Oleh: Kurniawan Zulkarnain*
Cerita Sukses Dua Desa Wisata: Desa Ponggok dan Desa Penglipuran Desa Wisata Ponggok – Klaten, Jawa Tengah
Dulu, desa Ponggok merupakan salah satu desa tertinggal yang memiliki sumber daya alam terbatas. Kini, menjadi destinasi wisata air unggulan, desa Ponggok memiliki mata air alami seperti umbul Ponggok,tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal dan hanya digunakan warga untuk keperluan mandi dan mencuci. Pendirian Desa Wisata Ponggok dilakukan oleh warga Desa Ponggok termasuk didalamnya Karang Taruna dan dikawal oleh Kades Desa Ponggok Junaedi Mulyono.
Pemerintah Desa Ponggok bersama Badan Usaha Milik Desa (BUMD) berhasil mengembangkan wisata bawah air di Umbul Ponggok. Pengunjung bisa menyelam dan berfoto di bawah air dengan properti unik seperti sepeda motor hingga TV. Pemanfaatan Dana Desa: digunakan secara tepat untuk membiayai infrastruktur, pelatihan SDM, dan promosi wisata. Keterlibatan BUMD (Badan Usaha Milik Desa) dan BUMD Tirta Mandiri mengelola tempat wisata ini serta menjadi penggerak utama dalam mengembangkan potensi lokal. Warga dilatih menjadi pemandu wisata, penyewa alat snorkeling, fotografer bawah air, hingga pengelola warung. Pemberdayaan terhadap Desa Wisata dilakukan oleh BUMD dan didukung oleh Karang-Taruna.
Kehadiran Desa Wisata Ponggok dapat meningkatkan pendapatan asli desa. BUMD mampu menghasilkan omset miliaran rupiah per tahun. Warga kini memiliki berbagai pekerjaan baru di sektor pariwisata. Sebagian keuntungan Desa Wisara digunakan untuk pembangunan desa dan beasiswa. Promosi lewat Media Sosial dan Fotowisata, media seperti harian Kompas menulis bagaimana pemerintah desa mengajak warga untuk mengunggah foto objek wisata menggunakan smartphone mereka, mendorong promosi berbasis komunitas yang efektif, terbukti menaikkan jumlah pengunjung (hingga omset Rp 12 Miliar/tahun), kolaborasi juga dilakukan dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait dengan usulan peningkaran kualitas pelayanan Desa Wisata. Artikel akademik (Jurnal Pariwisata Indonesia) menyoroti pentingnya pemberdayaan masyarakat dan kolaborasi pemerintah serta kendala seperti pendanaan dan infrastruktur . Selain itu, mahasiswa melakukan studi banding belajar langsung tentang strategies pengelolaan Desa Wisata dan dampaknya.
Desa Wisata Penglipuran – Bangli, Bali
Desa Penglipuran terletak di Kabupaten Bangli, Bali. Desa ini dikenal sebagai salah satu desa terbersih di dunia karena komitmen masyarakatnya menjaga kelestarian lingkungan dan adat istiadat. Sebelum berkembang menjadi destinasi wisata, kehidupan masyarakat desa lebih banyak bergantung pada pertanian dan hasil hutan bambu. Desa Penglipuran memiliki aset berupa kearifan lokal yaitu Adat Bali Aga (masyarakat Bali kuno) yang masih terjaga, arsitektur tradisional: rumah-rumah homogen dengan tata ruang seragam yang diwariskan leluhur dan lingkungan alami: hamparan bambu yang luas, udara sejuk, serta kebersihan terjaga dan budaya gotong royong dengan pelibatan seluruh warga Desa Penglipuran.
Strategi pengembangan Desa Wisata dilakukan dengan pelestarian adat dan budaya dengan menerapkan aturan adat melarang pembangunan rumah modeern yang merusak keaslian. Desa Wisata dikelola berbasis masyarakat oleh Desa Adat, sehingga keuntungan wisata kembali ke warga.Branding kebersihan, Desa Penglipuran dipromosikan sebagai desa terbersih di dunia.. Diversifikasi atraksi dengan mengembangkan sarana pendukungnya seperti homestay, kuliner tradisional, kerajinan bambu, hingga ritual budaya.Pengembangan Desa Wisata dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat untuk mendapat dukungan infrastruktur, promosi, dan event budaya.
Kehadiran Desa Wisata Penglipuran menjadi kebanggaan pemerintah dan warga desa menerima manfaatnya. Prestasi yang dicapai antara lain, Pendapatan Desa Wisata Penglipuran (i). Sepanjang tahun 2023, kunjungan wisatawan—baik domestik maupun mancanegara— ke Desa Penglipuran hampir mencapai 960.000 orang, melampaui target awal sebanyak 800.000 orang; (ii).Pendapatan dari tiket kunjungan selama periode tersebut mencapai Rp 25,8 miliar; (iii).Rata-rata kunjungan harian dalam masa libur Natal–Tahun Baru melonjak menjadi 5.000–6.000 pengunjung/hari, padahal di hari normal hanya sekitar 2.500 pengunjung; (iv). Pengelolaan Desa Wisata dilakukan berbasis masyarakat: warga dipekerjakan sebagai pegawai Desa Wisata (seperti pemandu atau penjaga tiket), dan sebagian pendapatan diputar kembali untuk pembangunan desa.
Penghargaan dan Pengakuan Internasional berupa : (i) Tahun 2023, Desa Penglipuran terpilih sebagai salah satu dari 54 Best Tourism Villages dunia versi UNWTO (Organisasi Pariwisata Dunia) dari total 260 kandidat yang berasal dari lebih dari 60 negara; (ii) Penghargaan tersebut diterima dalam acara di Samarkand, Uzbekistan, pada tanggal 19 Oktober 2023; (iii).Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menyebut prestasi ini sebagai inspirasi bagi Desa Wisata lainnya di Indonesia dalam memaksimalkan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) serta warisan budaya lokal; (iv) Sebelumnya, Desa Penglipuran juga mendulang pengakuan dari pemerintah Indonesia, termasuk Penghargaan Kalpataru pada tahun 1995 atas upaya pelestarian hutan bambu dan ekosistemnya. Selain itu, desa ini pernah masuk dalam 3 (tiga) besar desa terbersih di dunia versi Green Destinations Foundation, bersama Giethoorn (Belanda), dan Mawlynnong (India).
Dapat dicatat bahwa kunci keberhasilan dari dua Desa Wisata terletak pada : Pertama, adanya konsistensi dalam menjaga kearifan dan melestarikan identitas lokal. Kedua, mengembangkan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan Desa Wisata. Ketiga, terbangunnya kelembagaan Desa Wisata dan kolaborasi dengan para pemangku kepentingan terutama Pemerintah Daerah, Lembaga Swadya Masyarakat dan Dunia Usaha. Keempat, menjaga keseimbangan pelestarian budaya dan lingkungan dengan komersialisasi wisata.Wallahu ‘Alam Bi Sowab. (habis)
*Konsultan Pemberdayaan Masyarakat, Dewan Pembina Yayasan Pembangunan Mahasiswa Islam Insan Cita (YAPMIC) Ciputat
Editor: Jufri Alkatiri