Oleh: Helmi Hidayat, M.Si*
Untuk mendapatkan gelar sarjana, saya menulis skripsi di IAIN Jakarta tahun 1989 tentang asal-usul dan tujuan hidup umat manusia di Planet Bumi ini — karena membahas asal-usul manusia, skripsi saya tentu harus menyingung kisah Adam, lelaki yang paling sering dituduh banyak orang sebagai manusia pertama. Skripsi saya membantah pandangan Adam manusia pertama.
Ada banyak alasan mengapa rasionalitas saya menolak Adam manusia pertama
Pertama, Al-Quran jelas-jelas menerangkan manusia tercipta dari perjumpaan sperma dan ovum. Masa hanya Adam yang diciptakan dari tanah lempung yang dipulung-pulung — lalu setelah jadi patung manusia, kepadanya ditiupkan Ruh? Apalagi Siti Hawa, masa cuma dia sendiri yang diciptakan dari tulang – apalagi tulang rusuk Adam! Jika kita semua keluar dari selangkangan kaum perempuan, Adam keluar dari mana? Saat Adam dijadikan patung tanah lempung, sesuai untuk sosok manusia berusia berapa tahun? Jika Adam diciptakan sebagai manusia dewasa, kasihan sekali dia tidak pernah merasakan masa kanak-kanak yang riang gembira.
Kedua, Al-Quran menjelaskan surga yang nanti bakal dimasuki orang-orang saleh adalah tempat di mana tak ada perkataan buruk, tak ada pertengkaran, tak ada bantahan, semua penghuninya bersaudara, hanya ada puji-pujian kepada Allah SWT. Tapi, mengapa dalam kisah Adam di surat Al-Baqarah: 30 – 39 malaikat dilukiskan sempat membantah Allah saat diberitahu Allah akan menciptakan khalifah di muka Bumi? Bukankah malaikat, seperti dikatakan sendiri oleh Al-Quran, adalah makhluk yang sangat taat, tidak akan pernah membantah perintah Allah? Mengapa pula di surga itu Adam dan Hawa membantah larangan Allah mendekati pohon?
Ketiga, Adam oleh umat Islam dipercaya juga sebagai nabi pertama. Kalau hidup sendirian sebagai manusia pertama, Adam mau ceramah di mana? Apakah pikiran saya liberal gara-gara berpendapat Adam bukan manusia pertama? Tidak. Saya justru konservatif, ortodoks, bahkan radikal, sebab saya benar-benar hanya perpegang pada Al-Quran dalam mempersepsi Adam. Di semua teks 30 juz Al-Quran yang pernah saya baca berkali-kali, tidak ada satu teks pun menegaskan Adam manusia pertama. Tidak ada!
Karena itu, justru umat Islam yang menyatakan Adam manusia pertama itulah yang liberal sebab mereka lebih cenderung berpegang pada teks Bible sambil meninggalkan teks Al-Quran dalam mempersepsi Adam. Dalam Bab Kejadian 2:5, Alkitab (Bible) bercerita sebelum Adam sebagai manusia pertama diciptakan, “Belum ada semak apapun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apapun di padang, sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu.’’
Itu artinya sebelum Adam diciptakan, menurut Bible, planet Bumi masih botak, belum ada pepohonan termasuk semak belukar apalagi manusia, lalu Allah mencipatakan manusia pertama seperti ditegaskan dalam ayat berikutnya pada Bab Kejadian 2:7-8: ‘’Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.’’
Terus terang, saya sering sekali mendengar orang-orang yang dipanggil ustaz berceramah di masjid-masjid tentang Adam persis seperti yang digambarkan Bible itu. Menurut saya mereka tentu saja liberal. Sedangkan saya yang radikal ini (secara etimologis, kata “radikal” berasal dari bahasa Latin radix yang berarti akar; jadi saya tetap mengakar kepada Al-Quran) justru pernah tidak diundang lagi menjadi khatib atau penceramah di sebuah masjid gara-gara saya menjelaskan Adam bukan manusia pertama, padahal itu persis seperti yang diceritakan Al-Quran.
Karena tema skripsi saya berat dan dianggap kontroversial saat itu, Prodi Teologi dan Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta menyodorkan dua pembimbing kepada saya. Pembimbing pertama adalah Dr. Yunan Yusuf, yang bertugas membimbing saya di bidang pemikiran filsafat, sedangkan pembimbing kedua adalah Dr. Said Agil Husin Al Munawar, ahli tafsir Al-Quran lulusan Universitas Islam Madinah dan Universitas Umm Al-Qura, Makkah. Kedua pembimbing saya ini sekarang sudah bergelar professor, bahkan Prof. Said Agil pernah menjadi Menteri Agama Republik Indonesia periode 2001 – 2004.
Kedua ilmuwan besar itu masih hidup. Anda yang membaca tulisan saya kali ini bisa meminta konfirmasi mereka kapan saja dan di mana saja, benarkah mereka pernah membimbing skripsi saya. Mustahil saya melupakan mereka sebab mereka sangat berjasa bagi penulisan skripsi saya. Mustahil juga sekarang saya menyebut nama mereka sebagai pembimbing skripsi saya dengan lantang, teapi di kemudian hari saya meralat omongan saya sendiri.
Buat saya, mereka yang melupakan orang-orang berjasa bagi keberhasilan akademik dan karir dalam menulis skripsi, tesis, atau disertasi adalah mereka yang tak menghargai ilmu, tidak memanusiakan guru, tidak menghormati para akademisi cerdas yang berjasa pada mereka, atau jangan-jangan mereka memang tidak pernah menulis skripsi – apalagi tesis atau disertasi.
Saya menulis skripsi dengan mesik ketik merek Brother. Bagan teori evolusi, yang menggambarkan evolusi manusia sejak dua juta tahun silam, saya gambar dengan lukisan tangan! Ma klum, di tahun 1989 saya termasuk orang-orang ndeso yang belum bersentuhan dengan komputer. Saya baru belajar komputer di tahun 1990 saat menjadi wartawan. Otak manusia dalam menciptakan komputer baru mampu menjangkau Windows (WS) 4 dengan printer kuno yang menimbulkan suara berdenyit-denyit seperti suara tikus terjebak di kompor.
Saat mencetak tulisan di printer, seingat saya di komputer tidak ada pilihan font seperti sekarang. Di zaman itu, seseorang hanya perlu klik print saat ingin mencetak tulisan, lalu secara refleks menoleh ke printer tidak jauh darinya, untuk kemudian gembira ketika tulisannya yang terlihat di kaca kini muncul di kertas.
Aneka font seperti Aptos, Algerian, Calibri, Arial, Times New Roman dan lain-lain adalah mimpi alam bawah sadar yang baru terwujud lima atau tujuh tahun kemudian. Kini, setiap memilih font Times New Roman saatmenulis di komputer, saya selalu tergelitik pada kata Roman dan Nero — Roman adalah orang-orang Romawi, sedangkan Nero adalah salah satu Kaisar mereka yang terkenal kejam, gemar berpesta pora, dan tukang bohong! (*)
*Dosen Ilmu Komunikasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Filsuf, dan Pengamat Sosial Keagamaan
Editor : Jufri Alkatiri