Renungan Malem Jemuwah : Studi Kode Numerik dan Gematria, Mengungkap Misteri dalam Al-qur’an  (bag- 2)

Oleh: Anwar Rosyid  Soediro*

Studi Kode Numerik dan  Gematria

Dalam semua ciptaan, kita melihat tanda-tanda yang jelas tentang ukuran-ukuran yang tepat dan proporsi-proporsi yang rumit pada tingkat kesempurnaan. Tidak ada kesalahan atau cacat sama sekali dalam ciptaan (QS. Al-Mulk/67 ayat 2-4). Jika kitab ciptaan alam semesta menyajikan ukuran-ukuran yang rumit seperti itu, mengapa kitab Al-Qur’an yang diucapkan tidak dipelajari? 

Para ulama yang memiliki kepekaan dengan teliti, telah mempelajari kata-kata Al-Qur’an dan proporsionalitas dalam komposisi katanya, dan telah menemukan banyak misteri yang luar biasa. Dalam sebuah tradisi/sunah (yang lembut/jalan tengah) kita membaca ulama Yahudi Huyayy bin Akhtab menyarankan kepada Nabi Muhammad saw — bahwa kehidupan masyarakatnya akan singkat dengan menunjukkan huruf-huruf yang terisolasi (alif-lam-mim) di awal surat al-Baqarah. Huruf-huruf ini jika dijumlahkan bernilai 71.

Nabi tersenyum dan mengatakan kepadanya bahwa masih ada lagi yang seperti itu, dan membacakan  (alif-lam-mim-sad) jika dijumlahkan bernilai 161, dan (alif-lam-ra)  jika dijumlahkan bernilai 231, (alif-lam-mim-ra)  jika dijumlahkan bernilai 271. Kejadian ini menunjukkan bahwa Nabi tidak menolak keabsahan perhitungan tersebut secara langsung, dan membiarkan mengutip beberapa contoh lagi untuk di didengar para sahabat yang ada pada saat itu.

Studi juga menemukan rujukan dalam Al-Qur’an tentang tindakan ilahi dalam menghitung dan menilai.  QS. An-Naziat/78:29 menyatakan, “Tetapi segala sesuatu telah Kami hitung secara tertulis (dalam sebuah kitab),” dan QS. Al-Jin/72:28 berbunyi “dan Dia telah meliputi apa yang ada pada mereka dan telah menghitung segala sesuatu menurut hitungannya.”

Penghitungan segala sesuatu terkait dengan nama Ilahi (al-Alim), Yang Maha Mengetahui, dan berasal dari nama (al-Muhshiy), yang berarti Sang Penghitung, Sang Penilai, dan Sang Penghitung Segala Sesuatu.  Oleh karena itu, mempelajari khazanah numerik Al-Qur’an merupakan bentuk refleksi, asalkan seseorang tidak mempelajarinya sebagai tujuan akhir, tidak mengolok-oloknya, dan tidak melupakan tujuan utama untuk mengejar penyembuhan dan bimbingannya.

Seperti dalam semua hal, kita harus mencari pendekatan yang seimbang antara dua ekstrem tersebut. Tidaklah tepat untuk menganggap kode Numerik dalam kitab suci sebagai bukti utama kebenarannya, dan memberinya terlalu banyak bobot padanya. Di sisi lain, tidak tepat untuk menolaknya, dan menganggapnya tidak ada artinya dan tidak ada artinya.

Telah diketahui bahwa ada siklus alamiah 19 tahun antara bulan dan matahari — yaitu, bulan Purnama muncul pada posisi yang sama di langit selama kurang lebih 19 tahun. Siklus ini dikenal sebagai Siklus Metonik, adalah periode 19 tahun di mana fase bulan akan kembali terjadi pada tanggal yang hampir sama dalam kalender matahari. Ini terjadi karena 19 tahun matahari (sekitar 6939.8 hari) hampir sama dengan 235 bulan sinodik (siklus fase bulan, sekitar 6939.6 hari). Sebagai contoh — dalam studi Numerik menemukan secara luar biasa bahwa kata  (Matahari) dan (bulan) telah disebutkan bersama-sama tepat 19 kali dalam Al-Qur’an.

Ternyata ada kode-kode Numerik ajaib lainnya yang berkaitan dengan angka 19. Surat pertama yang diwahyukan secara keseluruhan (surat pertama/1, Afatihah) memiliki 19 huruf dalam ayat pertamanya, (Basmalah). Demikian pula, surat terakhir yang diwahyukan (surat 110, Pertolongan/an-Nashr) juga memiliki 19 huruf dalam ayat pertamanya. (Kita perhatikan bahwa  (Basmalah) dianggap sebagai ayat dari Al-Qur’an hanya di awal surat ke-1 dan pertengahan surat ke-27, An-Naml.) Menarik juga untuk dicatat bahwa wahyu pertama (lima ayat pertama dari surat 96 (al-Alaq), Segumpal Darah) memiliki 19 kata. Selain itu, ini adalah surat ke-19, al Maryam dari akhir dalam urutan sekuensial. Surat terakhir yang diwahyukan (surat 110, Pertolongan/an-Nashr) juga memiliki 19 kata di dalamnya.

Masih mengutip satu contoh lagi tentang angka 19; yakni pilar dasar iman Islam adalah Keesaan Tuhan. Jumlah kali kata (wahid) yang berarti satu digunakan untuk merujuk pada Keesaan Tuhan adalah 19. Kebetulan, nilai (abjad) nya dari kata (wahid) juga 19.

Angka-angka lain selain 19 memiliki hubungan misterius yang serupa. Misalnya, jumlah huruf berbeda yang digunakan dalam surat pertama (al-Fatihah, Pembukaan) dan surat terakhir (al-Nas, Umat Manusia) sehubungan dengan urutan sekuensial dalam Al-Qur’an keduanya adalah 22 (logic). Selain itu, kedua surat tersebut memiliki 7 ayat dengan  menghitung (Basmalah).

Surat 112 Al-Ikhlas, berjudul Ketulusan Iman, menggambarkan atribut ilahi dari keesaan. Surat ini memiliki 11 huruf pada ayat pertama, yang sesuai dengan nilai (abjad) dari nama Ilahi (huwa) Dia yang merujuk pada Wujud Ilahi semata — tanpa mempertimbangkan nama atau atribut lainnya. Meskipun terdapat perbedaan pandangan di antara para ulama, urutan dan nama semua surat dalam Al-Qur’an secara umum diyakini diberikan oleh Wahyu Ilahi. Surat yang lebih panjang biasanya terletak di awal dan yang lebih pendek berada di akhir — namun urutannya tidak ditentukan berdasarkan panjangnya atau urutan kronologisnya, tetapi berdasarkan wahyu. (bersambung)

*Pemerhati Keagamaan, Filsafat, dan Alumni UGM Yogyakarta

Editor: Jufri Alkatiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *