Menjaga Negara dari Musuh di Dalam

Oleh: Renville Almatsier*

Ketika menaikkan bendera Merah Putih di halaman rumah — sesuai imbauan pemerintah, saya merasa lega akan merayakan HUT RI ke-80 — dengan berbagai kemajuan yang telah kita capai. Ditambah lagi, kemarin melalui layar televisi, saya menonton parade militer seluruh matra TNI berikut demonstrasi berbagai ketrampilan prajurit dengan alutsista moderen. Sungguh membuat saya kagum dan bangga. TNI makin solid dan siap menjaga negara dari musuh dari luar.

Meski masih ada penolakan pembangunan tempat ibadah, aksi teror yang terkait intoleransi berkurang banyak. Apakah ini dampak dari giatnya kegiatan anti teror dan pembubaran organisasi ekstrim? Wallahualam… Saya pikir, selesai sudah urusan masalah peka ini. Kini kita bisa konsentrasi menuju kehidupan bangsa yang penuh kedamaian, penuh toleransi.

Ya, apalagi? Pemerintah dengan semangat baru pula. Pertikaian antar-parpol sudah senyap berganti dengan kompromi dan koalisi. Semua sudah berkembang. IKN sudah jadi. Infrastruktur dibangun di mana-mana, terutama jalan-jalan yang mulus menghubungkan kota-kota, termasuk jauh di luar Jawa. Terbayang mobil listrik berseliweran di jalan, tidak bakal ada lagi kebisingan atau polusi walau cerita tentang anak-anak sekolah harus basah-basah menyeberang sungai masih selalu muncul. Di luar itu,  pertumbuhan ekonomi pada Triwulan II 2025 tercatat 5,12 persen, sedikit di atas perkiraan sebelumnya. Tentu ini berita yang melegakan.

Kini tinggal lagi memperkukuh Pancasila dan… eng..ing..eng… kita siap lepas landas…. Wajar dong, setelah selama ini kita sibuk dengan sengkarut melulu, di usia ke-80 sudah waktunya kita merasa bahagia. Di negeri tercinta yang sudah lama dikenal Gemah Ripah Loh Jinawi.

Selagi menggebunya semangat membangun, mengejar target Indonesia Emas, tau-tau muncul berita Bupati Kolaka Timur terjerat OTT. Dia memegang rekor sebagai pejabat pertama hasil pemilu, yang korup dan tertangkap. Ini juga mengingatkan kita bahwa negeri ini masih bergelimang korupsi.

Terus terang, sebenarnya memang masih banyak ketidakberesan. Soal korupsi itu misalnya. Belum ada kesepakatan di antara penguasa, wakil rakyat, dan penegak hukum bahwa itu adalah musuh kita nomor satu. Korupsi bernilai “T” (triliun) sudah jadi berita biasa. Penangkapan Bupati Kolaka Timur itu jadi tidak mengagetkan lagi. Beberapa kasus penyelewengan yang sudah terang benderang pun masih menunggu yang berwenang membongkarnya sampai tuntas. Atau, menunggu Presiden yang katanya mau mengejar koruptor sampai ke Antartika.

Berulang-ulang diungkapkan bahwa kita adalah bangsa paling agamis di dunia. Tetapi korupsi terus dikerjakan, seolah itu bukan dosa. Masakan orang beragama masih tega mengkorup dana haji dan menu gizi gratis buat anak-anak. Bahkan dana bansos masih juga ditilep. Kini ada kabar harga beras mau naik, di tengah kesibukan pemerintah menggalakkan pungutan pajak di berbagai sektor. Kenyamanan terasa terganggu.  Negeri kita ternyata masih tidak baik-baik saja.

Belum lagi dari sisi adab dan etika, kita pun masih disuguhi kejadian-kejadian memalukan. Siang ini saya baru mendapat kiriman video, seseorang di jalan tol dikejar mobil PJR, disetop dan tanpa tau apa salahnya, dipalak. Ini baru satu jenis bentuk pemalakan. Ada banyak lagi macamnya, baik melalui organisasi berseragam, maupun perorangan melalui pejabat berdasi.

Masuk ke dunia pendidikan, satu komponen paling menentukan buat masa depan bangsa, masih bongkar-pasang. Sistem yang sudah berjalan baik diganti dengan yang, katanya, lebih baik. Jangan heran kalau dunia akademik pun penuh kepalsuan. Di sini pun ada korupsi pengadaan peralatan komputer. Gelar kesarjanaan diobral, sementara para akademisinya diam seribu basa.

Akhirnya, alih-alih menyambut gembira HUT RI, sekali-sekali tidur saya masih terganggu karena cemas memikirkan apa yang akan terjadi pada masa mendatang. Saya terjebak pada overthinking membayangkan segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi di masa depan. Kondisi ekonomi dan politik yang tidak menentu, intervensi AI dalam kehidupan, dan banyak situasi tidak jelas lainnya.

Ketika di mana-mana muncul bendera hitam bergambar tengkorak Jolly Roger, aparat pun dibikin sibuk. Saya kira itu tidak perlu dicurigai serius banget.  Itu kan sekadar ungkapan perasaan tertekan yang dikomunikasikan dengan cara becanda. Syukur-syukur yang disasar dan faham.

Tapi jangan pula kita hanya menyalahkan para pejabat yang kini sudah makin lengkap dengan duduknya para mantan aktivis pemenangan pemilu di kursi komisaris berbagai lembaga. Kita, ya rakyat beserta wakil-wakilnya, juga ikut bertanggungawab loh… Peradaban bangsa hanya bertumbuh sehat jika ditopang oleh warga negara kompeten, berkarakter luhur, berkualitas unggul dan menjunjung budaya.

Kita boleh bangga dengan kesiapan TNI menjaga negara dari musuh-musuh dari luar. Tetapi rupanya musuh yang lebih berbahaya ada di dalam. Beberapa hari lagi kita akan merayakan HUT RI ke-80. Semakin dekat pada target 2045 di mana kita diimingi-imingi keadaan yang jauuuh lebih baik. Lupakan saja atau tunda dulu harapan mau bahagia di usia negara ke-80.  Boro-boro mau seperti negeri sumber bahagia seperti Finlandia, Norwegia atau New Zealand…wow…jalan masih jauh.

*Pengamat Sosial dan Mantan Jurnalis Majalah Berita Tempo

  Editor: Jufri Alkatiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *