Penulis: Nurjaman Mochtar
Detik-detik terakhir nafas anak saya, Muhammad Rafi Nuruzzaman (Rafi), sempat berwasiat. Di Tengah-tengah berdzikir kepada Allah SWT Rafi menatap wajah ibunya,”Mah saya minta maaf.” Tentu saja ibunya sontak menjawab,”Mamah memaafkan Rafi,” sambil berlinang air mata. Setelah itu dia melirik ke saya,”Pak bayarin utang saya.” Tentu saja saya sontak berseru,”Pasti Fi.” Sambil tak tahan air mata terus mengalir. Saya sempat mau bertanya hutang kepada siapa. Tapi saya urungkan pertanyaan itu ketika melihat Rafi mulai konsentrasi lagi berzikir dengan menyebut nama Allah. Beberapa detik setelah itu Rafi mengakhiri nafasnya. Seluruh indikator di mesin monitor berhenti dengan suara lengkingan. Begitu mudahnya Rafi melepaskan nafas terakhirnya sampai-sampai saya dan istri nyaris tidak melihatnya. Innalillahi wainna ilaihi rojiun.
“Rafiiiiiiii,” saya dan ibunya sontak memeluk jenazah dengan teriakan,”Innalillahi wainna ilaihi rojiun.” Hanya kurang dari satu jam setelah masuk Unit Gawat Darurat Ciputra Hospital, tepat pukul 07.31 WIB, Rafi anakku nomor tiga telah tiada. Tidak lama kakaknya, Muhammad Akbar Nuruzzaman, datang dan langsung meraung,”Rafiiiiiiiii.” Dia tidak menyangka adiknya akan secepat itu meninggalkan kami. Dia ciumi wajah adiknya dengan penuh kasih. “Rafiiiiiii.” Kami bertiga menangisi Jenazah Almarhum Rafi.
Satu hal yang harus saya ketahui segera kepada siapa dia berhutang. Kalau bisa sebelum jenazahnya dikuburkan saya harus bisa membayar hutangnnya dulu. Ponakan saya, Sarah Azzahra Arifin, mencarinya via medsos siapa yang merasa dihutangi oleh Rafi. Akhirnya pengakuan datang dari Yogyakarta, tampat Rafi Kuliah, dari sebuah Yayasan Sadar Belajar. Alhamdulillah ketemu nih. Sehingga bisa dibayar sebelum penguburan.
Rupanya Yayasan Sadar Belajar ini didirikan Rafi bersama teman-temannya di Yogya. Yayasan ini bergerak untuk menggerakan anak-anak terlantar agar mereka mau belajar. Mulai anak-anak yatim piatu, yang tinggal di kolong jembatan dan para difabel. Pernah Rafi minta ke saya untuk dikenalkan dengan ketua Persatuan Difabel Seluruh Indonesia. Tapi belum sempat. Pernah juga dia meminta tambahan uang ke saya untuk kekurangan pendirian Yayasan ini.
Ketika dia meninggalkan Yogya, karena kuliah selesai, untuk pulang ke Tangerang Rafi berjanji kepada teman-teman Yayasan ini. Rafi berjanji untuk menambah kas yayasannya kalau sudah kerja. Pantesan saja dia ketika gajian pertamanya benar-benar diirit-irit karena sedang menyisihkan sebagian buat ke Yayasannya. Ketika kami makan dia bilang kakanya Akbar saja yang traktir. Kakakanya tentu saja mengalah. Akbar yang bayarin. Rupanya otaknya Rafi sedang berpikir keras bagaimana menambah uang kas Yayasan Sadar Belajar diamana dia duduk sebagai Pembinanya.
Kini baru terjawab mengapa Rafi begitu mudahnya mendapatkan pekerjaan. Di belakang dia ada anak-anak Yatim dan Difabel yang harus disantuni. Panggilan untuk tes kerja terus mengalir melalui jalur Management Trainee (calon pemimpin Perusahaan). Banyak yang tidak lolos di tes Kesehatan termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saya bilang ke Rafi yang penting secara kompetensi dan kualitatif kamu sudah diterima. Kesehatan mah granted alias takdir. Mckenzie Consulting saja parnah memanggilnya untuk ikut tes. Saya bilang ke Rafi sudah dipanggil saja oleh McKenzie sih sudah bagus dan terhormat. Perkara lulus sih lain urusan.
Akhirnya dia diterima disebuah korporasi jalur Management Trainee. Sambil ikut training pun Rafi terus ikut tes karena panggilan terus mengalir. Sampai-sampai Kakaknya pun yang sudah kerja kaget. Hebat amat adiknya ini sampai-sampai dipanggil di barbagai korporasi. Sampai-sampai sedang dibiosipsi pun dia mendapatkan panggilan tes dari Lembaga Penjamin Perbankan. Tentu saja tidak bisa ikut.
Rafi divonis kanker dua minggu sebelum meninggal. Ketika diketahui sudah stadium empat. Selama ini tidak ada keluhan apa-apa. Bahkan dia masih rajin main tenis setiap selasa malam. Jadi selama ini tidak ada ada yang dirasakan. Hanya kami mulai curiga ketika dia mulai irit makannya dan berat badannya berkurang sebelas kilo dalam satu bulan.
Kami bergulat antara RSCM dan MRCC Siloam karena di sini ada dokter ongkologi bagus menurut rekomendasi teman-teman. Kami bolak balik kedua rumah sakit ini sambil mulai Berpikir juga pengobatan ke luar negeri. Ternyata setelah biopsi keadaan Rafi semakin ringkih dan merasakan sakit sekali. Saudara-saudaranya pernah menghiburnya dengan menyewa lapangan olah raga Padel. Maklum dia penggila olah raga. Rafi sempat main sebentar. Belakangan Rafi pernah saya larikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan obat penghilang rasa sakit alias pain killer.
Rafi ini orangna seneng bercanda dan memiliki solideritas yang tinggi kata saudara-saudaranya dan teman-temannya. Selain itu memiliki keyakinan sepiritual doa yang sangat kuat. Ketika sehari mau ujian nasional orang mah pada belajar dan mempersiapkan fisik agar kuat. Tapi Rafi seharian menghilang dan baru pulang pas magrib. Tentu saja Ibunya sudah pasang nada tinggi untuk menyambutnya. Ketika ditanya dari mana,”Baru menyantuni rumah Yatim sambil meminta doa agar dilancarkan ujian Mah.”Jawab Rafi dengan tenang. Mendengar jawaban ini tentu saja Ibunya hanya bisa pasrah. “Ya sudah segera mandi dan istirahat yang benar biar besok seger,” kata Ibunya.
Satu lagi dari Rafi yang saya kenang. Dia ini tukang demo. Kalau ada demonstrasi berskala nasional di Jakarta pasti saya telpon. Dia menjawab bahwa nanti sore pulang ke rumah. Artinya dari Yogya ikut rombongan baru habis demo pulang ke rumah di Tangerang. Pernah saya membaca berita bahwa yang berdemo Wadas di Jawa Tengah ditangkapi polisi. Waduuuh. Tentu saja saya kuatir. Ketika ditelpon dia menjawab:”Ini lagi di Polres bersama LBH mau membebaskan teman-teman yang ditahan.” Bagitulah Rafi.
Kini Anaku Rafi telah dipanggil oleh Yang Lebih Menyayanginya Allah SWT. Rafi dikuburkan di Pamakaman Keluarga di Pameungpeuk Garut. Saya merasa terharu dan terhormat mendapat ucapan belasungkawa dan do’a dari saudara-saudara dan temen-temen semua yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Semoga kebaikan saudara-sadara dan teman-teman semua mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Khusus buat adik saya tercinta Nurulhayati Mochtar dan Putrinya Raisa Najma Sakina serta Kakanda Tono Sasmita saya haturkan terima kasih atas support dan pendampingannya selama Rafi sakit.
Kami Yang Berduka: Nurjaman Mochtar (Bapak) Juliah Sasmita (Ibu). Muhammad Akbar Nuruzzaman (Kakak) Muhammad Zahran Nuruzzaman (Adik)
*Ayah almarhum Muhammad Rafi Nuruzzaman
Editor: Jufri Alkatiri