Oleh: Kurniawan Zulkarnain*
Nepal sebuah negara yang berada dihamparan kaki gunung Himalaya—Ikon Dunia yang eksotis nan indah. Awal September2025 — negara ini dilanda kerusuhan seminggu setelah peristiwa yang sama terjadi di Indonesia beda skala, namun pemicunya mirip.
Himpitan ekonomi rakyat berhadapan dengan arogansi keluarga penguasa yang dikenal dengan Nepo Kids. Menurut Al-Jazeera, Pemerintah Nepal mengumumkan pemblokiran terhadap sekitar 26 platform media sosial. Pemblokiran dipandang sebagai pembungkaman aspirasi masyarakat. Sebanyak 72 orang terdiri dari demotran termasuk isteri Perdana Menteri Nepal, polisi, dan nara pidana meninggal– semenara yang terluka sebanyak 2.113 orang.
Nepal memiliki sejarah politik panjang: pernah diperintah secara otoriter oleh keluarga Jung Bahadur Rana sebagai Perdana Menteri yang berkuasa cukup lama. Hampir 10 tahun, Nepal dilanda perang saudara Maois yang menewaskan 17.000 orang (1996–2006). Kelompok Maois menuntut bentuk republik dan keadilan sosial. Raja Gyanendra mengambil alih kekuasaan penuh pada 2006 dan membubarkan parlemen dan membatasi kebebasan sipil.
Setelah monarki berakhir pada 2008, Nepal menjadi Negara Federal sekuler, terdapat kelompok menuntut wilayah otonomi berbasis identitas etnis. Selanjutnya tahun 2015, terjadi ketegangan yang dipicu oleh konstitusi baru yang dipandang diskriminatif dan tidak adil.
Nepal merupakan negara yang sangat majemuk : terdapat lebih dari 120 kelompok etnis dan lebih dari 100 bahasa lokal. Mayoritas penduduknya beragama Hindu (81 persen), tetapi ada juga Buddha (9 persen ), Islam (4 persen ), Agama Pribumi (3 persen ) dan Kristen (1,5 persen). Beberapa kelompok etnis utama: Khas Arya (termasuk Brahmana dan Chhetri), Janajati (suku-suku adat), Madhesi (di dataran rendah selatan). Sistem kasta: meskipun sudah tidak legal, masih berpengaruh, terutama di masyarakat Hindu. Sistem kasta menimbulkan diskriminasi sosial dan politik. Kelompok minoritas baik agama maupun etnis menghadapi diskriminasi atau pembatasan tertentu.
Beragam Ketimpangan Menghadang Nepal
Ketimpangan dalam beragam sisi kehidupan masih melanda, sebagian besar penduduknya tinggal di pedesaan dengan akses terbatas terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Kemiskinan yang tinggi terutama di daerah terpencil: perbatasan Himalaya dan pedesaan barat Nepal. Secara resmi sistem kasta telah dihapus, namun dalam prakteknya diskriminasi terjadi pada kasta rendah dan kaum minoritas etnis. Diskriminasi terjadi dalam kehidupan sosial maupun akses terhadap pekerjaan. Konflik identitas budaya antar-etnis sering terjadi dan memicu ketegangan sosial dan politik. Keterbatasan lapangan pekerjaan, memaksa warga Nepal bekerja di luar negeri.
Pertumbuhan ekonomi Nepal tidak stabil pada 2023 hanya tumbuh sebesar 1,9 persen, dan 2024 sebesar 3,9 persen. Lebih dari 25–30 persen. PDBnya berasal dari remitansi pekerja migran di luar negeri: yang bekerja pada sektor informal yang rentan. Tahun 2024, jumlah pengangguran sebesar 10,70 persen dari jumlah angkatan kerja yang berjumlah plus minus 8,57 Juta. Sektor produktif—manufaktur dan industri– berkembang lambat, pilihan yang tersisa masyarakat Nepal mengelola lahan pertanian miliknya yang sempit dan tidak produktif. Struktur ekonominya lemah, tidak ada diversifikasi kegiatan produktif. Nepal punya ketergantungan pada impor tinggi (bahan bakar, barang konsumsi, obat-obatan, mesin) yang dapat memperlemah daya tahan ekonomi Nepal.
