Prof. Dr. H. Azyumardi Azra Guru Kaum Intelektual Sejati

Oleh: Prof. Dr. Murodi al-Batawi, MA*

Hari ini, sekira tiga tahun lalu — seorang intelektual sejati dan menjadi patron Kaum Intelektual Ciputat, Azyumardi Azra, wafat. Meninggalnya beliau sangat mengagetkan bagi kami semua, generasi yang dididik Azyumardi Azra — karena, selama ini dia tidak banyak mengeluh soal penyakitnya. Meski kita semua tahu beliau mengidap penyakit tertentu.

Ada cerita menarik tentang beliau

Sekira dua atau tiga hari sebelum Azyumardi Azra, kami biasa menyebut kak Edy, berangkat ke Malaysia untuk menjadi narasumber dalam International Conference atas undangan Datuk Dr. Anwar Ibrahim dari ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia), saya berkomuni kasi lewat WA, terkait wafat nya Andikey Kristianto — salah seorang aktifis kampus yang sangat peduli lingkungan dan kepeduliannya pada Dhu’ afa dan anak jalanan, juga sangat dekat dengan Azyumardi. Dalam konteks ini, Azyumardi bertanya, sakit apa Andikey bang Odie?  Sebutan abang — buat saya adalah penghargaan luar biasa yang selalu diucapkan ke saya sebagai orang Betawi. Apalagi diucapkan oleh seorang intelektual panutan. Tentu panggilan itu sangat menyenangkan hati saya. Pertanyaann itu saya jawab, sepertinya Andikey kena serangan jantung akibat asam lambung akut. Lalu dia bilang, kasihan, masih terlalu muda dan masih panjang jalan hidupnya. Begitu, kira-kira isi komunikasi saya dengan kak Edy. Beliau sangat apresiasi terhadap anak-anak muda potensial dan kreatif. Hal itu juga saya rasakan saat saya masih aktif di PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat) UIN Jakarta. Dan kini beliau pergi menyusul ke hariban Allah Swt.

Azyumardi Azra Guru dan Mentor yangHebat

Boleh dibilang, Azyumardi Azra adalah guru, mentor, dan kakak senior yang baik, karena selain dengan ikhlas dan rela hati memberikan ilmunya pada orang yang mencarinya, beliau tidak segan menjadi mentor teladan buat siapa saja, termasuk saya dan teman-teman UIN Jakarta.

Kesan sangat menarik yang saya peroleh Ketika kuliah Program Doktor (S3) di Sekolah Pasca-sarjana (SPs) UIN Jakarta. Beliau menjadi dosen favorit, disenangi begitu banyak mahasiswa, sampai ada yang tidak dapat kursi, karena keterbatasan kuota. Pada saat di kelas, saya diberikan kepercayaan menjadi asisten beliau di kelas S3. Jika beliau tidak masuk, dia akan telepon meminta saya masuk, memfasilitasi jalanya perkuliahan. Di saat itu, saya banyak belajar dari beliau. Dan bahkan, saat beliau hadir, saya tetap diminta memimpin diskusi dan belajar bersama teman-teman, sehingga saya makin tahu kesederhanaan dan keinginan beliau menciptakan generasi yang mumpuni dalam bidang sejarah. Dalam setiap perkuliahan, saya selalu mencatat perkataan Kak Edy dalam buku, yang masih saya simpan hingga sekarang. Catatan itu selalu jadi bahan penting buat teman-teman untuk difotokopi, karena, biasanya, selalu keluar saat ujian akhir  semester.

Tidak hanya sebagai asisten saat kuliah, sejak mengajar di SPs, saya sering menjadi co-promotor dalam membimbing disertasi. Beliau selalu bilang, Kamu baca dan koreksi disertasi ini. Jika kamu selesai, maka saya akan acc. Begitulah, sebagai mentor, cara beliau membimbing saya, sehingga paham betul gaya bimbingan dan tulisannya.

Azyumardi Azra, Senior Panutan

Saat saya  masih aktif di PPIM UIN Jakarta, saya bersentuhan langsung dengan beliau. Banyak pelajaran yang saya peroleh. Sebagai junior, saya diminta untuk banyak membaca dan menuangkannya dalam tulisan. Di situlah saya mengerti bagaimana seorang profesor, seperti Azyumardi Azra, menulis. Dia selalu bilang, menulis harus dilakukan setiap hari untuk mengasah otak. Kalau tidak dipakai, otak akan beku dan tidak berfungsi baik. Karena itu, saya menulis apa yang saya bisa tulis agar informasi sampai ke publik. Saya perhatikan, memang setiap hari  beliau menulis kolom di Republika dan Kompas, sebuah tradisi yang beliau lakukan hingga akhir hayat.

Azyumardi Guru Para Intelektual

Kiprahnya dalam dunia akademis, selain mengajar di UIN Jakarta, beliau juga mengajar di hampir semua PTKIN. Beliau mendesiminasikan ilmu lewat seminar/konferensinasional, dan internasional, untuk memberikan ilmu pengetahuan, terutama soal Islam di Indonesia ke masyarakat nasional dan internasional, sehingga masyarakat dunia tahu bahwa Islam di Indonesia sangat berbeda dengan Islam di kawasan Timur Tengah. Dedikasi dan pengabdiannya pada disiplin ilmunya ini, beliau memperoleh pengakuan Internasional sebagai intelektual sejati yang menjadi Guru kaum intelektual dunia. Dari situlah, beliau mendapat penghargaan Dunia sebagai CBE (The Commander of the British Empire) dari Ratu Inggris Elizabeth II yang sudah lebih dulu meninggal dunia dan dimakamkan di Skotlandia, selain penghargaan dari Kerajaan Jepang.

Selamat Jalan Guruku, Guru Bangsa, InsyaAllah, Allah ridha atas segala yang kau berikan buat umat, bangsa, dan negara. Dan Jannah al-Na’in — adalah tempat terbaikmu besama para nabi dan orang-orang Saleh. Lahu al- Fatihah

*Profesor Sejarah dan Peradaban. Dosen Tetap Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor: Jufri Alkatiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *