Imajinasi kreatif (Foto:depositphotos)
Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
Menggerakkan imajinasi aktif dan kreatif maka dialektika cinta dalam dunia Imajinasi Kreatif akan memasuki dataran teofanik kemudian menghasilkan suatu perdamaian kembali antara yang rohani dengan yang jasmani, suatu penyatuan cinta spiritual dan cinta fisikal dalam satu pengalaman cinta mistik (ruhani).
Kondisi rekonsiliasi ini berpotensi “melihat Tuhan” melalui visi yang jika tanpa-Nya manusia tidak akan dapat hidup. Visi ini adalah kehidupan bukan kematian, karena kehendak Tuhan yang akan menyentuh setiap jiwa yang mistik (bercahaya), yang memuat nama-nama-Nya sesuai dengan virtualitas partikuler jiwa yang menjadi epifani kongkritnya ( tempat mengeja-wantah).
Visi ini mengimajinasikan dan mengaktualisasikan saling ketergantungan (ta’alluq) abadi antara Tuhan (rabb) dengan wujud yang sejatinya juga merupakan wujud-Nya, yang untuknya dan olehnya Dia adalah Tuhan (marbub-nya), sebab totalitas satu nama Ilahi terdiri dari nama penamanya yang satu memberikan wujud yang lain mengungkapkannya, keduanya menempatkan satu sama lain “dalam kepastian” wujud yang satu menjadi tindakan dari wujud yang lainnya dan tindakan ini akan berupa merasakan passion (bertahan menderita) dan simpatik (penuh belas kasih).
Penggambaran atau bayang-bayang permisalan merupakan visi mental ketika menjalani laku kontemplasi. Bentuk imajinasi harus menghadirkan wujud-Nya (asma dan sifatnya). Maka kontemplasi harus efektif, yakni efeknya harus mampu membuat wujud si perenung sesuai dengan bayangan yang sama dari wujud ilahi. Sebab hanya setelah wujud tercetak pada bayangan tentang nama dan sifat Allah SWT, hanya setelah setelah dia menjalani kelahiran yang kedua kali maka barulah sang mistik (kondisi rohani) dapat secara tepat dan efektif dianugerahi rahasia dimana keilahian Tuhan berada.
Nafas Kasih Ilahi (Nafas Rahmani) yang membebaskan nama-nama Tuhan yang masih terkungkung dalam keghaiban eksistensi-nya masih tersembunyi, kasih sayang Tuhan yang menjadikan substansi dari berbagai bentuk yang wujudnya Dia jadikan titah berbagai rupa yang dianugerahi dan manifestasi nama-nama Tuhan mengandaikan suatu dimensi ganda, lelaki yang aktif dan dan wanita yang pasif dalam wujud Tuhan yang mengungkapkan diri-Nya.
Visi Teofanik (menghadirkan Tuhan) yang tertinggi dalam perenungan bayangan (imaji) feminim kreatif itulah kontemplasi dapat menagkap manifestasi tertinggi Tuhan, yakn keilahian yang kreatif.
Spiritualitas para mistik Islam (sufi) dituntun secara esoteris (batiniah) menuju penampakkan sang perempuan abadi sebagai bayangan Tuhan, yang disebabkan pada diri mereka merenungkan rahasia kasih-sayang Tuhan, yang hakikatnya tindakan penciptaannya berupa pembebasan wujud wujud.
Dzikir (anamnesis) mengingat kembali Sophia Aeterna bertolak dari intuisi bahwa feminim bukan lawan maskulin sebagaimana patient dengan agens, melainkan feminism melingkupi dan mengkombinasikan kedua aspek tadi reseptif dan aktif sementara maskulin hanya memiliki salah satunya. Intuisi ini terekspresi dalam seuntai syair Jalaludin Rumi:
Perempuan adalah seberkas Cahaya Ilahi;
Dan bukanlah wujud yang menjadi sasaran hasrat nafsu;
Dia adalah Pencipta, baiknya disebut begitu;
Dia bukanlah makhluk
Al-Qur’an memberi logika lebih mudah bagaimana memahami dzikir Sophia Aeterna, dengan membandingkan QS. Al-Hujurat ayat 13 dengan QS. An-Nisa ayat 1
QS. Al-Hujurat ayat 13, menggunkan kata Dzakarin (Mudzakar) yang memiliki arti gen dengan kromosom laki-laki (XY) dan Untsaa (Muanats) Perempuan (XX). Perhatikan perbedaan dengan QS. An-Nisa ayat 1 menggunakan kata Rijalan seorang berjenis kelamin lak-laki dan Nisaa’ seorang berjenis kelamin Perempuan.
Dalam ilmu genetika dapat dijelaskan bahwa Kromosom merupakan benang-benang halus yang berfungsi sebagai faktor pembawa sifat keturunan. Di dalam kromosom terdapat substansi pembawa sifat keturunan yang terdiri atas senyawa kimia yang disebut gen. Gen berfungsi sebagai penentu sifat-sifat suatu makhluk hidup.
Kromosom dan gen inilah yang mengendalikan pewarisan sifat pada makhluk hidup. Simbol XY maskulin meskipun aktif dengan akan tetapi unik (Y) tidak mendominasi, dan justru kromosom XX feminim yang melingkupi keturunan kehidupan.
Maka cinta di antara dua manusia melalui peleburan dua tubuh adalah jalan untuk menampilkan kebenaran. Daya kreatif perempuan cinta dan belas kasih adalah aspek feminitas yang mendasari terciptanya kehidupan (mawujudat). Dan menolak pandangan yang mengatakan kekuatan maskulin sebagai yang dominan dibandingkan yang feminin. (Bersambung)
*Pemerhati Keagamaan dan Filsafat
Editor: Jufri Alkatiri