Memahami Alam Pikiran  Generasi-Z  untuk Indonesia Maju   

Oleh: Kurniawan Zulkarnain*

Dalam waktu tidak lama, Indonesia memasuki Era Emas sebagai bonus demografi—dimana kondisi proporsi penduduk usia produktif (sekitar 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia non-produktif (anak-anak dan lansia). Kita boleh berbangga, tengok saja  sosok Andrew Ananda Bule, kelahiran Palangkaraya, 29 Januari 2004. Andrew membuat konten-konten yang berkaitan alam, satwa liar, dan  bertahan hidup di hutan,folowernya  mencapai 1.41 juta orang.

Selain itu ada, Fitrah Maulida lahir di Banda Aceh tahun 2003, penemu alat pendekteksi kanker serviks berbasis smartphone. Fitrah  meraih   medali Emas dari  International Invention Competition for Young Moslem Scientists (IICYMS 2021). Selain Fitrah dan Andrew ada juga Aditya Firmansyah–seorang remaja lahir 2002 di  Yogyakarta penemu robot otomatis  penyemprot disinfektan dan  mendapat Special Award dalam Korea Cyber International Genius Inventor Fair (CIGIF 2021). Melihat kreativitas yang dilakukan oleh Genzi atau Generasi Z — merupakan indikasi bahwa  mereka patut mendapat perhatian.

Dalam 20-30 tahun mendatang, Genzi akan berperan  pada berbagai segi kehidupan strategis, seiring dengan  Indonesia  Emas 2045. Generasi ini akan berperan dalam masa sangat krusial dalam kepemimpinan politik dan pemerintahan di Indonesia ditengah gejolak geopolitik yang terjadi.  Mereka juga menjadi pemain utama dalam perekonomian nasional baik sebagai pembuat kebijakan maupun pelaku ekonomi.

Anugrah sumberdaya alam yang melimpah menjadi tanggung jawab untuk  kesejahteraan masyarakat dengan memanfaakan sain dan teknologi menjadi bagian yang akan diambil oleh Genzi ini. Mereka bertanggung jawab untuk  memelihara persatuan dan  menjaga identitas budaya Indonesia  dalam bingkai global. Pada tahun 2025 — Jumlah  penduduk Indonesia 2025 sebanyak 284,44 juta jiwa (BPS,2022). Sementara itu, Genzi  yang  lahir antara tahun 1997-2012, diestimasi  berjumlah sekitar 75,49 juta jiwa atau ≈ 27,94% dari populasi Indonesia.   

Pertanyaannya siapakah Generasi Millenial Z  dan apa ciri-cirinya ? Istilah ini  muncul pada awal 2000-an dari Kajian Sosiologi dan Demografi Barat yaitu generasi ini lahir antara tahun  1997–2012. Ciri utamanya  menurut  berbagai riset ( Pew Research Center, McKinsey, McCrindle, dan BPS Indonesia) : sejak kecil sudah terpapar internet, smartphone, media sosial dan lebih cepat beradaptasi dengan teknologi baru. Cirinya lainnya, Gen Z lebih suka konten singkat, visual (TikTok, YouTube, Instagram).  Cenderung melakukan banyak hal secara bersamaan. Mereka, lebih berhati-hati dalam soal keuangan dibanding genarasi sebelumnya. Gen Z lebih menyukai hal-hal yang  praktis dan efisien. Memiliki perilaku individualistis, namun terbuka dan suka memperjuangkan identitas dan keberagaman. Genzi banyak tertarik pada isu perubahan iklim, lingkungan hidup, HAM, dan keadilan sosial. Dalam, hal karier,  mereka menyukai karier non-tradisional: kreator digital,usaha rintisan (start-up), pekerja yang fleksibel (freelance,  dan kerja jarak jauh (remote work).

Memahami Alam Pikiran Gen-Z

Alam pikiran Gen-Z tentang isu sosial-kemasyarakatan lebih terbuka dan menghargai keberagaman dibanding dengan generasi sebelumnya. Dalam hubungan sosialnya Gen-Z lebih suka melalui dunia digital dibanding tatap muka langsung.  Disamping itu,mereka lebih peduli dan menyuarakan isu-isu kemanusian baik ditingkat lokal maupun global. Hampir 70 persen dari Gen-Z   mempunyai rasa tanggung jawab pribadi terhadap kesejahteraan masyarakat. Lebih menarik lagi, Gen-Z tidak mudah percaya pada lembaga formal (pemerintah, partai dan organisasi tua) — mereka lebih percaya pada komunitas digital dan influencer. Gen-Z bersosialisasi berbasis kesamaan minat dan lebih menyukai aksi nyata dengan membangun komunitas baru dan  menjaga gaya hidup yang seimbang antara pengembangan diri dan sosial. 

Bagi Generasi Z — agama   bukan hanya dogma tetapi juga nilai kemanusiaan dan kebersamaan mereka menghargai perbedaan agama dan mengutamakan moderasi dan toleransi. Sebagaian besar dari Gen Z  tetap religius dan mengungkapkan religiusitas  tidak selalu  formal dan ritualistik. Mereka lebih menekankan subtansi dari  Agama : keadilan sosial, kepedulian lingkungan, dan kemanusiaan. Mereka lebih sering belajar agama melalui media sosial atau komunitas digital lainnya. Hal ini membuat pengetahuan agama luas, namun  rentan terhadap hoaks atau radikalisme online. Mereka mencintai budaya tradisional, yang diekspresikan diri melalui trend global (K-pop, anime, TikTok culture). Generasi ini tidak menerima tradisi taken for granted, namun  mempertanyakan relevansinya dalam konteks moderen. Bila dianggap positif –gotong royong, kesenian lokal– mereka menerima dan melestarikannya.  Namun, jika dipandang –mengekang, dan diskriminatif — mereka akan mengkritisinya. 

Gen Z memandang masalah ekonomi bukan sekedar soal angka pertumbuhan, tetapi juga keadilan distribusi. Mereka   peduli pada kesenjangan sosial-ekonomi, pemerataan dan masalah lapangan pekerjaan.Gen Z tidak terpaku pada pekerjaan tetap, tetapi membuka diri terhadap bekerja paruh waktu, jarak jauh (remote working), dan kurang menyukai penuh waktu. Gen Z melihat transformasi digital sebagai peluang: e-commerce, fintech, dan aset digital (seperti kripto) dianggap sebagai bagian dari masa depan. Dalam hal bisnis, Gen Z lebih suka mendukung bisnis yang berkelanjutan dan bertanggung jawab secara sosial. Banyak anak muda Gen Z bercita-cita menjadi wirausahawan. Bisnis rintisan (start-up) dipandang sebagai prestisius. Kolaborasi merupakan bagian yang disukai termasuk gagasan dalam membangun komunitas bisnis ketimbang persaingan keras.

Penguatan Gen.Z  Menyonsong Indonesia Emas

Visi Indonesia Emas 2045 merupakan serangkaian upaya  untuk mraih  mimpi Indonesia maju dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Perkapita  tinggi (diperkirakan > USD 23.000), menjadi salah satu dari 5 besar kekuatan ekonomi dunia. Indonesia terbebas kemiskinan ektrem dan meningkatkan kesejahteraan.Visi Indonesia Emas juga diarahkan untuk menjadikan Indonesia lebih berdaulat, adil, dan makmur sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai visi tersebut, kita harus meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan dan memastikan berkurangnya kesenjangan sosial ekonomi. Masalah akut korupsi dan pembenahan birokrasi harus dilakukan dengan keras dan sungguh-sungguh.Tantangan perubahan iklim dan keberlanjutan pembangunan harus menjadi salah satu prioritas. Visi Indonesia mustahil dapat dicapai, bila kita tidak melakukan transformasi digital dan Revolusi Industri 4.0 bahkan 5.0 untuk keperluan kehidupan.  

Untuk mengantar Gen Z  masuk ke  Era Indonesia Emas, kita harus memastikan kesiapan mereka yang akan menjadi tulang punggungnya. Eko sistem yang perlu mendapat perhatian meliputi aspek pendidikan dan kompetensi yaitu penguasaan kemampuan teknis (hard skills) dalam bidang teknologi, literasi digital, dan kewirausahaan). Disamping itu,pengembangan soft skills yang terkait dengan kapasitas komunikasi, kepemimpinan dan  kolaborasi.Untuk meningkatkan kemampuan  memilih dan memilah atas arus informasi yang deras, Gen.Z harus dibekali dengan literasi kritis: yang terkait dengan  literasi sains, literasi finansial, literasi budaya. Menimbang pergerakan politik ditingkat global yang terus berubah, Gen.Z kita harus dibekali dengan etika toleransi dan etika integritas dalam bingkai identitas  kebangsaan agar mampu bersaing pada tingkat global tanpa kehilangan jati dirinya. 

Seiring dengan beban pembangunan ekonomi yang semakin berat dan rumit, pembagian peran dalam aspek  ekonomi merupakan keniscayaan. Peran negara, swasta, dan koperasi akan terjadi sebagai wujud pengenjantawahan pasal 33 UUD 1945 –untuk itu, aspek ekonomi dan kewirausahaan harus menjadi perhatian lebih.  Eko Sistem yang disiapkan harus diarahkan dengan mendorong Gen Z berperan dalam ekonomi kreatif, digital, dan berbasis inovasi. Disamping itu, pengembangan  budaya kewirausahaan dan kemandirian finansial. Dalam 20-30 tahun mendatang persaingan dunia usaha secara global akan semakin ketat, penguasaan teknologi informasi, kecerdasan buatan (AI), big data, dan Internet of Things (IoT) menjadi prasyarat utama untuk memasuki era persaingan global. Dimasa depan daya tahan dalam berbagai lapangan atau endurance merupakan aspek yang tidak boleh diabakan untuk itu gaya hidup sehat harus disediakan eko-sistem dan kebijakannya. (Wallahu ‘Alam Bi Sowab)

*Konsultan Pemberdayaan Masyarakat dan Dewan Pembina Yayasan Mahasiswa Islam Insan Cita (YAPMIC) Ciputat

Editor: Jufri Alkatiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *