Oleh: Kurniawan Zulkarnain*
Salah satu tuntutan Gerakan Rakyat akhir Agustus lalu sebagaimana tertuang dalam tuntutan 17 + 8 adalah perlunya reformasi Partai Politik. Sejumlah anggota Parpol di Parlemen menunjukan perilaku yang tidak etis dan tidak peka terhadap apa yang dirasakan rakyat.Tambahan pula tingkatan pendidikan anggota Parlemen menunjukan kualitas yang kurang memadai. Sebanyak 63 orang atau 10,86 persen hanya lulusan SMA –hal ini menunjukan ada masalah dalam rekruitmen pada tubuh Parpol.
Dalam sistem demokrasi, rakyat adalah pemegang kedaulatan, namun karena jumlah besar, mereka tidak bisa memerintah langsung — maka diperlukan wakil dan parpol menjadi sarana utama untuk menyalurkan aspirasi rakyat ke lembaga negara. Dalam kontek ini Parpol berfungsi sebagai media artikulasi dan agregasi kepentingan. Sekaligus sebagai wujud kedaulatan rakyat yang diamanatkan Undang-Undang.
Parpol juga mempunyai peran penting bagi pencalonan pemimpin politik baik pada lembaga eksekutif maupun legislatif–fungsi rekruitmen politik. Parpolpun mempunyai peran dalam pendidikan politik agar memahami hak dan tanggung jawabnya serta cerdas dalam mengaktualikan diri sebagai warga bangsa dan memahami subtansi demokrasi dan kedaulatan itu sendiri.
Demokrasi sebagai ruang kompetisi untuk menghasilkan gagasan maupun pemimpin terbaik yang dapat diusung Parpol. Berkompetisi secara adil dalam Pemilu sebagai media untuk mengakses kekuasaan secara sah dan dan damai bukan lewat kekerasan. Berkompetisi dalam Pemilu secara ideologis dan programatik, bukan berbasis kekuasaan semata untuk meraih kemenangan tanpa mengindahkan moralitas.
Tumbuh-kembangnya Parpol beriringan dengan denyut nadi dan dinamika bangsa. Diawal kemerdekaan tahun 1945-1955 — kita miliki 39 Partai. Pada masa Demokrasi Terpimpin tahun 1959-1965 — Parpol dibatasi dengan kerankeng Nasakom dengan dominasi oleh Komunis . Setali tiga uang,di zaman Orde Baru tahun 1966-1998 dikendalikan dan dipelihara hanya 3 Parpol: PDI, Golkar, dan PPP.
Kini pasca-reformasi tahun 1998-2024,jumlah Parpol adalah sebagai berikut: Pemilu tahun 1999 diikuti oleh: 48 partai, Pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai. Pemilu 2009 diikuti oleh 12 partai, Pemilu 2014 diikuti oleh 12 partai, Pemilu 2019 diikuti oleh 16 partai. Dan pada Pemilu tahun 2024 diikuti oleh sebanyal 18 partai. Pada 3 Pemilu terakhir diikuti oleh Partai lokal dari Aceh. Artinya secara prosedural demokrasi telah berjalan.
Urgensi Menata Ulang Parpol
Menata ulang partai politik (Parpol) di Indonesia adalah suatu tantangan penting, terutama di era reformasi yang menuntut pembaruan baik dari sisi aturan internal maupun disiplin kader. Salah satu point penting adalah partai politik harus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, tidak hanya dari sisi aturan tetapi juga perilaku kader. Parpol harus memiliki aturan main yang jelas dan menegakkan disiplin secara ketat agar kader tetap sejalan dengan kebijakan partai dan tidak bertindak semaunya sendiri.
Parpol yang kuat juga harus mampu mengakomodasi perubahan dan pembaruan manajemen internal, termasuk dalam suksesi kepemimpinan secara rutin dan transparan. Menata ulang partai politik juga terkait erat dengan tata ulang sistem Pemilu. Pemilihan umum yang dilakukan serentak lima kotak pada 2019 dan 2024 dinilai terlalu melelahkan dan kurang memberi ruang untuk partai dan kader menyiapkan pilihan terbaik.
Langkah Mahkamah Konstitusi yang memutuskan pemilu dibagi menjadi dua tahap merupakan langkah yang perlu diapresiasi: Pemilu nasional dan Pemilu daerah, dengan jeda waktu yang memungkinkan partai lebih matang dalam menyiapkan kandidat yang berkualitas. Ini juga membantu mengurangi efek ekor jas di pemilihan kepala daerah, dimana popularitas kandidat nasional tidak lagi terlalu memengaruhi pemilihan lokal, sehingga partai dan kader dapat lebih fokus pada isu lokal dan visi yang otentik.
Penataan ulang parpol harus menyentuh revisi aturan internal yang jelas. Disamping harus ada sanksi tegas bagi kader atau pengurus yang melanggar aturan agar tidak merusak soliditas partai. Reformasi parpol di era demokrasi seyogyanya diiringi dengan penguatan mekanisme kontrol internal agar tidak terjadi perpecahan dan upaya mendapatkan kekuasaan secara pragmatis melalui proses yang transaksional.
Evaluasi Kritis Lembaga DPR
Penataan ulang Parpol tidak terlepas dari kinerja dari lembaga DPR sebagai produk dari Pemilihan Umum (Pemilu). Sebagai diketahui bahwa fungsi DPR adalah legislasi, pengawasan dan penganggaran. Sekaligus untuk memastikan upaya pencaian kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat.
Kinerja DPR kerap dicatat kurang efektif,dengan produk legislasi yang kualitasnya diragukan yang sepenuhnya tidak memenuhi prasyarat transparansi.Selama masa sidang 2024-2025, misalnya ditemukan lemahnya kualitas subtansi rapat,banyak rapat yang dipandang isinya kurang berkualitas dan kurang pro-rakyat. Beberapa komisi bahkan melakukan rapat tertutup dalam isu yang seharusnya bersifat publik.
DPR belum benar-benar mampu mempresentasikan aspirasi rakyat secara maksimal. Hal ini dipengaruhi oleh mekanisme aspirasi yang mungkin belum efektif dan citra anggota DPR yang kurang baik karena isu korupsi serta pelanggaran etik yang mencinderai kepercayaan public .DPR juga harus menunjukkan kapasitas dan kesungguhannya dalam menindak-lanjuti pengaduan masyarakat.
Dicatat bahwa DPR telah melakukan beberapa perbaikan internal seperti pembentukan tim kajian peningkatan kinerja,rencana strategis serta evaluasi terhadap anggota yang kurang peka atau bermasalah. Ada juga langkah-langkah pembenahan termasuk pemberian sanksi dan pemecatan anggota yang bermasalah.
Penataan ulang Parpol mempunyai korelasi sangat significan dengan kualitas Lembaga DPR yang pada ujungnya akan meningkatkan kualitas per-undang-undangan,pengawasan dan penganggaran yang pro-keadilan dan kesetaraan. Menata ulang Parpol yang diiringi evaluasi kritis terhadap lembaga DPR sejatinya memastikan terwujudnya transparansi dan akuntabilitas pada Parpol dan DPR itu sendiri. Wallahu A’alam Bisowab.
*Konsultan Pemberdayaan dan Pencinta Ilmu Pengetahuan
Editor: Jufri Alkatiri
