Berdoa di Makam Pahlawan Nasional Amir Hamzah

Oleh: Asro Kamal Rokan*

Ziarah ke makam Tengku Amir Hamzah di Masjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara, Rabu (12/11), sepulang menghadiri Haul 102 tahun Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi an-Naqsyabandi di Besilam, Langkat. Amir Hamzah, penyair besar Indonesia, dibunuh secara brutal dengan kepala terpisah oleh Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia) – sayap pemuda Partai Komunis Indonesia. Amir Hamzah dan anggota keluarga Kesultanan Langkat diculik, dibawa ke hutan, dan dieksekusi pada 20 Maret 1946.

Jenazah Amir Hamzah dan 26 orang lainnya, ditemukan dalam kuburan massal di perkebunan Kuala Begumit, Binjai, Kabupaten Langkat, dua tahun kemudian setelah gerombolan Pesindo ditangkap. Kelompok kiri ini juga melakukan aksinya secara masif dan brutal terhadap keluarga Kesultanan Deli, Serdang, Asahan, Batu Bara, Kualuh, Panai, Bilah, Kotapinang dan meluas hingga ke Simalugun serta Tanah Karo.

Amir Hamzah tidak saja penyair, tetapi juga tokoh Sumpah Pemuda 1928 . Bersama Mohammad Yamin, Mohammad Tabrani, dan tokoh lainnya,  Amir gigih memperjuangkan Bahasa Melayu sebagai Bahasa Indonesia. Ketika para tokoh nasional masa itu menggunakan bahasa Belanda dalam berpidato, Amir Hamzah tetap menggunakan bahasa Melayu.

Amir Hamzah diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 106/ tahun 1975, tanggal 3 November 1975. Di batu nisan Amir Hamzah, terukir dalam huruf emas bait terakhir sajaknya berjudul Naik-Naik.

Biarlah daku tinggal di sini,

Sentosa diriku di sunyi sepi.

Tiada berharap tiada berminta.  

Djauh dunia di sisi dewa.

*Anggota Dewan Penasihat  PWI  Pusat Masa Bakti 2025-2030

Editor: Jufri Alkatiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *