Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
Hijrah adalah peristiwa sejarah perpindahan fisik dari Mekkah ke Madinah yang menjadi momen di mana Islam mengalami proses perubahan dan transisi dari satu situasi ke situasi lain. Hijrah merupakan tonggak lompatan (milestone) pertama menuju dakwah Islam yang lebih hidup dan aktif.
Sebuah diskursus gagasan Hijrah sebagai langkah strategis menuju misi penyebaran Islam yang berhasil. Isu-isu ini bersama dengan banyak implikasi yang dimiliki . Hijrah tidak hanya melakukan perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain. Hijrah juga tentang transformasi spiritual dan agama umat Islam. Melalui Hijrah, tatanan sosial, politik, dan budaya baru dibangkitkan kembali. Pelajaran dari nabi-nabi terdahulu juga berhijrah, bagi setiap mukmin dapat bercermin dari kisah-kisah umat terdahulu untuk melakukan hijrah jika kondisi memungkinkan. Hijrah Nabi terdahulu serta pengikutnya hingga hijrah di era milenial diantaranya sebagai berikut:
A.Hijrah Nabi Ibrahim As
Paska dilempar dalam Api, kemudian pergilah Nabi Ibrahim meninggalkan kaumnya dan tanah airnya, berhijrah menuju Hauron (padang yang cukup luas di wilayah Syam dimana terdapat kampung yang kebanyakan penduduknya penenun sutra dan petani).
B.Hijrah Nabi Musa As
Nabi Musa berdakwah menyeru Fir’aun dan kaumnya di Mesir untuk menyembah Allah — tetapi mereka menentang dan menyiksa secara fisik terhadap Nabi Musa As. dan Bani Israil. Lalu mereka berhijrah menuju Sina (bukit yang biasa disebut Thur Sina bertempat di Syam. Bukit dimana Nabi Musa bercakap-cakap langsung dengan Allah).
C.Hijrah Nabi Isa As
Nabi Isa Al-Masih menyeru kaumnya untuk bertaubat dan kembali kejalan Allah — tetapi, mereka mendustakan Isa, menolak risalahnya, bahkan mengusirnya. Lalu Nabi Isa hijrah menuju dataran tinggi dimana terdapat padang rumput dan sumber mata air bersih yang mengalir.
D.Hijrah Nabi Luth As
Nabi Luth menyeru kaum Sodom untuk berhenti melakukan kekejian yang belum pernah dilakukakn oleh kaum sebelumnya, namun mereka tidak mau berhenti. Lalu Nabi Luth diperintah berhijrah oleh Allah pada malam hari, setelah Nabi Luth dan kaumnya yang beriman keluar dari Kota Sodom Allah menurunkan Azab beupa hujan batu pada kaum Sodom yang tidak mau mengikuti perintah Luth.
E.Sekilas Sejarah Hijrah Muhammad Saw
Pada Perode Makkah (610- 622 M) Rasulullah Saw sebagai da‘i pertama dalam melaksanakan tugasnya ditempuh melalui berbagai langkah pendekatan strategis sebagaimana tampak ketika beliau dakwah diawal kenabian disebarkan melalui pendekatan kekeluargaan dengan cara diam-diam yang hanya sekedar memberi pelajaran dan petunjuk-petunjuk, kemudian diperluas dan dikembangkan melalui pendekatan terbuka dan terang-terangan, dengan tanpa menghiraukan penghinaan dan ancaman penentangnya.
Dalam upaya ini, dakwah mampu menembus ke berbagai penjuru, termasuk Ka‘bah dan tempat-tempat orang Quraisy berkumpul. Namun, ketika dakwah tersebar secara terbuka dan jumlah pengikutnya semakin bertambah banyak, menyebabkan kaum Quraisy bertambah keras tantangannya kepada Nabi Muhammad Saw. Dakwah yang diteladankan Nabi sebagai usaha untuk merealisasikan ajaran Islam pada semua aspek kehidupan manusia telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan tanggung jawab umat Islam.
Paska Hijrah yakni periode Madinah (1-11 H. = 622-632 M.) dakwah Rasulullah Saw telah mampu menumbuhkan ikatan persaudaraan maupun ukhuwah Islamiah. Sebagai langkah pertama Nabi Saw mempersatukan kaum Anshar dan Muhajirin yang berbeda suku dan adat istiadat yang menurut ukuran masa itu sangat sulit untuk dipersatukan, sehingga terbentuklah suatu umat laksana sebuah bangunan yang bagian-bagiannya saling memperkuat satu sama lain.
Strategi Piagam Madinah digagas dan digunakan Nabi Muhammad untuk menciptakan persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat Madinah yang beragam, baik dari segi suku, agama, maupun budaya (sekitar 20 Suku). Piagam ini menetapkan prinsip-prinsip dasar yang menjamin hak-hak individu, kebebasan beragama, serta mekanisme penyelesaian konflik secara adil, yang pada akhirnya membentuk satu komunitas (ummah wahidah).
Piagam Madinah merupakan Political Legal Document yang menjadi cikal bakal lahirnya Negara Madinah pada abad ke 7 Masehi. Piagam ini penting keberadaannya karena Yastrib (sebelum berubah namanya menjadi Madinah) dihuni oleh kabilah multietnik dan agama yang memang memerlukan kesepakatan agar hadir suatu perlindungan dari masing-masing kaum.
Hijrah Rasulullah Saw ke Madinah, dengan strategi politik menerapkan kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara demokratis di tengah masyarakat yang sangat plural dan heterogen dengan berbagai macam ideologi dan politik. Gaya kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang egaliter, demokratis dan toleran, menjadikan semua penduduk Madinah merasakan ketenangan menjadikan kota Yasrib sebuah kota yang bercahaya Madinah al-Munawarah.
Terminologi Hijrah
Terminologi hijrah dapat ditelaah melalui berbagai dimensi. Secara etimologis, kata hijrah berasal dari bahasa Arab yang pada dasarnya tersusun dari huruf-huruf [ha’, jim dan ra] dengan dua pokok kandungan makna: Pertama, menurut Ibnu Arabi, Ibnu Hajar al-Asqalani dan Ibnu Taimiyah hijrah adalah berpindah dari negeri orang kafir atau dalam keadaan perang (daarul kufr wal harb) ke negeri kaum muslimin (daarul Islam). Negeri kaum kafir adalah negeri yang pemerintahanya dikuasai oleh orang kafir dan hukum yang ditegakkan sesuai dengan hukum Kafir. Sedangkan negeri Muslim adalah negeri yang diperintah oleh umat muslim dan hukum yang ditetapkan sesuai dengan hukum Islam meskipun mayoritas penduduknya kafir.
Kedua, menurut Ibnu Arabi makna hijrah pertama juga diperluas lagi ke dalam beberapa kategori yaitu sebagai berikut: 1.Meninggalkan negara yang diperangi (daarul harbi) menuju negara Islam (daarul Islam); 2.Meninggalkan negeri yang dihumi oleh para ahli bid’ah; 3.Meninggalkan negeri yang dipahami oleh hal-hal yang haram sementara mencari sesuatu yang halal merupakan kewajiaban setiap muslim; 4. Melarikan diri demi keselamatan jiwa; 5.Melarikan di demi keslamatan harta benda.
Ketiga, menurut pendapat para sufi. Hijrah adalah pergi untuk mendekatkan diri dengan kebiasaan yang jauh lebih baik, perbedaan sudut pandang untuk menganalisa suatu masalah, meninggalkan dosa-dosa dan kesalahan, dan menghilangkan halhal yang salah dari kebenaran. Atau dengan kata lain bahwa hijrah adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam menjauhkan diri dari berbagai bentuk penyimpangan menuju tata aturan secara benar dan konsisten.
Di sisi lain, hijrah dalam perspektif historis dapat dimaknai sebagai tindakan pragmatis monumentalis yang di dalamnya juga mencakup nilai-nilai normative — karena itu, kajian hijrah tidak cukup hanya dilihat pada dimensi historis romantis monumentalis saja, melainkan harus terisi dengan nilai-nilai normatif yang bersumber pada al-Qur’an maupun al-Hadits, sehingga tampak dengan jelas adanya integrasi secara holistik dalam bingkai reformulasi epistemologi hijrah dalam dakwah. (bersambung)
*Pemerhati Keagamaan, Filsafat, dan Alumni UGM Yogyakarta
Editor: Jufri Alkatiri