Renungan Dino Jemuwah: Ilmu Kalam (bag-18)

Oleh: Anwar Rosyid Soediro*

Dalil ketiga, Perubahan hukum Alam atau tidak kekal hukum Alam

Al-Ghazali; mengatakan, bahwa keteraturan alam dalam kemutlakan Tuhan tidak bekerja dengan sendirinya, melainkan digerakkan oleh pencipta-Nya. Kesimpulan daripada konsep ini adalah tidak berlakunya hukum kausalitas sebagai sebuah hukum alam (sunnatullah). Pernyataan Al-Ghazali: “Api tidak selalu membakar jika Tuhan tidak menghendaki”. Bisa dikatakan bahwa kesinambungan A dengan B ini tidaklah secara alamiah, namun karena Tuhan menghendaki demikian, setiap efek yang teramati di alam (eksklusif) disebabkan oleh Tuhan.

Ketidak teraturan hukum alam, memang berfungsi untuk mengingatkan kita bahwa Tuhan ada dan aktif dalam segala kejadian. Tentu alam dunia ini akan mengalami kekacauan (chaos) jika tidak ada  kehendak Tuhan. Dengan Analogi yang sama; kenyang tidak harus berkaitan dengan makan, sehat tidak harus berkaitan dengan obat, terbakar tidak harus berkaitan dengan api atau hal lainnya. Jika kita dapat melihat daripada hukum yang ada dalam keseharian, terdapat sifat Tuhan di dalamnya, di mana Tuhan berkuasa menciptakan kenyang tanpa melalui makan, Tuhan berkuasa mematikan seseorang tanpa harus melalui pemenggalan dan hal lain sebagainya.

Sedangkan menurut konsep filsafat yang ditawarkan Ibnu Rusyd adalah suatu kuasa Tuhan telah menciptakan hukum kausalitas itu sendiri, di mana hukum tersebut yang mengatur jalannya alam raya ini dan dalam hal ini hukum alam (sunnatullah) tidak mengalami perubahan.

Ibnu Rusyd menolak pandangan al-Ghazali yang meragukan kausalitas (sebab-akibat) dan menganggapnya sebagai kebiasaan atau adat, bukan kepastian. Menurut Ibnu Rusyd, meragukan sebab-akibat berarti mengingkari realitas yang dialami dan merusak dasar ilmu pengetahuan, karena sebab-akibat adalah prinsip fundamental rasionalisme dan ilmu alam.

Dia membela prinsip kausalitas dengan mengembalikan pada empat sebab Aristoteles (material, formal, efisien, dan final) dan menegaskan bahwa alam adalah abadi karena adanya penggerak, bukan tanpa sebab. Suatu akibat yang penyebabnya tidak diketahui dan harus diselidiki secara tepat karena semua akibat yang penyebabnya tidak diketahui adalah sesuatu yang tidak diketahui dan harus diselidiki. Dari sini dapat disimpulkan,  bahwa semua yang dikatakan al-Ghazali dalam bagian ini adalah penalaran yang salah (meskipun tampaknya benar) — yakni, tidak diketahui memiliki penyebab yang diketahui yaitu Tuhan, karena bagi orang yang berpikir sebagaimana ahli kalam tidak membedakan antara yang nyata dan yang tidak diketahui.

Prinsip kausalitas didasarkan  pada  persepsi  realitas  melalui  persepsi  indra  atau pengalaman empiris. Oleh karena itu, ada kebutuhan besar untuk data empiris. Memperoleh pengetahuan empiris tentu membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan proses. Al- Qur’an mendorong manusia untuk menjelajahi alam semesta untuk menemukan hukum-hukum alam dan sosial demi kepentingan manusia.

Al-Qur’an secara khusus memperingatkan bahwa rumusan ilmiah buatan manusia sangat bervariasi dan tidak akan pernah pasti.  Teori yang ditulis oleh para ilmuwan berabad-abad yang lalu dapat berubah dengan penemuan selanjutnya. Mendapatkan informasi empiris membutuhkan tekad dan ketelitian serta kesabaran.vDoktrin mutlak kuasa Tuhan  diketahui pada zaman Teologi Asy’ariyah digunakan untuk mendoktrin iman seseorang. Bahwa menolak sebab akibat dan apa yang dinamakan hukum alam, untuk memberikan tempat kepada mukjizat serta untuk menyatakan hikmat Pencipta pada ciptaan-Nya dan untuk memperhatikan ayat-ayat Tuhan dalam alam sesuai dengan ajaran Al-Quran.

Perdebatan akademik dalam melahirkan llmu pengetahuan dan teori-teori yang ditimbulkan demi menyatakan ke Mahabesaran Tuhan. Pemaparan al-Ghazali, mutlak kuasa Tuhan dalam konsep kausalitas sangat berbahaya bagi keimanan seseorang, ketika akal digunakan untuk memikirkan ketuhanan (metafisika) yang transcendent (diluar jangkauan akal). Sebab argumen-argumen para filosof tidak akan mampu membuktikan adanya Tuhan sebagai pencipta. (bersambung)

*Pemerhati Keagamaan, Filosof, dan Alumni Fakultas Teknik Pertanian UGM Yogyakarta

Editor: Jufri Alkatiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *