Tradisi Menyambut Hari Santri Nasional di Indonesia

Oleh: Prof. Dr. Murodi al-Batawi, MA*

Para Santri, Kyai, dan Pesantren kini memiliki tradisi baru setelah pemerintah menetapkan hari jadi Santri pada setiap 22 Oktober 2015. Semua merasa senang karena secara langsung sejak ratusan tahun lalu, sejak keberadaan santri dan pesantren, baru ada pengakuan negara atas peran dan kontribusi para Santri dalam berbagai bidang; pendidikan, ekonomi dan politik dan lain sebagainya. Karena itu, menjelang peringatan HSN (Hari Santri Nasional), dilakukan berbagai kegiatan yang kemudian menjadi tradisi yang dikembangkan oleh Muslim Indonedia.

Untuk itu, tulisan ini bermaksud menganalisis berbagai tradisi dan bentuk perayaan dalam menyambut Hari Santri Nasional (HSN) yang diperingati setiap 22 Oktober di Indonesia. Paling tidak ada tiga bentuk utama tradisi perayaan HSN: (1) tradisi seremonial-kenegaraan, (2) tradisi keagamaan-edukatif, dan (3) tradisi kultural-kreatif.

Berbagai tradisi tersebut tidak hanya bersifat seremonial belaka, tetapi mengandung makna simbolis yang dalam sebagai medium revitalisasi identitas santri, konsolidasi sosial, dan transformasi citra santri dalam konteks masyarakat modern. Tulisan ini juga mengkaji dinamika perkembangan tradisi HSN dari tahun 2015 hingga sekarang yang menunjukkan semakin inklusif, kreatif, dan terintegrasi dengan perkembangan zaman.

HSN dan Lahirnya Tradisi Baru

Hari Santri Nasional (HSN) yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tidak hanya sekadar penanda kalender nasional, tetapi telah melahirkan berbagai tradisi dan praktik perayaan yang khas di seluruh Indonesia. Perayaan HSN telah berkembang menjadi sebuah fenomena sosial-budaya yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari level pemerintah, organisasi keagamaan, pesantren, hingga masyarakat umum.

Tradisi-tradisi yang muncul dalam menyambut HSN menarik untuk dikaji karena merepresentasikan dinamika kontemporer dari identitas kesantrian di Indonesia. Jika dahulu santri sering diidentikkan dengan komunitas yang tertutup dan tradisional, maka perayaan HSN menunjukkan wajah santri yang modern, kreatif, dan terlibat aktif dalam ruang publik.

Penulisan ini juga bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi berbagai bentuk tradisi dalam menyambut HSN; (2) Menganalisis makna simbolis di balik tradisi-tradisi tersebut; (3) Mengkaji dinamika perkembangan tradisi perayaan HSN dari masa ke masa.

Bentuk-Bentuk Tradisi Menyambut Hari Santri Nasional

Tradisi Seremonial-Kenegaraan: Tradisi ini bersifat formal dan melibatkan institusi negara. Bentuk-bentuknya antara lain:Upacara Kenegaraan.  Dilaksanakan di istana negara dan di berbagai instansi pemerintah daerah. Upacara ini biasanya dihadiri oleh presiden, menteri, dan pimpinan organisasi keagamaan.

Penganugerahan Penghargaan

Pemberian penghargaan kepada santri, kyai, dan pesantren yang berprestasi dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, pemberdayaan masyarakat, dan perdamaian.

Pembacaan Resolusi Jihad: Menghidupkan kembali pembacaan teks Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari sebagai pengingat historis peran santri dalam perjuangan kemerdekaan.

Tradisi Keagamaan-Edukatif: Tradisi ini berpusat di pesantren dan lembaga pendidikan Islam:

Pengajian Akbar: Diselenggarakan di masjid-masjid besar maupun di lapangan terbuka, menghadirkan ulama-ulama terkemuka sebagai pembicara. Lomba-Lomba Keislaman: Berbagai kompetisi seperti MTQ, pidato agama, kaligrafi, dan debat islami yang melibatkan santri dari berbagai pesantren. Diskusi dan Seminar:  Membahas tema-tema aktual terkait peran santri di era modern, moderasi beragama, dan kontribusi santri untuk bangsa.

Tradisi Kultural-Kreatif: Tradisi ini mencerminkan adaptasi santri dengan perkembangan zaman:  Festival Budaya Santri: Menampilkan kesenian khas pesantren seperti sholawat, hadrah, teatrikal santri, dan pembacaan syi’ir. Bazar Produk Pesantren: Memamerkan dan menjual berbagai produk unggulan pesantren, mulai dari makanan, kerajinan tangan, hingga produk fashion muslim. Kampanye Media Sosial: Gerakan serentak di platform digital seperti twibbon, hashtag #HariSantriNasional, dan konten kreatif yang menampilkan aktivitas santri.

Makna Simbolis di Balik Tradisi Perayaan:

1. Revitalisasi Identitas Santri: Berbagai tradisi perayaan HSN berfungsi sebagai medium untuk menghidupkan dan memperkuat identitas kesantrian di tengah arus modernisasi. Melalui tradisi-tradisi ini, nilai-nilai dan karakter santri seperti keilmuan, akhlak mulia, dan nasionalisme terus dilestarikan dan diaktualisasikan.

2.Konsolidasi Sosial: HSN menjadi momentum untuk mempererat solidaritas dan jejaring di antara komunitas santri. Sebagaimana dikemukakan oleh Durkheim tentang collective effervescence, perayaan bersama menciptakan ikatan emosional dan memperkuat kohesi sosial.

3. Transformasi Citra Santri: Tradisi-tradisi kreatif dan modern dalam perayaan HSN berperan dalam mentransformasi citra santri dari yang sempat dianggap tradisional dan tertinggal, menjadi citra yang modern, kreatif, dan relevan dengan perkembangan zaman. Santri tidak lagi dipandang sebagai komunitas yang terisolasi, tetapi sebagai bagian aktif dari masyarakat global.

Dinamika Perkembangan Tradisi HSN

Sejak pertama kali ditetapkan pada 2015, tradisi perayaan HSN menunjukkan perkembangan yang dinamis: 2015-2017 Fase awal yang didominasi oleh tradisi seremonial dan keagamaan yang bersifat konvensional. 2018-2020 Mulai muncul inovasi dengan integrasi teknologi digital dan pendekatan yang lebih kreatif. 2021-Sekarang. Masa Pandemi COVID-19 memicu percepatan adaptasi digital, dengan banyak tradisi dialihkan ke platform online tanpa mengurangi makna dan esensinya.

Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa tradisi menyambut Hari Santri Nasional di Indonesia sangat beragam, mencakup aspek seremonial-kenegaraan, keagamaan-edukatif, dan kultural-kreatif. Setiap tradisi tidak hanya memiliki bentuk yang khas, tetapi juga mengandung makna simbolis yang dalam sebagai medium revitalisasi identitas, konsolidasi sosial, dan transformasi citra santri.

Dinamika perkembangan tradisi HSN dari tahun ke tahun menunjukkan kemampuan adaptasi yang tinggi dari komunitas santri dalam merespons perubahan zaman. Hal ini mencerminkan bahwa santri bukanlah entitas yang statis, tetapi mampu bergerak dinamis tanpa kehilangan jati dirinya.

Ke depan, tradisi perayaan HSN diprediksi akan semakin berkembang dengan integrasi teknologi yang lebih masif dan pendekatan yang semakin inklusif, sehingga dapat memperkuat kontribusi santri dalam membangun peradaban Indonesia yang lebih.

*Profesor Sejarah dan Peradaban. Dosen Tetap Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor: Jufri Alkatiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *