Oleh: Anwar Rosyid Soediro*
Prasasti; “Segala sesuatu yang ada di langit dan bumi bertasbih kepada Allah; Dialah Yang Mahakuasa, Maha Bijaksana. Kepunyaan-Nyalah langit dan bumi; Dialah yang menghidupkan dan mematikan; Dia berkuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir; Yang Lahir dan Yang Batin; Dialah yang mengetahui segala sesuatu. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian bersemayam di atas Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya; Apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dia bersamamu di mana pun kamu berada; Dia melihat semua yang kamu kerjakan; kendali atas langit dan bumi adalah milik-Nya. Segala sesuatu dikembalikan kepada Allah. Dia menjadikan malam menjadi siang dan siang menjadi malam. Dia mengetahui apa yang ada dalam hati setiap orang. (Al-Quran al-Hadid/57: 1-6)
Tulisan sebelumnya (Dimensi Shalat), mengundang banyak tanya! bagaimana menghadirkan Tuhan; bagaimana tinjauan sciences Allah bertajalli: bermanifestasi pada diri manusia (mikrokosmos), dan bermanifestasi dalam semesta (makrokosmos); Tuhan mengeja-wantah pada semesta, Tuhan manjing ajur-ajer dalam diri mikrokosmos.
Umat beriman yang taat dalam beribadah percaya bahwa Allah mendengar doa mereka dan jika mereka fasih dalam ilmu biologi akan mengetahui bahwa mereka memiliki nenek-moyang yang sama dari semua bentuk kehidupan manusia di planet bumi, dan tidak dapat disangkal bahwa menyingkapkan evolusi terarah bahwa Allah memengaruhi evolusi sesuai dengan rencana-Nya untuk mencapai hasil yang direncanakan yang mengarah pada Homo sapiens (Hawa Mitokondria/mt DNA dan Adam Kromosom Y). Mereka juga percaya bahwa Allah dapat mengungkapkan kepada mereka melalui mimpi-mimpi nyata dan bahkan melalui para wali dan nabi yang diberkati dengan wahyu yang lebih mendalam.
Timbul pertanyaan –jika semua hal ini benar, bagaimana Allah memengaruhi alam semesta? Dengan menggunkan lensa iman dalam memandang sains maupun teologi dalam mencari kebenaran dan pemahaman. Ketika keduanya terlibat dalam dialog yang saling menghormati, seperti yang akan kita coba pada ngaji kali ini, diharapkan keduanya dapat saling mengoreksi, menyempurnakan, dan mengangkat.
Hasilnya adalah visi kebenaran yang lebih terpadu. Kita tidak berakhir dengan jawaban yang ringkas tentang bagaimana tepatnya Tuhan memengaruhi alam semesta (karena hal itu tetap menjadi misteri yang berada di luar pengamatan manusia sepenuhnya), tetapi dengan apresiasi yang lebih mendalam bahwa pengaruh semacam itu tidak hanya dapat dibayangkan tetapi mungkin terjalin ke dalam jalinan kosmos.
Ketika dunia, dilihat melalui mekanika kuantum dan mata iman, adalah dunia yang penuh dengan kemungkinan dan dipenuhi dengan kehadiran Sang Pencipta, sebuah alam semesta yang dipandang dengan kesucian yakni: seperti biasa dalam penampakannya, kuantum (ilmiah) dalam strukturnya, dan ilahi dalam asal-usulnya.
Mekanika Kuantum adalah teori terbaik yang kita miliki untuk menjelaskan perilaku fundamental alam semesta pada tingkat atom dan molekul, untuk skala waktu yang panjang dan sangat singkat. Prinsip kunci dalam teori kuantum adalah bahwa energi terkuantisasi, dan bahwa materi maupun radiasi menunjukkan dualitas gelombang-partikel.
Dunia, dilihat melalui mekanika kuantum dan mata iman, adalah dunia yang penuh dengan kemungkinan dan dipenuhi dengan kehadiran Sang Pencipta. Mekanika Kuantum telah merevolusi cara kita memandang alam semesta, yang tidak lagi sebagai mesin pasif, melainkan sebagai jalinan dinamis probabilitas, koneksi, dan peristiwa partisipatif.
Dengan cara yang serupa, refleksi teologis menggambarkan kosmos sebagai ciptaan sesuatu yang bergantung pada Sang Pencipta, penuh tujuan dan makna, serta terbuka terhadap keterlibatan Sang Pencipta yang berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan perspektif-perspektif ini, kita memperoleh narasi yang lebih kaya tentang alam semesta dan hubungan Tuhan dengannya.
Diskursus ini adalah ajakan untuk mengingat bahwa alam semesta bukanlah mesin yang dingin dan acuh tidak acuh, melainkan medan hidup yang resonan. Bahwa apa yang kita sebut materi adalah nyanyian kesadaran yang diperlambat. Bahwa cahaya, suara, intensi, geometri, dan kehidupan semuanya merupakan ekspresi dari satu sumber harmonik tunggal yakni: energi kesadaran, yang menyadari dirinya sendiri.
A. Apa sebenarnya Mengeja-Wantah itu?
Roxie Nafous, mendefinisikan Mengeja-Wantah (Manifestasi) adalah kemampuan untuk menciptakan kehidupan yang Anda inginkan. Manifestasi adalah kemampuan untuk menggambar apa pun yang Anda inginkan, misalnya menjadi penulis kisah Anda sendiri. Manifestasi tampak dan terasa seperti sihir, dan kita semua adalah penyihirnya.
Melampaui tren dan kecanggihan teknologi, terdapat ilmu sakral, sebuah proses presisi dan harmonis yang terkodekan ke dalam struktur kosmos itu sendiri. Kita memasuki ruang suci tentang bagaimana pikiran menjadi bentuk, bagaimana suara menjadi substansi, dan bagaimana yang tak terlihat menjadi terlihat.
Manifestasi bukanlah sebuah misteri. Manifestasi adalah mekanisme resonansi, geometri, dan kesadaran yang bekerja secara sinkron. Menguraikan jalur energi yang menghubungkan niat tingkat jiwa (ruh) dengan ciptaan fisik.
Istilah mengeja wantah telah menjadi hal yang tidak asing lagi di telinga orang jawa. Lazim bagi beberapa orang menyebut manifestasi — manifestasi menjadi salah satu metode kunci yang bisa digunakan untuk mewujudkan apa yang diharapkan. Meski demikian, sebagian orang lainnya masih berpandangan skeptis terhadap manifestasi hingga meragukan cara dan hasil kerja dari manifestasi itu sendiri.
Manifestasi mengacu pada cara kita mewujudkan keinginan, tujuan, atau hasil tertentu menjadi kenyataan melalui pemikiran, keyakinan, dan tindakan yang terfokus. Meskipun konten dalam manifestasi tiap orang berbeda, tetapi mereka memiliki bentuk yang serupa. Selayaknya pemancar radio yang bersifat tak kasat mata namun memiliki sinyal yang kuat. Sinyal pesan tersebutlah yang ditangkap oleh kekuatan yang lebih besar, yakni alam semesta dan Tuhan yang pada akhirnya dikirim kembali kepada orang yang melakukan manifestasi tersebut sesuai dengan pikiran dan emosinya.
Menghadirkan Tuhan dalam shalat, laku dzikir/do’a menggunakan koneksi pikiran/tubuh/jiwa untuk menciptakan hasrat, harapan, atau tujuan guna mencapai hasil nyata (manifestasi). Inti keyakinan di balik ilmu manifestasi adalah bahwa jika seseorang memilih untuk mempraktikkan rasa syukur dan berfokus pada pikiran positif mengenai tujuan tertentu, mereka mungkin dapat mewujudkan hasil positif. (Bersambung)
*Pemerhati Keagamaan, Filsafat, dan Alumni UGM Yogyakarta
Editor: Jufri Alkatiri