Film sebagai salah satu media komunikasi massa arus utama atau mainstream bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. Memiliki kelebihan dalam menyampaikan isi pesan ke penonton. Film -- bahkan sering kali digunakan sebagai media yang menggambarkan kehidupan sosial dalam masyarakat. (Díaz-González & González-Del-Valle, 2021). Film hidup dari bentukan teknologi rekaman visual dan suara, dan termasuk unsur kesenian seperti sastra, teater, seni rupa, dan musik. Film, saat ini menjadi salah satu pilihan hiburan bagi masyarakat.

Film mampu bercerita banyak dalam waktu yang singkat. Ketika menonton film, penonton seakan-akan dapat menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan bahkan dapat mempengaruhi khalayak. Sebelum mengkritisi teori konstruksi realitas sosial dan perspektif komunikasi sambung nalar – perlu pemahaman pokok-pokok pemikiran teori tersebut. Ilmu komunikasi sebagai science mengenal berbagai macam paradigma metodologi selain mengenal pula paradigma teori. Denzin menyebut, paradigma penelitian komunikasi ada lima: positivis, postpositivis, konstruktivis, kritis, dan partisipatoris (Denzin, 2005; Guba 2005; S.L.T., 2010). Perspektif atau paradigma ini penting sebagai salah satu sudut pandang dalam melihat gejala sosial atau realitas sosial maupun komunikasi sambung nalar. (Hjelm, 2019) Konstruktivisme sebagai teori diungkapkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann—dituangkan dalam buku  the social construction of reality, the treatise in the sociology of reality, yaitu sejumlah asumsi antara lain communicative action is voluntary (tindakan komunikatif bersifat sukarela). Kebanyakan konstruksionis memandang komunikator  yang membuat pilihan  -- ini tidak berarti orang memiliki pilihan bebas. Lingkungan sosial memang membatasi apa yang dapat dilakukan melalui moral, peran, dan aturan kebanyakan situasi. Selain itu, Knowledge is a social product (pengetahuan itu produk sosial) -- bukan sesuatu yang ditemukan secara objektif, tetapi diperoleh melalui interaksi di dalam kelompok sosial. Knowledge is contextual -- pengetahuan bersifat kontekstual -- terhadap peristiwa dihasilkan dari interaksi pada tempat dan waktu tertentu, pada lingkungan sosial tertentu. Pemahaman terhadap suatu hal berubah seiring berjalannya waktu. Theories creates worlds  --teori  menciptakan dunia. Teori dan aktivitas ilmiah serta penelitian pada umumnya, bukanlah cara atau yang objektif untuk mengungkapkan kebenaran, tetapi berkontribusi lebih dalam menciptakan pengetahuan. Jadi, aktivitas ilmiah adalah dampak dari apa yang sedang diamati dan cara pengalaman dipahami.  Scholarship is values laden -- kegiatan keilmuan itu sarat nilai. Pengamatan suatu penelitian atau apa yang dijelaskan dalam suatu teori komunikasi selalu dipengaruhi oleh nilai-nilai yang tertanam di dalam pendekatan yang dipakai. Salah satu model teori yang banyak dikutip adalah model teori yang diperkenalkan oleh Peter L. Berger Di sisi lain, komunikasi sambung nalar -- merupakan pola komunikasi yang mempertimbangkan perasaan manusia sebagai aspek yang pertama-tama dan terutama tersentuh dalam proses komunikasi. (Hoagland et al., 2020)

Pola komunikasi sambung nalar tidak lain hanyalah bagian dari pola komunikasi persuasif—tepatnya pola komunikasi persuasif kultural. (Sarwono: 16: 1989). Pola komunikasi sambung nalar dapat dikategorikan sebagai pola komunikasi didaktif yang bersifat mendidik sekaligus menyadarkan. Dalam praktik komunikasi sambung nalar, isi dan jenis pesan yang dikomunikasikan dituntut untuk dapat meningkatkan penghayatan daa, bidang  ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain persuasif, komunikasi sambung nalar tidak beraroma instruksi. (Geurts, 2018)

 

Hermeneutika Media Film

Dampak negatif dari film – salah satu contohnya dalam film Dua Garis Biru, karena berlatar belakang kisah di ibu kota negara – Jakarta. Film ini  membawa tema tentang remaja yang hamil luar nikah. Menariknya, film ini memberikan penyelesaian yang tidak biasa dan justru tidak terasa memberikan penghakiman pada remaja yang melakukan kesalahan tersebut. Film ini tanpa basi-basi menekankan pentingnya edukasi seks sejak dini. Percakapan mengenai ketubuhan dan seksualitas seharusnya tidak menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan oleh orangtua dengan anaknya. (Ibrahim & Sulaiman, 2020)

Film bergenre remaja  ini,  termasuk  dalam ranah komunikasi massa  -- merupakan media yang berpengaruh bagi manusia. Dapat dimetaforakan sebagai tindakan menyuntikkan obat yang dapat langsung merasuk ke dalam jiwa si penerima pesan (Morrisan, 2005: 12). Salah satu media komunikasi massa   yang paling kuat adalah film. (Lin & Whitson, 2017) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011 : 125) film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop) yang kedua film tersebut diartikan sebagai lakon (cerita) visual.(Orellana et al., 2020)

Fenomena media arus utama yang mengalami perubahan --  dapat dipahami -- bahwa film merupakan salah satu media komunikasi massa yang memiliki makna pesan tertentu.(Emeka et al., 2020)  Peneliti tertarik melihat lebih jauh bagaimana pesan yang ingin disampaikan film -- khususnya pada fenomena hamil luar nikah. Relevansi yang ada antara film tersebut dengan kondisi masyarakat di Indonesia saat ini. Pisau analisis yang digunakan yakni teori Konstruksi Realitas Sosial karena lebih kritis dari beberapa teori ilmu komunikasi lainnya. Peter L Berger dan Thomas Luckmann, mendefinisikan teori konstruksi realitas sosial sebagai teori yang menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.(Liechty, 2020) Contohnya adalah ketika masyarakat menonton film – masyarakat akan mengkonstruksikan apa yang mereka lihat dari tayangan tersebut menjadi realitas. Berger dan Luckmann mengatakan terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu.(Hjelm, 2019)

Teori yang digunakan  untuk membedah isi pesan yakni konstruksi realitas sosial, komunikasi sambung nalar, dan teori perspektif -- bagaimana proses individu dalam mengkonstruksikan realitas sosial dengan melihat dunia realitasnya yang terjadi secara subjektif.(Hjelm, 2019) Menggunakan paradigma konstruktivis dengan metode interpretasi teks, dan menggunakan pendekatan kualitatif, serta memberikan sejumlah saran yang berguna untuk generasi milenial maupun genarasi Z.(Yan & Lv, 2020)

Konstruksi Realitas Sosial

Konstruksi Reality Sosial   (Social Construction of Reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu atau sekelompok individu, menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. (Ali & Salim, 2019). Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu – sebagai manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya, yang dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya. Dalam proses sosial, manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. (Chung et al., 20)

Konstruksi Sosial (social construction) merupakan teori sosiologi kontemporer yang dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Disebutkan, realitas sosial eksis dengan sendirinya dan struktur dunia sosial bergantung pada manusia yang menjadi subjeknya. Kebiasaan ini memungkinkan seseorang mengatasi suatu situasi secara otomatis. Dalam situasi komunikasi interpersonal, partisipan saling mengamati dan merespon kebiasaan orang lain, dengan demikian partisipan saling mengamati dan merespon kebiasaan orang lain tersebut. Dengan kebiasaan --  seseorang dapat membangun komunikasi dengan orang lain yang disesuaikan dengan tipe-tipe seseorang  yang disebut dengan pengkhasan (typication).

Dalam teori konstruksi sosial Berger  -- realitas sosial eksis dan struktur dunia sosial bergantung pada manusia yang menjadi subjeknya. Berger memiliki kecenderungan untuk menggabungkan dua perspektif yang berbeda, yaitu perspektif fungsionalis dan interaksi simbolik, dengan mengatakan bahwa realitas sosial secara objektif memang ada (perspektif fungsionalis), namun maknanya berasal dari dan oleh hubungan subjektif individu dengan dunia objektif (perspektif interaksionis simbolik).(Hjelm, 2019)

Asal - usul kontruksi sosial dari filsafat kontruktivisme, yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, dan Plato menemukan akal budi.  Gagasan tersebut semakin konkret setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, dan esensi. Ia mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dapat dibuktikan kebenarannya, serta kunci pengetahuan adalah fakta. Ungkapan Aristoteles  Cogito ergo sum -- saya berfikir maka  saya ada -- menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini. Ada tiga macam konstruktivisme, antara lain: konstruktivisme radikal --- hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran dan bentuknya tidak selalu representasi di dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. (Banifatemeh et al., 2018)

