Oleh: Suryansyah*
Kau ajarkan aku bahagia
kau ajarkan aku derita
Kau tunjukkan aku bahagia
Kau tunjukkan aku derita_
Sebait lagu yang dibawakan grup Band Sheila On 7 itu — amat bermakna. Judulnya: Berhenti Berharap. Lagu itu dialamatkan bagi orang-orang yang kalah. Eross Chandra si pencipta lagu, mengungkapkan bahwa orang harus bisa menerima kekalahan. Inti pesan lagu ini adalah tentang kekuatan untuk bangkit.
Filsup Aristoteles percaya bahwa kegagalan dapat menjadi kesempatan untuk belajar dan meningkatkan diri. Dia bilang kita dapat belajar dari kesalahan kita dan menjadi lebih baik karenanya. Kegagalan itu dialami Timnas Indonesia. Mimpi ke Piala Dunia belum kesampaian. Skuat Garuda dipatahkan Arab Saudi (2-3) dan Irak (0-1). Pada Round 4 Kualifikasi.
Ada yang bilang belum waktunya. Katanya kegagalan itu sudah diprediksi. Lantaran Arab Saudi dan Irak levelnya di atas kita. Seharusnya kita ambil di Round 3. Tetapi, terganjal Jepang dan Australia. Jadi kita harus memiliki sedikit ruang ikhlas. Kalau sudah jalannya, kita pasti lolos ke Piala Dunia. Tapi, untuk saat ini kita harus kembali bersabar.
Jay Idzes dan kawan-kawan sudah pol-polan. Mereka ‘berdarah-darah’ di lapangan. Keringat tumpah tidak terhingga. Jatuh bangun sudah tak terhitung. Bahkan ada yang masuk kamar bedah untuk operasi akibat cedera. Tetapi, perjalanan panjang itu berakhir di round 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026. Timnas Indonesia harus mengakui Arab Saudi (2-3) dan Irak (0-1). Tidak ada round 5.
Sejujurnya, ini pencapaian tertinggi. Pertama kali dalam sejarah. Indonesia bisa sampai titik sejauh ini. Kita patut mengapresiasi. Tim ini masih muda dan punya harapan ke depan. Saya merasakan getaran hati mereka usai dikalahkan Irak 1-0, Minggu (12/10) dini hari WIB. Semua pemain kecewa. Semua terluka. Tanpa terkecuali.
Mereka yang dibilang DNA-nya separo Eropa (pemain naturalisasi) saja meluapkan emosi. Apalagi kita yang lahir di bumi nusantara ini. Lihat mata Jay Idzes, Calvin Verdonk, Maarten Paes, dan Ole Romeny. Mereka berkaca-kaca. Tidak kuasa menahan air mata tumpah. Bahkan Thom Haye- sang profesor- tersungkur sesugukan menangis di lapangan.
Ini bukan air mata buaya. Bukan drama pemain Timur Tengah. Saya yakini mereka benar-benar terluka. Tersayat perih hatinya. Impiannya kandas. Mimpi tampil di Piala Dunia. Itu tekad mereka saat dinaturalisasi. “The dream is over and it hurts a lot,” tulis Calvin Verdonk di akun media sosialnya.
Kalimat itu sangat menyentuh. Verdonk, apa yang Anda rasakan sama dengan kita semua. Air mata dan kerja kerasmu takkan sia-sia. Terima kasih sudah berjuang untuk Garuda. Saya tidak ragu menyebut mereka kstaria. Semua pemain yang terlibat dalam perjalanan timnas Indonesia. Mereka pahlawan sepak bola. Mereka mengantar kita jauh melangkah. Meski belum sampai ke langit Amerika. Tempat Piala Dunia 2026 dilangsungkan.
Saya salut dengan kapten Jay Idzes. Pemain Sassuolo- Liga Italia- ini bukan hanya komandan lapangan. Bukan hanya mengayomi rekan setimnya. Dia juga sibuk mendinginkan hati suporter di Tanah Arab yang kecewa dengan wasit. Sikapnya mengajarkan kita tentang sportivitas dan loyalitas.
Saya memahami kekecewaan suporter. Ini sebagai bentuk kecintaan terhadap tim Merah Putih. Mereka berharap skuat Garuda terbang tinggi. Sekalipun sayapnya patah. Dadanya terasa nyeri. Kerinduan tampil di Piala Dunia sudah terlalu lama. Saya pun merasakan demikian. Ketika meliput langsung Piala Dunia 2006 di Jerman. Hati ini terasa hampa, tak ada Timnas Indonesia di sana.
Patrick Kluivert mungkin gagal. Tapi, ia bukan tukang sulap di masa transisi dari Shin Tae-yong. PSSI juga belum berhasil. Erick Thohir sudah meminta maaf tak bisa mewujudkan mimpi ke Piala Dunia. Mereka patut dikritisi. Termasuk kebijakan pelatih meracik strategi. Tapi, menuding mereka di balik kegagalan, sama juga kita bercermin. Wajah kita juga yang tampak. Kenapa kita selalu ingin instan untuk mencapai impian.
Kita tak perlu mencari kambing hitam kegagalan. Tidak perlu menghakimi. Pun mencaci maki dan saling menyalahkan. Filsuf Tiongkok Kuno Confusius menekankan pentingnya proses dan kerja keras dalam mencapai keberhasilan. Tanpa proses sesuatu yang mustahil.
Aku pulang…tanpa dendam
Kuterima kekalahanku
Aku pulang…tanpa dendam
Kusalutkan kemenanganmu.._
Reff dari lagi yang dilantunkan vokalis Duta Sheila on 7 mungkin bisa menyadarkan kita sebagai pecinta sepak bola Indonesia.
*Jurnalis Senior dan Ketua Siwo PWI Pusat
Editor: Jufri Alkatiri