Oleh: Benz Jono Hartono*
Dalam dunia kekuasaan, ancaman tidak selalu datang dari arah yang terlihat. Ada konsep klasik dalam studi intelijen dan keamanan presiden yang dikenal sebagai killing ground — sebuah zona abstrak tempat berbagai kepentingan, manuver, dan infiltrasi berpotensi menciptakan situasi yang membahayakan stabilitas kepemimpinan. Pada masa Presiden Prabowo Subianto, konsep ini kembali relevan, bukan karena sensasionalisme, tetapi karena realitas bahwa kekuasaan selalu dikelilingi banyak lingkar kepentingan.
Ring Satu Ruang yang Paling Dekat, dan Ironisnya Paling Riskan
Ring Satu adalah lingkar terdekat, orang yang setiap hari berada di sekitar presiden, memegang akses, pengaruh, serta kemampuan untuk membentuk persepsi. Di sinilah loyalitas diuji. Bukan rahasia bahwa sejarah politik Indonesia dipenuhi figur dekat yang akhirnya menjadi sumber keretakan. Pada era Prabowo, beberapa analis menyebut bahwa tantangan terbesar justru datang dari mereka yang merasa lebih berhak mengendalikan presiden, bukan melayaninya. Di sinilah potensi killing ground paling halus bekerja, bukan sabotase fisik, tetapi sabotase keputusan, misinformasi, penyaringan agenda, dan kontrol akses yang membuat presiden terisolasi dari realitas rakyat.
Ring Dua Birokrasi dan Mesin Politik
Ring Dua dihuni pejabat tinggi, partai politik pendukung, operator, staf khusus, hingga kementerian strategis. Rentang kepentingan di ring ini sangat luas: ekonomi, proyek, pengaruh partai, hingga arah kebijakan besar. Jika Ring Satu adalah tangan, Ring Dua adalah urat nadi, dan jika urat nadi ini disumbat, maka gerakan presiden menjadi lambat, tersendat, bahkan dipelintir.
Killing Ground muncul dalam bentuk politik sandera: Tekanan partai, sabotase program pemerintah, permainan anggaran, pengaburan laporan lapangan, kompetisi antar-faksi yang mematikan efektivitas pemerintah. Presiden bisa tidak dijatuhkan secara formal, tetapi dibuat tidak mampu bergerak, dan itulah bentuk pembunuhan politik paling senyap.
Ring Tiga, Elite Ekonomi, Cukong, dan Arah Kekuasaan yang tidak terlihat. Ring Tiga adalah lingkar yang jarang disebut namun sangat menentukan, para pemilik modal, kelompok pengaruh internasional, jaringan bisnis lama, dan patron besar yang memiliki kepentingan lintas rezim. Mereka bukan oposisi, bukan pula pendukung. Mereka adalah entitas yang beradaptasi dengan siapa pun yang sedang berkuasa.
Bila arah kebijakan Prabowo mengganggu alur ekonomi kelompok ini, maka tekanan tidak datang dalam bentuk protes, melainkan: 1. pengeringan dukungan finansial 2. manipulasi pasar, 3. perang opini melalui media, 4. hingga tekanan internasional yang membatasi ruang gerak negara, Inilah killing ground yang paling sunyi namun paling mematikan, karena ia bekerja tanpa wajah.
Ring Terjauh Persepsi Publik, Media dan Gerakan Bayangan
Ring terluar adalah arena besar, rakyat, media sosial, oposisi politik, LSM, lembaga asing, hingga kelompok yang melihat Prabowo sebagai ancaman bagi agenda tertentu. Di sinilah narasi dilahirkan, diperbesar, digeser, lalu diarahkan menjadi opini publik. Jika narasi gagal dikendalikan, maka ring terluar menjadi killing ground yang menggerus legitimasi sedikit demi sedikit, sampai presiden tampak tidak lagi mewakili rakyatnya sendiri. Dan sejarah membuktikan pemimpin tidak selalu tumbang oleh peluru. sering kali dia tumbang oleh opini.
Killing Ground bukan tentang pembunuhan fisik, tetapi pembunuhan pengaruh. Presiden Prabowo menghadapi kenyataan bahwa setiap lingkar kekuasaan, dari Ring Satu hingga Ring terjauh, dapat menjadi arena killing ground bila tidak dijaga. Bahkan pemimpin dengan visi besar sekalipun dapat tersandera oleh lingkarannya sendiri bila: 1. loyalitas bergeser menjadi ambisi, 2. kedekatan berubah menjadi instrumen kontrol, dan 3. dukungan berubah menjadi tekanan tersembunyi. Dalam konteks ini, kekuasaan bukan hanya soal memerintah, tetapi bagaimana bertahan dari lingkar-lingkar yang setiap saat bisa berubah menjadi medan pembunuhan politik. (*)
Praktisi Media Massa, Vice Director Confederation ASEAN Journalist (CAJ) PWI Pusat, dan Executive Director Hiawatha Institute
Editor: Jufri Alkatiri