Koalisi politik yang terdiri Partai Komunis Nepal, Partai dan Kongres Nepal, serta partai-partai regional (Madhesi, Janajati, Tharu) sangat rapuh dan terpragmentasi. Dalam 15 tahun terakhir, Nepal sudah mengalami lebih dari 12 kali pergantian Perdana Menteri. Konstitusi Nepal menetapkan sistem federal, namun implementasinya masih menghadapi kendala. Konflik antar etnis, kasta, dan kelompok regional masih sering muncul dalam politik. Situasi politik diperparah oleh budaya korupsi yang meluas ditubuh birokrasi, kepolisian, dan partai politik. Tidak hadirnya transparansi lembaga publik telah memperburuk kepercayaan masyarakat pada pemerintah.Kehidupan politik didominasi elit partai dan rakyat merasa terpinggirkan dan aspirasinya terabaikan.
Gerakan Rakyat dan Masa Depan Nepal
Mahasiswa dan pemuda Nepal menggunakan media sosial sebagai wahana bersosialisasi dan membangun kebersamaan. Melalui media sosial,mereka menggalang dan mengedukasi kesadaran tentang diskriminasi terhadap kasta terendah (dalit). Dengan alasan platform media sosial tidak terdaftar resmi, maka pada tanggal 4 September 2025, sebanyak 26 platform sosial diblokir. Pemblokiran ini dipandang sebagai upaya membungkaman suara kritis masyarakat khsusnya generasi muda dan pemicu Gerakan Rakyat Nepal.
Sehari setelah pemblokiran,ribuan mahasiswa dan pemuda turun kejalan di Kathmandu dan kota-kota lainnya. Narasi yang diusung berkembang terkait dengan frustrasi: isu korupsi, ketimpangan ekonomi dan nepotisme. Polisi membubarkan masa dan terjadi bentrokan dekat Parlemen, beberapa pengunjuk rasa tewas. Membakar gedung parlemen dan kantor pemerintahan termasuk rumah Perdana Menteri yang menewaskan isteri Perdama Menteri. Pemerintah mencabut larangan media sosial dan memberlakukan jam malam dan menambah energi bagi kalangan muda. Panglima Angkatan Darat Nepal, General Ashok Raj Sigdel, menyatakan bahwa militer berkomitmen untuk melindungi warga, menjaga aset nasional.
Pada tanggal 9 September 2025, Perdana Menteri Nepal Sharma Oli mengundurkan diri,’’untuk memberikan jalan bagi solusi politik’’ ujar Oli. Sehari sebelumnya Mendagri telah mengundurkan diri.Diikuti oleh Menteri Penyediaan Air yang membelot mendukung para demontran. Pada hari Jum’at 12 September 2025, Presiden Nepal, Ramachandra melantik Sushila Karki–Mantan Hakim Agung–sebagai Perdana Menteri baru,yang langsung membubarkan partemen dan menjadwalkan pemilihan umum pada 5 Maret 2026. Selain itu, Sushila harus melakukan penyelidikan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan penyalah gunaan aset oleh para pemimpin politik.Sushila akan segera menunjuk kabinetnya pada akhir pekan ini sebagai langlah awal untuk melaksanakan mandatnya.
Sampai pada titik ini,Gerakan Rakyat Nepal: yang dimotori generasi muda berhasil menjebol keterhimpitan sosial-ekonomi masyarakat Nepal. Sekali lagi Generasi Muda dengan media sosialnya membuktkan sebagai ‘’garda depan perubahan sosial’’. Perlu dicatat bahwa generasi muda Nepal pada tahun 2025, menurut statistik berjumlah 43 persen dari 30 Juta atau sekitar 12,9 Juta orang. Secara keseluruhan, Nepal memiliki potensi ekonomi: sektor pertanian, listrik tenaga air dan pariwisata dengan dukungan remitansi yang signifikan. Tantangan yang dihadapi Generasi Muda memang cukup berat, warisan politik masa lalu dan keragaman masyarakat Nepal –namun alam pikiran Generasi Muda sudah maju, mereka adalah generasi kosmopolitan dan melek teknologi sebagai bekal menatap masa depan Nepal. Walahu ‘Alam Bi Sowab.
*Konsultan Pemberdayaan Masyarakat dan Dewan Pembina Yayasan Mahasiswa Islam Insan Cita (YAPMIC) Ciputat
Editor: Jufri Alkatiri