Imajinasi Kreatif  Pelaku  Hereditas Mutlak. (Foto: IDN Times Kaltim)

 Oleh: Anwar Rosyid  Soediro*

 Hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang diwariskan orangtua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki  individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari orangtua melalui gen. Maka ketika seorang perempuan menyusui adalah kreatif seorang ibu mewariskan kecerdasan dengan memberi nutrisi agar anak berkembang menjadi (menciptakan) manusia yang berakal cerdas.

Tuhan yang maha Rahman dan Rahim mencintai manusia (Adam), ketika Adam merenungkan Tuhannya dalam dirinya sendiri melalui imajinasi cinta yang termanifestasi dalam diri Hawa. sejatinya Tuhan mencintai Adam sebagaimana Adam mencintai Hawa, dengan cinta sama Adam menirukan model cinta Ilahi.

Hawa adalah wujud feminim yang dalam bayangan Rahman Rahim Tuhan, merupakan perempuan pencipta (creatrix) wujud, yang dengan lantaran ini dia sendiri tercipta. Cinta mistik yakni kombinasi indrawi dan rohani melalui transmutasi timbal balik wanita penjadi lekat kepada bayangan teofanik/ejawantah Tuhan.

Dengan kata lain, perempuan adalah makhluk dari hasil emanasi Tuhan yang memiliki sifat kelembutan. ”perempuan adalah tipe leluhur dari keindahan di bumi, namun keindahan di bumi ini tidak ada artinya kecuali menjadi manifestasi dan pantulan dari sifat-sifat Illahi.”

Masalah yang signifikan bagi psikologis relijius untuk konfigurasi “empat serangkai” (quaternity), dalam pasangan Adam dan Hawa menjadi pelengkap bagi pasangan Mayam dan Isa. QS. Ali-Imaran  ayat 59  “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam…”

Hawa tercipta karena laku kontemplasi aktif gen (Y) Adam, Hawa dalam kedudukan relasi pasif terhadap Adam. Sedangkan dalam pribadi Maryam sang feminim dianugerahi fungsi kreatif-aktif gen (XX) dalam citra sofia Ilahi. Jadi relasi Mayam dengan Isa merupakan type imbangan (antitype) bagi relasi Hawa terhadap Adam. Sehingga Isa dan Hawa adalah saudara laki-laki dan perempuan, sedangkan Adam dan Maryam adalah kedua orangtuanya. Maryam naik ke martabat Adam dan Isa ketaraf Hawa.

Apa yang diekspresikan oleh empat serangkai dengan pertukaran sifat maskulin dan feminism merupakan symbol dan sandi sofiologi hasil puncak dialektika cinta, pertukaran figur Maryam dan Hawa merupakan intuisi feminim kreatif dan menandai momen keindahan tema keindahan teofani dan berkembang menjadi pengagungan atas bentuk wujud yang dianugerahkan keindahan ilahi. Dimana bentuk wujud itu adalah citra Kasih Tuhan, pencipta wujud yang lantarannya Dia sendiri tercipta/termanifestasi dalam asma dan sifat. Dalam hadits,  keindahan adalah mengejawantahnya Tuhan; “Tuhan adalah wujud yang indah yang mencintai keindahan”.

Ketika Adam merenungkan kecantikan Hawa, dia melihat sorot sinar keindahan Ilahi, Para pengelana merenungkan dalam diri perempuan keindahan abadi inspirasi dan tujuan dari segala cinta dan mereka melihat dalam tabiat esensialnya sebagai medium manifestasi keindahan sang penciptanya. Oleh karenanya perempuan adalah focus teofani dan pemberi kehidupan, dan bisa diidentifikasi dengan daya pemancaran mereka. Ketahuilah bahwa Tuhan tidak mungkin direnungkan terlepas dari wujud kongkrit dan terlihat secara lebih sempurna dalam wujud manusia dari pada alam semesta dan lebih sempurna lagi dalam diri perempuan dari pada laki-laki, keutamaan perempuan karena kombinasi mode  ganda ruhani dan fisik, reseptif,  dan aktif.

Daya cipta perempuan (creativity) berkenaan dengan kualitas-kualitas spiritual dan ilahiah secara esensial yang menciptakan cinta dalam diri pria dan membuatnya mencari penyatuan dengan kekasih ilahiah. Dari sini para sufi harus mengimajinasi perempuan yang berdaya cipta, yakni wujud feminim kreatif yang telah meraih derajat dimana dalam dirinya mampu melahirkan anak jiwanya yang merupakan manifestasi ilahiah.

Sebagai kesimpulan, pelaku hereditas mutlak (haqiqah) adalah ibu sesuai namanya perempuan/feminim sebagai pelaku aksi dan pas? yang berarti mencakup keseimbangan dan harmoni antara manifestasi dan kegaiban. Hal ini sesuai juga dengan firman Allah dalam surat/tema feminim (Annisaa) ayat 1 khalaqakum ”min nafsin wahidah” Allah menciptakan kamu sekalian dari ”diri yang satu perempuan”, yang menjadi penentu dan menentukan penciptaan dengan Dia (Allah) sebagai sumbernya.

Kedudukan Adam dalam drama kosmis terjadinya manusia adalah derajat pertama sebagai wujud tetapan atau akal awal sering juga disebut nur Muhammad (insan kamil). Sedangkan Derajat kedua adalah jiwa semesta manifestasi dari  Hawa samawi.

Nous (pemikiran mendalam) tentang maskulin yang asli/sejatinya berada di tengah diantara dua feminim yakni; Esensi dzat Ilahi dan jiwa semesta, ”Karena Cinta Kasih Allah kepada Adam maka Allah ciptakan Hawa jiwa semesta.” (habis)

*Pemerhati Keagamaan dan Filsafat

  Editor: Jufri Alkatiri