Dominasi Ilmu Pengetahuan pada Umat Masa Depan. (Foto:Kompasiana.com)
Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
B.Kedekatan kiamat dan kemunculan sifat-sifat alam imajinasi.
Dalam tata bahasa Arab perlu dipahami, kata kerja (verb) disebut dengan al fi’il. Menurut Syaikh Musthafa Alghulayaini, Fi’il adalah kalimat yang menunjukkan makna dengan sendirinya dan bersamaam dengan waktu, ada dua waktu, yaitu: kata kerja yang menunjukkan waktu lampau (al m??hi), kata kerja yang menunjukkan waktu sedang dan akan datang (mustaqbal). Berbeda dengan grammar bahasa Inggris tenses terdiri dari 3 waktu, past, present, dan future.
Maka Hari Kiamat bisa hadir (terjadi) saat sekarang atau akan datang (fi’il mustaqbal), sehingga dalam ilmu tasawuf kiamat dalam perspektif ilmu hakikat ketika seseorang sudah sampai pada penyaksian bahwa seluruh zat itu abadi (baqa) dengan Zat Al-Haq setelah zat-zat tersebut fana dalam Al-Haq. Mereka memahami firman Allah: "Semua yang ada padanya itu akan fana dan hanya Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan tetap kekal." (QS ar-Rahman [55]:26-27), bukan semesta hancur berantakan seperti pemahaman yang diperkenalkan oleh kalangan ahli syariah tetapi hancur pengertian fana dan baqa’ bersama Tuhannya.
Masalah yang dibahas dalam ilmu hakekat adalah Dunia Imajiner, wilayah Imajinasi yang aktif dan otonom serta gambaran yang subsisten dan abadi. Dalam dimensi peralihan (barzakh) ini, yang analog dengan pengalaman mimpi, yang dapat dipahami menyatu dengan yang dapat dirasakan dan yang spiritual dengan yang jasmani. Ini adalah dimensi dimana hal-hal seperti penglihatan dan fenomena dari balik kubur, yang dijelaskan oleh eskatologi, terjadi. Manifestasi di dunia sekuler (material) dari sifat-sifat bidang spiritual tubuh halus ini (di mana semua makhluk hidup, dan dimensi spasial dan temporal tidak linier) akan meningkat sejalan dengan mendekatnya kedatangan Hari Kiamat.
Alam kasat mata atau realitas ini, dimana Dunia Imajiner, merupakan kunci untuk memahami makna waktu di kalangan para Sufi, dan khususnya di kalangan mereka yang terhubung dengan warisan tradisi intelektual (logika kenabian).
Qur’an dan sabda Nabi pada zaman mendekati hari akhir manusia akan dapat menangkap isyarat bahwa pohon dan bumi dapat berbicara, ilmu dan teknologi, serta imajinasi manusia akan menangkap pohon berbicara dan bumi berbicara mengabarkan beritanya, wa akhrajatil atsqolaha… Yauma`id?in tu?additsu akhb?rah? (QS. al-Zalzalah [99]: ayat 2 dan 4). Dengan ilmu teknologi zaman akhir ini berbicara dengan pohon berwujud budidaya tananam moderen, dan menggali kekayaan yang tersimpan dalam perut bumi karena teknologi mampu mendeteksi isi perut bumi melalui apa yang dikabarkan bumi.
Manusia pada zaman digital sekarang sudah berada pada maqam yang menggunakan bukan lagi pendengaran Allah (sam’Allah) untuk mendengar dan penglihatan Allah (bashar Allah) untuk melihat sebagaimana yang dicapai oleh orang-orang yang ada di maqam di bawahnya (al-qurb al-nawafil), tetapi sudah sampai kepada makam menggunakan telinga Allah (udzun Allah) untuk mendengar dan mata Allah (‘ain Allah) untuk melihat. Dengan demikian, sudah tidak ada lagi jarak apa pun dengan Al-Haq, itulah Kiamat Besar.
Baginya hari akhir adalah saat sekarang ini bukan nanti. dengan demikian para ahli makrifat tidak tertipu dikotomi dunia dan akhirat. Melainkan mereka menganggap keduanya hadir bersamaan saat ini, dalam ahwal hatinya dengan Allah SWT. Maka tidak berlaku hukum Surga dan Neraka, yang ada hanya ridha dan kemurkaan Allah SWT. Surga dia rasakan dalam keintiman, kedekatan, dan ketenangannya bersama Allah SWT walaupun di dunia. Sebaliknya, Neraka adalah simbol kekacauan dan hitamnya hati akibat jauh dari Allah SWT dan mendapatkan kemurkaan-Nya. (Bersambung)
*Pemerhati Keagamaan, Filsafat, dan Alumni UGM Yogyakarta
Editor: Jufri Alkatiri