Oleh: Prof. Dr. Murodi al-Batawi, M.A*
Kebijakan pemerintah menaikkan gaji dan tunjangan anggota Dewan yang sangat fantastis, di tengah keadaan ekonomi dan politik yang labil, menimbulkan protes keras dari seluruh elemen masyarakat. Masyarakat tidak suka dengan perilaku anggota Dewan yang begitu sangat senang mendengar informasi kenaikan gaji dan tunjangan dengan berjoget sebagian anggota Dewan. Mestinya, menurut masyarakat dan pengamat, anggota Dewan mempunyai rasa sensitif bahkan memliki sikap altruisme terhadap perasaan dan keadaan yang menimpa kehidupan masyarakat yang sangat tertekan dengan berbagai kebijakan pemerintah, seperti harga sembako melambung tinggi, pajak dinaikkan dan lain sebagainya.
Seharusnya juga, mereka berjuang berpihak pada masyarakat dengan meminta pemerintah menurunkan semua harga sembako dengan mengundang para menteri terkait ke DPR meminta penjelasan dan pertanggungjawaban kepada para pejabat pemerintah. Karena tidak ada respons dari anggota Dewan, akhirnya masyarakat berdemo ke Gedung DPR menuntut penjelasan dan pertanggungjawaban anggota Dewan. Ali-alih mersepons, salah seorang anggota Dewan meresponsnya dengan jawaban yang sangat mengecewakan dengan kalimat yang menyakitakan bahwa masyarakat yang berdemo meminta anggaota DPR dibubarkan, dianggap masyarakat tolol dan goblog. Kalimat ini menjadi triger munculnya berbagai reaksi masyarakat dan mereka bergelombang mendatangi gedung DPR.
Triger Demonstrasi Besar besaran
Keluarnya kalimat mayakitkan dari salah seorang anggota Dewan, Demontrans Goblog dan Tolol, memcu perdebatan panjang di berbagai media. Bahkan pengujar kalimat itu ditantang berdebat oleh seorang warga negara Indonesia yang bekerja pada perusahaan global dan jago debat. Tantangan itu tidak direspons oleh anggota Dewan dan diabaikan. Akibatnya, kekecewaan masyarakat memuncak dan masyarakat dari berbagai elemen berdatangan ke gedung DPR menuntut dibatalkan kenaikan gaji dan tunjangan anggota Dewan yang tidak sesuai di tengah kelesuan ekonomi dan labilitas politik. Bagaimana bisa, menurut masyarakat, gaji mereka diambil dari pajak yang dibayarkan masyarakat dan sekali lagi, mereka adalah perwakilan dari masyarakat, bukan wakil pejabat.
Puncak Aksi massa: Demonstrasi
Tuntutan masyarakat tidak direspons, akhirnya semua elemn masyarakat; terdiri dari masyarakat umum, para buruh, dan didukung oleh para pengojek dari perkumpulan Gojeg/Grab/Maxim dan lain-lain. Puncak itu terjadi pada Kamis 28 Agustus 2025. Ribuan masyarakat turun ke jalan melakukan demonstrasi. Lagi-lagi tidak direspons, malah anggota Dewan bekerja dari rumah. Bekerja boleh dari rumah, mestinya ada anggota Dewan yang menjelaskan ke publik demonstran, bukan malah menikmati istirahat tenang di rumah. Akibatnya, publik demonstran marah dan tidak hanya di Jakarta, demonstrasi merembet ke seluruh wilayah Indonesia.
Ketika terjadi demonstrasi di Jakarta pada 28 Agustus 2025, yang diikuti ribuan massa, ada peristiwa tragis, terbunuhnya Affan Kurniawan, seorang Driver Ojol (ojek online) yang tengah mengantar pesanan, tertabrak kendaraan taktis (Rantis), BRIMOB. Tertabraknya Driver Ojol tersebut memicu kemarahan massa demonstran di seluruh wilayah Indonesia. Hingga Jum’at 29 Agustus 2025, massa demonstran terus berunjuk rasa dan menuntut penyelesaian tuntas tragedi terbunuhnya Affan Kurniawan. Menyikapi hal ini, Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri meminta pengusutan secara tuntas tragedi tersebut. Akhirnya, sekitar 7 orang petugas Brimob diperiksa Propam POLRI. Kapolri berjanji akan melibatkan pihak eksternal polisi dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Kita tunggu penyelesaian proses pengusutan tragdi tersebut. (*)
*Profesor Sejarah dan Peradaban dan Dosen Tetap Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Jufri Alkatiri