Konstruktivisme radikal hanya dapat mengetahui apa yang dibentuk/ dikonstruksikan oleh pikiran manusia. Bentukan itu harus jalan dan tidak harus selalu merupakan representasi dunia nyata. Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas ontologis obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif. (Miller et al., 2019)

 

Realisme Hipotesis 

Pengetahuan adalah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki. Menurut realisme hipotesis, pengetahuan (ilmiah)  dipandang sebagai suatu hipotesis dari suatu struktur kenyataan dan berkembang menuju suatu pengetahuan yang sejati, yang dekat dengan realitas. Menurut Munevar (1981) dalam Bettencourt (1989) bahwa pengetahuan manusia  mempunyai relasi dengan kenyataan tetapi tidak sempurna.

Mengambil semua konsekuensi konstruktivisme, serta memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas. Pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas objektif dalam dirinya. Terdapat kesamaan, dimana konstruktivisme dilihat sebagai proses kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya.  Kemudian Individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, inilah yang disebut dengan konstruksi sosial menurut Berger dan Luckmann.

 

Penelitian ini berupaya mengungkapkan isu kehamilan luar nikah dari perspektif  konstruksi realitas sosial dan komunikasi sambung nalar  -- yang dipahami sebagai tolak ukur dalam mengaplikasikan apa yang menjadi nilai dan pandangan terhadap makna yang dipahami. (Rothe et al., 2021) Realitas yang ada tidak mungkin diserap dengan sempurna untuk menginternalisir penafsiran terhadap realitas tersebut. Setiap orang memiliki versi realitas yang dianggapnya sebagai cermin dari dunia obyektif  -- sehingga dapat diintepretasikan  bahwa seorang memiliki realitas subyektif  yang tentunya berbeda dengan individu lainnya meski  sama – sama memahami realitas obyektif yang sama. (Ali & Salim, 2019). Cadangan sosial pengetahuan adalah akumulasi dari common sense knowledge (akal sehat). Terbentuknya realitas obyektif bisa melalui legitimasi -- merupakan obyektivikasi makna, karena selain menyangkut penjelasan juga mencakup nilai–nilai. Legitimasi berfungsi untuk membuat obyektivikasi yang sudah melembaga menjadi masuk akal secara subyektif. (Charles, 2011)

Peneliti melihat makna hamil luar nikah relevan dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang disampaikan melalui media film  dengan menggunakan teori konstruksi realitas sosial. Di sisi lain - peneliti menarik kesimpulan bagaimana persepsi komunikasi sambung nalar dalam  tafsir media film  bertema remaja hamil luar nikah. 

Selain kontra tersebut, terdapat banyak manfaat dari film itu -- salah satu nilai positif memunculkan konsekuensi dari hilangnya masa depan dua anak manusia, risiko yang didapat jika terjadi kehamilan secara dini, dan hal-hal lain yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam sex education yang sangat penting untuk ditanamkan pada usia remaja, sekaligus pembelajaran bagi para orang tua.

Pisau analisis sambung nalar dengan konstruksi realitas sosial terhadap remaja dalam sebuah film. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan unit analisisnya yaitu individu dari informan dengan rentan usia 15-18 tahun. Pada penelitian ini terjadi komunikasi sambung nalar yang akhirnya diterima dan diunggah oleh si penerima pesan dengan nalar -- berpikir spesifik untuk menarik kesimpulan, juga saling berkaitan dengan realitas sosial yang ada di lingkungan setempat.

            Saat ini banyak film dewasa yang memunculkan sikap  pro dan kontra di dalam proses komunikasi (Chesham et al., 2018) -- baik karena dianggap tidak sesuai dengan budaya ketimuran, sampai  --  dengan aktor atau aktris yang dianggap tidak pantas memerankan suatu tokoh tertentu. Tidak hanya kontra, namun dibalik kontra ini pasti terdapat manfaat yang ada di dalam film. (Tyurikov et al., 2018) Nilai yang positif yang terdapat dari film ini juga menunjukan akan adanya konsekuensi setelah hamil luar nikah --  seperti hilangya masa depan, atau tertundanya keinginan-keinginan dan juga cita-cita yang mungkin sebelumnya sangat didamba-dambakan agar bisa tercapai, dan tentunya dari segi yang lain, yang bisa diambil dan dipetik dari keseluruhannya sebagai edukasi atau pelajaran di dalam konteks seksual. Pembelajaran ini tentunya akan sangat berguna bukan hanya untuk remaja, tetapi untuk seluruh orangtua. Realitas hamil luar nilah --  masih dianggap tabu oleh sebagian kalangan masyarakat di Indonesia. Beberapa  penyebab hami luar nikah antara lain dari faktor ekonomi, orang tua, pendidikan, diri sendiri, dan faktor setempat. Hamil luar nikah merupakan perbuatan yang dilakukan oleh remaja yang usianya masih muda, atau tindakan  dibawah batas yang seharusnya. Dengan semakin modernya jaman, hamil luar nikah masih sering ditemui, apalagi di daerah-daerah yang jauh akan kemajuan jaman. Misalnya, fenomena yang terjadi di Pekanbaru, Jakarta, Bekasi, dan Sukabumi.  (Ibrahim & Sulaiman, 2020)

 

Pernikahan ideal

Dalam literatur pernikahan yang ideal dilihat dari kecakapan dan kedewasaan sikap anak tersebut disamping persiapan materi yang cukup. Untuk melaksanakan pernikahan tidak ada ukuran yang baku, namun anak dinilai sudah dewasa pada umur di atas 18 tahun untuk perempuan dan 20 tahun untuk laki-laki. Akan tetapi berbeda dengan undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974, pernikahan yang diizinkan oleh UU No 1 Tahun 1974 bila laki-laki dan perempuan telah mencapai umur yang ditentukan, bagi laki-laki 19 tahun dan bagi perempuan 16 tahun. Namun bila laki-laki maupun perempuan belum mencapai umur 21 tahun maka diharuskan untuk memperoleh surat izin dari orang tua atau wali yang diwujudkan dalam suatu surat sebagai syarat untuk melangsungkan pernikahan. Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 16 tahun maka harus mendapat izin dari pengadilan.

Pada tahun 2020 terjadi pernikahan dini di Sukabumi -- meskipun pada kenyataannya pasangan tersebut belum siap untuk menikah dan menjalani bahtera rumah tangga pada umur yang dibilang masih terlalu muda, pernikahan tetap dilangsungkan. Mereka melangsungkan pernikahan karena hamil dini luar nikah.

Masih adanya hamil luar nikah di Pekanbaru, Depok, Bekasi dan Sukabumi karena hal-hal tertentu yang mengakibatkan mereka untuk menikah muda. Terjadinya hamil luar nikah akibat rendahnya sex education, (Hur et al., 2021) dari kalangan perempuan maupun laki-laki, hal lain juga disebabkan oleh rendahnya pendidikan mereka, karena lemahnya perekonomian keluarga, sehingga keluarga tidak mampu menyekolahkan sampai keperguruan tinggi bahkan mungkin pendidikan SMA tidak selesai.

Hamil luar nikah berdampak sosial -- tidak baik bagi mereka yang telah melangsungkan pernikahan sesunguhnya. Dampak dari hamil luar nikah akan menimbulkan persoalan dalam rumah tangga, seperti pertengkaran, percekcokan, dan bentrokan antara suami dan istri. Emosi yang belum stabil memungkinkan banyaknya pertengkaran dalam rumah tangga. Di dalam rumah tangga pertengkaran atau bentrokan itu hal biasa, namun apabila berkelanjutan bisa mengakibatkan perceraian.

Problematika atau masalah dari perceraian yang terjadi pada pasangan yang hamil luar nikah – yang kebanyakan disebabkan oleh masing-masing dari mereka yang tidak lagi menjalankan atau melenceng dari aturan yang seharusnya sebagai suami istri membangun keluarga yang bahagia. (Barreda-Ángeles & Hartmann, 2022) Ego dari masing-masing seharusnya bisa dikurangi, agar bisa terjauh dari terjadinya perceraian ini -- namun tidak mungkin dipungkiri bahwa tidak sedikit dari mereka yang telah melangsungkan pernikahan usia muda pasca hamil luar nikah  dapat mempertahankan dan memelihara keutuhan keluarga sesuai dengan tujuan dari pernikahan itu sendiri.

