Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
3). Fenomena Kuantum dan Hidup Sesudah Mati
Dalam buku The Mystical-Physical Nature of Human Existence karya Casey Blood, Ph.D. (Los Angeles: Renaissance Books, 2001) — seorang fisikawan yang sangat dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Islam, menawarkan interpretasi fisika kuantum yang luar biasa jernih dan sangat selaras dengan kosmologi Al-Qur’an, deskripsi kuantum tentang realitas mengakhiri era materialisme, karena dia membutuhkan keberadaan pikiran nonfisik di balik otak fisik.
Elemen nonfisik ini sangat kaya dan kompleks, dan sesuai dengan bagian diri kita yang bertahan setelah kematian, yaitu ruḥ. Selama hidup, ruḥ kita membuat pilihan-pilihan dari realitas kuantum yang sesuai dengan pikiran kita, dan pilihan-pilihan ini memiliki dampak yang sangat besar bagi pengalaman kita, tidak hanya dalam hidup, tetapi juga setelah kematian.
Realitas kuantum tidak berjalan berdasarkan hukum-hukum deterministik, melainkan berdasarkan peristiwa-peristiwa kontingen yang dikehendaki Tuhan, dari waktu ke waktu. Percobaan Quantum Tunneling membuktikan satu fenomena yang melemahkan kausalitas klasik; Kemungkinan sebuah partikel menembus penghalang ditentukan oleh fungsi Probabilitas, bukan hubungan sebab-akibat yang pasti atau hukum Karma. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara sebab dan akibat tidak inheren dalam materi itu sendiri, melainkan bergantung pada sesuatu di luar dunia material sebuah gagasan tentang kehendak Tuhan.
Berdasarkan fungsi Probabilitas Kehendak Tuhan mungkin merupakan salah satu pandangan metafisika yang paling dapat dipertahankan secara empiris dalam filsafat kontemporer. Selain itu Fenomena kuantum seperti dualitas partikel-gelombang dan fluktuasi kuantum, yakni objek kuantum seperti elektron dan foto dapat menunjukkan sifat partikel (misalnya, memiliki massa dan momentum) dan sifat gelombang (misalnya, mengalami difraksi dan interferensi) tergantung pada kondisi eksperimen, di mana partikel dapat muncul dan menghilang, hal ini dapat diinterpretasikan sebagai manifestasi kehendak ilahi yang hidup dan aktif. Hal Ini selaras dengan ayat Al-Qur’an, “Sesungguhnya perintah-Nya itu hanyalah ketika Dia menghendaki sesuatu, lalu Dia berfirman kepadanya: ‘Jadilah!’ Maka jadilah Dia” (QS. Yaasiin/36:82).
Faktanya, pilihan-pilihan yang kita buat dalam hidup akan memiliki dampak yang paling besar setelah kematian, sebagaimana diajarkan Islam. Mengapa? Karena selama kita hidup, alam semesta fisik memodifikasi dan menyusun kesadaran kita, menjadikan dampak dari setiap pilihan pikiran yang kita buat terbatas.
Ketika Pikiran non-fisik kita terputus dari alam semesta fisik, seperti yang terjadi sampai batas tertentu saat tidur dan dengan finalitas absolut saat kematian, bentuk-bentuk pikiran dari pikiran itu menjadi keseluruhan kesadaran seseorang yang sejati, hakiki, dan abadi. Pada titik akhir kesadaran individu sesorang, adalah berupa pikiran (intelek) atau jiwa non-fisik (lubb) (**).
Pada tingkat kosmos secara keseluruhan, pikiran non-fisik yang menyatukan, yang mendasari dan menciptakan dimensi fisik yang diatur oleh kuantum, sama pentingnya. Lalu, apa yang bisa kita sebut sebagai pikiran non-material yang maha menciptakan, maha merangkul, maha adil, dan maha penyayang? Umat Muslim akan menyebut kekuatan itu m; Allah. Tiada lain selain menunjukkan realitas Allah (laa ilaha illaAllah).
Semua kebaikan dan kejahatan yang telah kita lakukan akan abadi, dan kita memasuki bentuk keabadian yang dibentuk oleh tindakan kita sendiri. Dengan kata lain, kita memasuki Surga atau Neraka abadi yang merupakan buah dari pilihan-pilihan kita selama hidup. Dengan demikian, pilihan-pilihan kita sangatlah penting, sebagaimana Al-Qur’an berulang kali memperingatkan kita. (*) (Bersambung)
Note: (**) Dalam terminologi alqur’an, anatomi jiwa manusia terdiri dari Shudur (dada), Qalbun (hati), Fuad (hati yang bercahaya/nurani) dan Lubb (intelek yang tercerahkan oleh wahyu ilahi).
*Pemerhati Keagamaan, Filsafat, dan Alumni UGM Yogyakarta
Editor: Jufri Alkatiri