Artinya, pemberontakan tersebut juga dilakukan oleh umat Islam Indonesia. Meski berbeda, tujuan mereka sama: berjuang untuk membebaskan negeri Indonesia dari penjajah Belanda kafir.
Pada saat yang sama, para pemuda Indonesia yang mayoritas muslim, melakukan konsolidasi kekuatan, ada Jing Islmiten Bobd, Jobg Jva, Jong Baravua Bobd, Jong Sunatera Bond, dan Jong Cleves. Konsolidasi ini terefleksi dalam bentuk Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 1928.
Kemudian, pada 1939-1945 terjadi Perang Dunia ke-2 yang melibatkan hampir seluruh negara di dunia terlibat perang. Saat itu, Jepang ikut perang dunia dan bergabung dengan Italia dan Jerman, negara yang kalah Perang Dunia ke-2. yang datang ke Indonesia pada 1943 dan mulai menjajah. Tetapi pada 1945 Perang Dunia berakhir dan Jepang harus menyerahkan kekuasaan pada pemenang perang.
Kehadiran Jepang di Indonesia pada 1943, membuat situasi politik berubah. Dengan slogan Jepang adalah negara tua Indonesia dan meminta dukungan dari masyarakat Indonesia untuk memenangkan Perang Asia Raya, akhirnya dengan politik adu donba dan Romusha, Jepang menguras potensi ekonom Indonesia saat itu. Semuanya untuk keperluan persediaan dalam Perang Asia Tinur Raya.
Sejak saat itu, bentuk perlawanan dan perjuangan bangsa Indonesia semakin solid hingga akhirnya para pemuda Indonesia, seperti Chaerul Saleh, dan kawan-kawan penuda, menjemput dan mengajak Bung Karno ke Rengas Dengklok, Karawang, meninta Bung Karno segera membuat dan membacakan naskah proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Karena sutuasi kurang konfusif, akhirnya Bung Karno bertemu dengan seorang jenderal Jepang, yang kalah perang. Di rumah itulah akhirnya Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 pada pukul 10 pagi. Sejak saat itulah Indonesia berjuang untuk mendapat dukungan dari negara-negara kuar. Negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia adalah Palestina kemudian diikuti oleh Mesir dan lain sebagainya. Tetapi, kemerdekaan tersebut tidak diakui oleh pemerintah Belanda. Akhirnya, Belanda mendompleng tentara KNIL yang merupakan tentara gabungan dari India dan Inggris serta negara Eropa lainnya.
Karena Belanda semakin menjadi, akhirnya tokoh Islam Hadratusyaikh KH. Hasyim Asyari, pada 22 Oktober 1945, mengumumkan Resolusi Jihad, sebagai motivasi para Kyai dan para Santri untuk melakukan Jihad Fi Sabilillah mewajibkan umat Islam melakukan perlawanan melawan Belanda kafir yang ingin menjajah kembaki Indonesia. Itulah salah satu puncak dari bentuk perlawanan dan perjuangan para Kyai dan para Santri dalam memerdekakan bangsa Indonesia. Demikian latar belakang historis peristiwa yang terjadi pada tanggak 22 Oktober 1945, yang kemudian dijadikan sebagai Hari Santri Nasional.
Perjuangan Para Santri Dalam Menggapai Cita-cita.
Para Santri, baik dari Pondok Pesantren Tradidisional maupun dari Pondok Pesantren Modern, sekesai mereka mondok, banyak yang melanjurkan studi, baik di dalam maupun di dalam negeri. Bagi mereka yang tidak melanjutkan ke tingkat lebih tinggi, banyak di antara mereka yang menjadi pimpinan pondok pesantren. Mereka kemudian dikenal dan diakui sebagai seorang kyai, dengan melanjutkan tradisi Kyai mereka dahulu.
Dahulu, memang banyak pesabtren tradidional yang habya berfokus pada Tafaqquh fi al-dien, tidak tersedia sekolah umum. Tetapi sekarang sudah banyak Pondok Pesantren yang sudah menyediakan Sekolah, bukan hanya Madrasah. Dengan berbagai jurusan, IPA,IPS, dan Bahasa. Mereka yang sekolah pada jurusan unum, melanjutksn ke Perguruan Tinggi Negeri ternama; sepert UI, ITB, IPB, UNPAD, UGM, UB dll. Selesai jadi sarjana, mereka ada melanjutkan studi S2 dan S3 di luar negeri. Sepulang dari studi luar negeri mereka menjadi tenaga pengajar sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta.
Ketika belajar di luar negeri, mereka ada yang mengambil studi di luar ilmu yang mereka peroleh saat di pondok. Ada yang jadi insinyur, dr. dan lain sebagainya. Bahkan ada yang berkarier di politik dan menjadi politisi dan pejabat, Menteri dan lain sebagainya. Jadi, para santri memiliki banyak peluang untuk berkarier di Indonesia sekarang ini. Mereka sudah berhasil menggapai cita-cita mereka dan menjadi orang berhasil dan bermanfaan untuk umat, agama bangsa dan negara.
Prof. Murodi al-Batawi/Dosen Tetap Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor : Jufri Alkatiri