Munculnya emosi seharusnya bisa lebih terkontrol, karena ini merupakan salah satu aspek yang tidak kalah pentingnya untuk terjaganya sebuah pernikahan. (Rothe et al., 2021) Keberhasilan dari suatu rumah tangga ini dilihat dari kematangan atau cara bersikap antara suami dan juga istri. Setelah dilangsungkannya sebuah pernikahan, maka secara otomatis status sosial pun akan diakui di dalam hidup bermasyarakat, juga tentunya diakui dan sah secara hukum. Batas usia dalam melangsungkan pernikahan adalah sangat penting. Hal ini karena pernikahan menghendaki kematangan psikologis. Usia pernikahan yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga. Meskipun batas umur pernikahan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974, yaitu pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun  --- namun dalam praktiknya masih banyak ditemui pernikahan pada usia muda atau dibawah umur. Padahal pernikahan yang sukses membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun mental, untuk bisa mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga. (Miller et al., 2019)

Visual sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam komunikasi sambung nalar memang melebihi gerakan yang kuat, isyarat,  dan warna dalam hal menerjemahkan pikiran seseorang, tetapi tetap tidak melebihi bahasa.(Kukier, 2021) Akan tetapi, demi komunikasi yang efektif, lambang-lambang tersebut sering dipadukan penggunaannya. Dalam kehidupan sehari-hari bukankah hal yang luar biasa apabila manusia terlibat dalam komunikasi yang menggunakan bahasa disertai gambar-gambar berwarna.

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.(Tyurikov et al., 2018) Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film adalah media kedua yang sering digunakan dalam Komunikasi.

Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). (Jansson et al., 2021) Joseph A. Devito merumuskan definisi komunikasi massa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang pengertian massa serta tentang media yang digunakan. Ia mengemukakan definisinya dalam dua item, yakni: Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi, tetapi ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan/atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio siaran, surat kabar, majalah,  dan film. (Mystakidis et al., 2021)

 

Komunikasi Sambung Nalar

Secara etimologis, kata komunikasi berasal dari bahasa latin communicare yang artinya menyampaikan. Menurut asal katanya tersebut, arti komunikasi adalah proses penyampaian makna dari satu entitas atau kelompok ke kelompok lainnya melalui penggunaan tanda, simbol, yang dipahami bersama. (Adigwe & Okoro, 2016)

Departemen Pendidikan Nasional, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga Menjelaskan bahwa Nalar ini bermakna dalam Kamus Besas Bahasa Indonesia Edisi ketiga menyebutkan, tentang baik buruk, akal budi setiap keputusan harus didasarkan pada nalar yang sehat.  Nalar yaitu aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis, jangkauan pikir, atau kekuatan pikir. Jadi nalar dapat dijelaskan tentang cara bagaimana menggunakan nalar pemikiran, cara berpikir logis atau sesuatu hal dikembangkan dan dikendalikan dengan nalar yang benar berdasarkan fakta atau prinsip tapi bukan dengan menggunakan perasaan atau pengalaman. Ilmiah berpendapat bahwa nalar merupakan cara berpikir spesifik untuk menarik kesimpulan dari premis-premis yang ada. Sehingga tidak semua berpikir adalah bernalar. Kegiatan berpikir yang bukan bernalar misalnya mengingat-ingat sesuatu dan melamun.(Sanders et al., 2020)

Penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Penalaran adalah suatu aktifitas berpikir dalam pengambilan suatu simpulan yang berupa pegetahuan. Penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk atau eviden, menuju kepada suatu kesimpulan. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menggunakan landasan logika yang berusaha menghubungkan fakta-fakta dan bukti-bukti untuk menarik kesimpulan. Sehingga dapat diketahui bahwa unsur dasar penalaran adalah fakta. Suatu pemikiran bisa disebut ilmiah apabila terdapat fakta di dalamnya.

Suriasumantri berpendapat sebagai suatu kegiatan berpikir, penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika Logika adalah sistem berpikir formal yang di dalamnya terdapat seperangkat aturan untuk menarik kesimpulan. Dapat dikatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis, sedangkan berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu.

 

Sifat analitik pada proses berpikir

Penalaran merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah. (Trahan et al., 2021) Analisis  pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Secara garis besar penalaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pnalaran induktif yakni penalaran yang diartikan sebagai proses berpikir untuk menarik kesimpulan dari hal-hal spesifik menuju ke hal-hal umum. Penalaran Deduktif. Penalaran yang diartikan sebagai proses berpikir untuk menarik kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati atau hal-hal umum menuju ke hal-hal spesifik.

Komunikasi sambung nalar merupakan proses komunikasi yang disampaikan pembawa pesan atau proses penyampaian makna dari satu entitas atau kelompok untuk menyamakan dan dapat menggugah dan menggerakkan pemikiran penerima pesan, dengan menggunakan nalar atau pemikiran secara logis dan mempertimbangkan baik buruknya, dengan berusaha mengembangkan pikiran dari beberapa prinsip juga menghubungkan fakta-fakta dan bukti-bukti untuk menarik kesimpulan sebagai pernyataan dari penerima pesan. Komunikasi sambung nalar juga bisa disebut adanya kontak antara pihak yang satu dan pihak yang lain, atau kontak antara pihak pengirim pesan dengan penerima pesan.

  1. omunikasi sambung nalar merupakan bahasa metafora, yang berarti komunikasi yang berusaha untuk mengubah cara berpikir, mengubah cara pandang dari suatu kelompok, atau seseorang untuk mencocokan atau menyamakan pikiran. Pada penelitian ini terbukti bahwa adanya komunikasi sambung nalar yang terjadi, dengan pihak film yang menyampaikan pesan melalui adegan per adegan dalam film. Para informan menyimpulkan pola pikir yang sama tentang hamil dini di luar nikah atau menikah dini ini. Informan memaknai bahwa sex education sangatlah penting untuk semua kalangan, khususnya klangan remaja  -- karena dengan adanya sex education ini, para remaja bisa lebih mengontrol dirinya akan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, atau menjauh dari pergaulan bebas. Terjadinya kesamaan persepsi ini dikarenakan latar belakang yang memang mendukung. Pesan dala media film adanya unsur realitas yang memang terjadi di lingkungan mereka.

Realitas sosial ini memungkinkan seseorang mengatasi suatu situasi secara otomatis. Kebiasaan seseorang ini juga berguna untuk orang lain. Dalam situasi komunikasi interpersonal, para partisipan saling mengamati dan merespon kebiasaan orang lain, dengan demikian para partisipan saling mengamati dan merespon kebiasaan orang lain tersebut. Dengan kebiasaan tersebut, seseorang dapat membangun komunikasi dengan orang lain yang disesuaikan dengan tipe-tipe seseorang, yang disebut dengan pengkhasan (typication)

Mayoritas masyarakat dari empat daerah tersebut mengungkapkan   komunikasi sambung nalar – menyadarkan mereka terhadap pemahaman makna hamil luar nikah – seperti yang disampaikan melalui media film. Dari perspektif komunikasi  sambung  nalar dalam  tafsir film  bertema remaja hamil luar nikah -- analisis konstruksi realitas sosial ini --- khalayak yang menonton atau penerima pesan telah terjadi komunikasi rasional dalam memahami makna yang terdapat dalam media komunikasi film. Penggunaan nalar atau pemikiran secara logis dengan mempertimbangkan baik buruknya  -- berusaha mengembangkan pikiran dari beberapa prinsip yang menghubungkan fakta-fakta dan bukti-bukti. Hasil dari wawancara dengan informan – bahwa isu pernikahan dini atau hamil diluar nikah, sudah ada sejak dulu ada dan menjadi salah satu isu yang seksi diranah ilmu komunikasi. Perspektif komunikasi sambung nalar seharusnya lebih mendapatkan perhatian lagi --  contohnya pesan yang disampaikan media film dengan melakukan sosialisasi tentang pendidikan seks untuk semua kalangan, seperti anak, remaja, dewasa, dan orang tua -- sehingga mampu memberikan pelajaran atau edukasi kepada semua warga masyarakat. (Miller et al., 2019)

Sejumlah informan memiliki pandangan yang sama, tapi disisi lain ada juga yang berbeda terhadap isu kehamilan tidak diinginkan. Perbedaan pandangan ini juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan sosial, agama, budaya,  dan ideologi yang mereka yakini. Informen  juga  menyimpulkan makna peran media film dan dampak negatif dari media tersebut. Pendidikan seksual sangat penting untuk diberikan dan menjadi salah satu upaya untuk pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan informasi seputar HIV dan AIDS.

Simpulan lain, isu kehamilan tidak diinginkan yang dialami remaja sebagai perbedaan budaya – yang lebih mengarah pada budaya timur, yang memandang kehamilan tidak diinginkan sebagai hal yang negatif. Pengungkapan isu kehamilan dalam film  tersebut menggambarkan realitas sosial saat ini. Munculnya kesimpulan dari informen bahwa hamil dini diluar nikah itu melanggar norma, karena tidak sesuai dengan budaya dan adat-istiadat bangsa Indonesia.

Dalam hal ini terbukti bahwa realitas sosial mampu membangun komunikasi sambung nalar  -- bahwa pernikahan dini, atau kehamilan tidak diinginkan ini menjadi isu sosial yang sangat penting, maka dari itu diangkat dalam media komunikasi film – diharapkan menjadi media pelajaran bagi semua orang. Pendiidkan  sex education dalam komunikasi sambung nalar sangat penting, dan harus diajarkan dari usia dini, agar anak tau hal-hal mana yang sensitive. Pendidikan seks harus diberikan secara bertahap sejak anak usia dini, sehingga pada saat remaja dan memasuki masa pubertas, remaja setidaknya sudah memiliki pengetahuan akan hal tersebut. Dalam Remaja dan Problema Seks Tinjauan Islam dan Medis pendidikan seks adalah proses pemberian arahan kepada anak-anak,
remaja, maupun orang tua, untuk memahami pengetahuan terkait organ reproduksi, dan menggunakannya sesuai ajaran agama dan
moral, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi. Pendidikan sex education  harus diperluas, agar semua orang dapat memahmi dan paham akan pentingnya pendidikan komunikasi sambung nalar agar remaja tidak terjebak dalam tindakan yang berlawanan dalam kehidupan normal di masyarakat – sebagai mana yang dikritisi leh media komunikais film.

Kenyataan sosial adalah hasil eksternalisasi dan internalisasi dan obyektivikasi manusia terhadap pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari- atau secara sederhana, eksternalisasi dipengaruhi oleh stock of knowledge yang dimilikinya. (Charles, 2011). Hal ini terbukti, dengan melihat respon dari lingkungan setempat, atau masyarakat setempat tentang hamil luar nikah yang dijelaskan oleh para informan, sangatlah minim pengetahuan, ditambah lagi masyarakat di salah satu daerah di Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kawasan yang masih relatif belum berkembang. Akibatnya banyak remaja yang melakukan hamil luar nikah dan hamil dini sehingga masyarakat  melihat kasus-kasus seperti itu tidak lagi mengagetkan.

Setiap nara sumber memiliki pandangan yang berbeda terhadap isu kehamilan luar nikah  Perbedaan tersebut terjadi karena latar belakang keluarga, budaya, agama, dan pendidikan yang pada akhirnya  berpengaruh dalam memaknainya. Keluarga dalam hal ini ayah dan ibu -- menjadi salah satu hal yang berpengaruh dalam proses pemaknaan pesan karena, orang tua menjadi awal mula dari pemahaman remaja terhadap pendidikan seks. Semakin disadari bahwa tidak hanya di ranah film --  di lingkungan sekitarnya pun ada yang mengalami kasus kehamilan luar nikah.

Lingkungan sosial menjadi salah satu hal yang paling dominan untuk memaknai isu kehamilan yang tidak diinginkan. Hal lain  yang mendorong proses pemaknaan ini yaitu agama. Melalui lingkungan sosial dan agama, informan memiliki pandangan yang sama mengenai persoalan kehamilan tidak diinginkan ini. Ketika informan menyampaikan pandangannya tentu juga tidak dapat lepas dari agama. Kehamilan luar nikah dipandang negatif karena cara pandang agama dalam menanggapi  kasus tersebut suatu perbuatan zina. (Emeka et al., 2020)

Penelitian ini juga menemukan bahwa pendidikan seks menjadi salah satu upaya yang mampu mencegah  peningkatan hamil luar nikah. Dalam riset yang dilakukan --  sekelompok masyarakat menganggap pendidikan seksual atau edukasi seks adalah hal yang tabu – kegiatan tersebut untuk mengajarkan mengenai kesehatan reproduksi. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyadarkan pentingnya kesehatan reproduksi sehingga tindakan pelecehan seksual maupun penyakit menulai dapat dicegah. Selain itu, responden mengkritisi bahwa pendidikan seksualitas dimasukkan dalam pelajaran agar generasi melenial dan generasi Z sejak dini sudah mengetahui dampak negatif terhadap resiko kehamilah luar nikah dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan.

 Jufri Akatiri/ Periset dan Penguji  Kompetensi Wartawan LPDS Jakarta

Editor: Jufri Alkatiri