Oleh: Helmi Hidayat, MSi*
Masjid di ujung jalan itu tiba-tiba viral di medsos gara-gara punya preman sandal. Dia Sugiono, lelaki bertubuh kekar penuh tato. Setiap Jumat dia pasti terlihat rajin mengawasi sandal para jamaah. Sugiono tidak segan menggaplok siapa saja yang tepergok mencuri sandal atau pura-pura tertukar sandal padahal niat nyolong.
Sugiono tidak sengaja jadi preman sandal. Dulu dia pernah mencuri, merampok, bahkan menusuk orang, lalu dipenjara. Makanya badan penuh tato. Di hotel Prodeo itu dia bertobat. Tetapi, sekeluar dari penjara, dia selalu minder jika ikut salat berjamaah. Tato bisa ditutup, tetapi tampilan mulut tidak bisa bohong: Sugiono tidak pandai berzikir panjang pakai bahasa Arab seperti Kyai Dudin dan jamaah lainnya.
Suatu hari usai salat Jumat, Sugiono sudah berniat berzikir panjang sebisanya, tapi tiba-tiba dia mendengar keributan di luar masjid. Dia dan jamaah lain berhamburan. Ternyata ada dua lelaki berkelahi. Lelaki yang satu menuduh lelaki lainnya mencuri sandal, lelaki yang dituduh balik menuduh. Karena sandal tak punya nomor registrasi seperti mobil atau motor, sulit membuktikan siapa pemilik sandal yang dipersengketakan.
Sejak saat itu Sugiono bertekad menjaga sandal-sandal itu. Sebagai Muslim yang sudah bertobat dia malu, masa sih bertahun-tahun piano di gereja tidak hilang, di masjid sandal saja hilang? Jangan-jangan besok Tuhan yang hilang. Maka, jadilah sejak saat itu dia selalu salat Jumat di barisan belakang, menandai dan menjagai sandal-sandal. Sejak saat itu pula dia punya label baru: preman sandal.
Sampai suatu hari, dia bertemu Kyai Fadhilah. Sang kyai lama menghilang dari masjid, terdengar kabar dia mendalami Tasawuf di kaki gunung. Sugiono mengaku hanya menjadi preman sandal. Dia mau seperti kyai Dudin dan ustaz-ustaz lainnya yang selalu minder duduk di barisan depan setiap kali salat Jumat, lalu berlama-lama berlomba zikir. Siapa pulang paling belakangan, dia paling dianggap kyai.
‘’Gampang, kamu cuma baca subhanallah, alhamdulillah, Allahu Akbar, masing-masing 33 kali, sudah selesai. Kalau mau tambah laa ilaaha illallaah, terus tambah salawat, itu lebih baik. Ini kan gampang, kita sering mendengar zikir-zikir seperti itu di banyak tempat. Hafalkan saja,’’ ujar Kyai Fadhilah.
Sugiono semangat. Suatu malam, setelah hafal dan rajin mengucapkan zikir-zikir itu, dia mau semalam suntuk baca zikir agar dosa-dosanya rontok. Usai salat Isya, jamaah sudah pulang semua, dia tutup semua pintu masjid, mematikan lampu, lalu mulai berzikir. Tengah malam, lelah berzikir, Sugiono tertidur.
Dalam tidur yang sesaat, dia bermimpi dibangkitkan dari kubur di hari kiamat. Seluruh umat manusia yang mati dibangkitkan, lalu digiring ke barisan masing-masing sesuai amal perbuatan. Tetapi anehnya, Sugiono digiring bersama orang-orang yang dulu di dunia dia lihat rajin beribadah dan saleh-saleh. Tetapi dia melihat Kyai Dudin dan beberapa orang yang dulu rajin berzikir lama-lama usai salat Jumat justru digiring di barisan bersama teman-temannya yang dulu dipenjara.
Di samping Sugiono ada banyak makhluk berwujud manusia, bergamis hitam panjang, tetapi berwajah rata: tidak ada alis, mata, hidung, juga mulut. Semua datar. Hanya ketika mereka berbicara memberi perintah, barulah tampak mulut. Setelah itu wajah mereka datar lagi. Sugiono mendengar mereka mengaku malaikat penjaga.
Penasaran dengan apa yang disaksikannya, Sugiono memberanikan diri bertanya pada Malaikat di sampingnya: ‘’Sampeyan kayaknya salah orang. Masa saya bersama orang-orang saleh ini, Kyai Dudin di sana?’’
Malaikat menoleh sebenar ke wajah Sugiono sampai preman sandal yang dulu ditakuti warga sekampung ini gemetaran. Setelah membuka buku catatan, sang malaikat berkata: “Kamu sudah benar berada di barisan ini sebab dulu kamu oleh malaikat Raqib dan Atid dinilai ikhlas menegakkan hukum Allah. Mencuri itu haram, itu hukum Allah, termasuk mencuri sandal, apalagi korupsi. Nah kamu sudah menegakkan hukum Allah dengan ikhlas karena Allah. Tetapi, saya kan jarang berzikir lama-lama seperti kyai Dudin dan ustaz-ustaz itu.’’
‘’Allah tidak butuh zikir kalian. Tanpa kalian berzikir pun, bahkan tanpa kalian salat pun, Allah sudah Maha Hebat, sudah Maha Perkasa. Tujuan salat bukan karena Allah akan melemah jika kalian tidak salat, tapi justru untuk mencegah pelakunya dari perbuatan ‘fahsya’ dan ‘munkar’. Buat apa salat kalau masih korupsi? Mencuri sandal itu perbuatan munkar dan kamu sudah mencegahnya. Itulah tujuan salat dan kamu sudah melaksanakan tujuan salat itu dengan benar dan Ikhlas. Makanya kamu sekarang ada di barisan calon penghuni surga ini. Sudah, jangan banyak tanya lagi! Tetapi Kyai Dudin, mengapa dia di sana?’’
‘’Oleh manusia, Kyai Dudin memang terlihat berlama-lama berzikir, padahal sambil berzikir hatinya selalu teringat pada sandalnya. Dia takut sandalnya hilang. Itu sesuai catatan Raqib dan Atid. Dia baru merasa aman berzikir setelah kamu jadi preman sandal, menjagai semua sandal jamaah termasuk sandalnya. Allah cemburu pada sandal dan cemburu pada kamu. Kok justru kamu yang menjadi sumber rasa aman.’’
Sugiono kaget lalu terbangun dari tidur. Esoknya ia menemui Kyai Fadhilah. Sambil bersila menghadap sang Kyai dengan hormat, Sugiono menceritakan mimpinya. Kyai Fadhilah yang baru belajar Tasawuf di kaki gunung langsung pingsan. Dia pikir ada Wali menyamar jadi preman sandal.
*Dosen FDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengamat Keagamaan, dan Filsuf
Editor: Jufri Alkatiri
