Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
Rahmat dan Kasih Sayang Rasulullah Meliputi
Welas-asih Rasulullah Saw. meliputi setiap makhluk. Sungguh, beliau utusan Allah yang juga seorang panglima perang yang tidak terkalahkan dan seorang negarawan yang cakap. Beliau tahu bahwa menyerahkan dunia kepada orang-orang yang berlumuran darah dan haus darah akan menjadi tirani yang paling mengerikan bagi semua orang yang tertindas dan terdzalimi.
Oleh karena itu, rasa welas-asihnya sebagai ladang tempat domba-domba dapat hidup yang nyaman, dengan sangat aman dari serangan serigala. Tentu saja, beliau menginginkan risalahnya sampai kepada semua orang.
Inilah perhatian terbesarnya, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an: Dan boleh jadi, jika mereka tidak beriman kepada Pesan ini, niscaya kamu akan membinasakan dirimu sendiri, mengikuti mereka, dengan kesedihan. (al-Kahfi, 18:6)
Tetapi apa yang dapat beliau lakukan bagi mereka yang tetap dalam kekafiran dan bahkan memerangi beliau untuk menghancurkan beliau dan pesan nubuwatnya? Beliau harus berperang melawan musuh-musuhnya berdasarkan rasa welas-asihnya yang universal yang meliputi setiap makhluk.
Karena rasa welas-asih inilah, ketika beliau terluka parah dalam Perang Uhud, beliau mengangkat tangannya ke arah Tuhan dan berdoa: Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak tahu. (HR Bukhori, Muslim)
Riwayat lain, Saat sahabat meminta Nabi mendoakan keburukan bagi para musuh, Nabi menolak permintaan tersebut. Beliau menjawab, “Aku tidak diutus untuk melaknat, melainkan sebagai rahmat untuk seluruh alam” (QS. Al-Anbiya ayat 107)
Di Mekah, kaumnya menimpakan kepadanya berbagai macam penderitaan yang akhirnya memaksanya untuk berhijrah ke Madinah, dan kemudian berperang melawannya selama lima tahun. Namun, ketika beliau menaklukkan Mekah tanpa pertumpahan darah pada tahun ke-21 kenabiannya, beliau bertanya kepada orang-orang kafir Mekah, sambil menunggu keputusan beliau tentang mereka: Bagaimana kalian mengharapkan aku memperlakukan kalian? Mereka menjawab dengan suara bulat: “Kalian adalah orang yang mulia, putra seorang yang mulia.”
Beliau mengumumkan keputusannya kepada mereka: Saya berbicara seperti Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya; Pergilah! Hari ini tak akan ada celaan atas kalian; semoga Allah mengampuni kalian. Dia Maha Pengasih dari Maha Pengasih. (QS. Yusuf ayat 92)
Pengumuman yang sama disampaikan oleh Mehmed, Sang Penakluk, Sultan Utsmaniyah ketujuh, kepada Bizantium yang kalah, ketika beliau menaklukkan Istanbul, delapan seperempat abad kemudian. Demikianlah kasih sayang universal Islam.
Kasih sayang Rasulullah kepada orang-orang beriman sangatlah tinggi. Al-Qur’an menggambarkan kasih sayang beliau dalam ayat berikut: Telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri; amat pedih baginya penderitaan kalian; dia sangat prihatin terhadap kalian, penuh belas kasihan kepada orang-orang beriman, penuh belas kasihan, penuh kasih sayang. (al-Taubah, 9:128)
Dia menurunkan sayap kasih sayang-Nya kepada orang-orang beriman melalui kasih sayang (QS. al-Hijr/15: 88), dan merupakan “wali” orang-orang beriman dan lebih dekat kepada mereka daripada diri mereka sendiri (Qs. al-Ahzab/33: 6).
Ketika salah seorang sahabatnya meninggal dunia, beliau bertanya kepada mereka yang hadir di pemakaman apakah sahabat tersebut meninggalkan utang yang belum dibayar. Setelah mengetahui bahwa dia telah meninggalkan utang, beliau menyebutkan ayat yang dikutip di atas dan mengumumkan: Akulah walinya. Hendaklah para penagih utang memohon kepadaku untuk menagih utang mereka. (HR. Bukhori, Muslim). (Bersambung)
*Pemerhati Keagamaan, Filosof, dan Alumni Fakultas Teknik Pertanian UGM Yogyakarta
Editor: Jufri Alkatiri